Bulan yang Mendung dan Puisi-Puisi Lainnya

Bulan yang Mendung

 Di balik awan yang berarak kehitaman

Wajah langit sendu menawan

Cahayamu sirna di bawah rintik hujan

Begitulah dikau yang larut dalam airmata kesedihan

 

Tetesan itu jatuh menanti rembulan

Diiringi gelegar guntur yang saling silih menyilih

Kita masih melangkah walau tertatih-tatih

Demi cinta yang merekah kita takkan letih

 

Bulanku…

Dikala duka menerungku

Mereka mencaci dan berlalu dengan angkuh

Itulah kala asa dan semangat dipupuk dengan kukuh

 

Jalan pulang…

Jalan yang masih panjang

Beranjaklah bulanku, menemui cahaya terangmu yang benderang

[Makassar, 11 Oktober 2016]

 

Luka

Goresan tajam di padang gersang

Tombak dan pedang menancap garang

Terlukislah dikau di atas lembaran sejarah yang terbentang

 

Apakah teralamatkan sudah dirimu yang malang???

Tidak…!

Tidak sama sekali

Engkaulah sang pemenang

Yang menggelorakan titisan juang

Yang mewarisi makhkota

Yang menggelindingkan picik tahta

 

Sungguh…

Kekejaman menebas tanpa batas

Menembus hingga ke ruas-ruas

Demikian pula pena yang dikebiri di atas kertas

 

Kini

Lukamu menyejarah

Menganga dalam ingatan utuh yang menyatu

[Makassar, 11 Oktober 2016]

 

 

Aksara

Siapakah engkau di antara deretan yang membisu?

Pelepas dahaga para pencari ilmu

 

Siapakah engkau dalam keheningan malam?

Pelipur lara bagi jiwa yang kelam

 

Siapakah engkau di tengah gulita kekuasaan yang merajalela?

Jalan terang yang menyibak tirai rahasia

 

Siapakah engkau di antara kesemrawutan hidup yang malang?

Penawar bagi keserakahan yang tunggang langgang

 

Siapakah engkau di altar suci para pemangku kitab?

Penyejuk sukma, pemantik gelora pada keyakinan yang tetap

 

Siapakah engkau bagi pikiran gelisah penuh tanya?

Deretan huruf yang mengantongi makna

Di ujung setiap jari dan setiap lidah para pengucap

[Makassar, 12 Oktober 2016]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *