Rendah Hati

Ini hanya peristiwa rutin, yang saya nyaris lakukan saban pagi, bila hendak pergi ke tempat kerja, berbekal sebotol kopi. Sekali waktu, saya menuangkan kopi dari panci bergagang ke dalam botol bekas sirup, dalam posisi ketinggian botol, hampir sejajar dengan dada saya. Kesulitanlah saya, sebab selain harus meninggikan posisi tangan, juga kerepotan dengan mulut botol yang relatif kecil lubangnya. Maka tumpahlah kopi itu, lebih banyak yang terbuang, tinimbang yang masuk ke dalam botol. Belajar dari pengalaman itu, saya lalu merendahkan posisi botol, sejajar dengan pusar. Akhirnya, amat mudahlah saya menuangkan kopi itu ke dalam botol. Tidak tumpah lagi dan posisi tangan saya pun, tidak serepot sebelumnya.

Tentang posisi botol yang rendah, kemudian memudahkan segalanya untuk diisi, mengingatkan saya pada sebuah buku, Happines Inside, yang ditulis oleh Gobind Vashdev, seorang heartworker, pekerja hati, kelahiran Surabaya, kini mukim di Bali, yang menuturkan, “bersikap rendah hati, menyadari bahwa masih banyak kekurangan adalah salah satu syarat penting lainnya dalam belajar.” Bagi saya, ujar Gobin ini memberikan perpektif, bahwa sikap rendah hati merupakan pintu gerbang dalam mengada, pada setiap insan yang ingin belajar.

Lebih khusyuk lagi, Gobin menunjukkan syarat menuju pintu gerbang kerendahatian, bahwa setiap orang mestilah membuka pikiran, open mind. Hanya dengan pikiran terbuka, ilmu dapat mengalir ke dalam diri. Setelah itu, barulah mengosongkan diri, agar mudah diisi. Hanya kekosonganlah yang mempunyai nilai buat sesuatu yang baru. Selanjutnya, yang tak kalah pentingnya, mestilah lebih rendah dalam memposisikan diri dari yang mengisi. Kira-kira, bentuknya seperti tindakan saya yang merendahkan posisi botol, agar mudah diisi dan tidak tumpah. Mudah melakukannya, gampang mengisinya.

Demikianlah insan yang rendah hati, terbuka pikirannya, merasa kosong dirinya dan selalu mengambil posisi rendah untuk dituangi apa saja, tentang pelajaran hidup. Berkebalikan dengan rendah hati, tentulah tinggi hati. Sosok tinggi hati, selalu menutup pikirannya, merasa cukup dengan isi dirinya, dan pastilah tidak ingin direndahkan, meski sebenarnya, tinggi hati adalah bentuk kongkrit dari rendah diri. Jadi, rendah hati amat berbeda tiga ratus enam puluh derajat dengan rendah diri. Ibaratnya, rendah hati berada di kutub positif, yang  memandang jagat ini serba baik, sementara rendah diri, bermukim di kutub negatif, yang melihat dunia ini serba buruk.

Bersikap rendah hati, mungkin sebaiknya belajar pada tanah. Menurut perenungan saya, tiada lagi makhluk yang lebih tabah, dalam mewujudkan eksistensinya, kala menunjukkan sikap rendah hati. Coba saja lihat faktanya, apapun yang dilakukan oleh makhluk lain terhadap tanah, ia menerima saja apa adanya. Orang beol, kencing dan muntah di atasnya, pun disambutnya. Sosok mulia dan jahanam dalam bertingkah, pun diperlakukan sama. Bahkan, persona yang bertengkar sekali pun, yang mempertengkarkan tanah, akan dihadapinya. Emas dan tai, sama saja wujudnya. Bagi tanah, apapun itu, bila sudah masuk ke dirinya, semuanya setara. Di sari diri tanah, sekotah makhluk akan setara.

Bagi insan yang meniru sifat tanah, yang rendah hati itu, akan memandang semua wujud positif dan negatif, sebagai bahan baku untuk diolah menjadi pupuk kehidupan. Realitas kemelataan hidup di kekiwarian, tidaklah menggoyahkan keberadaannya dalam menapaki jalan hidup. Kenyataan baik-buruk di alam nyata, maupun dunia maya, semuanya ditanggapi dengan pikiran terbuka, sikap mengosongkan diri dan  berlaku rendah posisi.

Tapi, bagi sosok yang tinggi hati, yang tersimpan padanya bahaya laten rendah diri, akan selalu membungkus dirinya, dengan sikap pikiran tertutup karena sudah merasa pintar, merasa berisi yang sisa siap dimuntahkan, dan selalu merasa lebih tinggi posisinya ketimbang orang lain. Potensi rendah diri yang menguar menjadi tinggi hati, bisa  menyusupi siapa saja, laiknya virus ganas yang mematikan jiwa.

Adakah terlihat kaum cerdik pandai, rohaniawan, politisi, budayawan, penyair, hartawan, yang tinggi hati? Tontonlah televisi, bukalah media luring dan daring, perhatikanlah mimbar-mimbar penyeru hidup dan kehidupan, atau di lingkungan sekitar, bahkan diri sendiri,  di situ amat banyak bercokol. Laiknya botol yang meninggikan diri, tak siap diisi, dan taunya menumpahkan kopi saja.

 

 

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…

  • —mengenang 3 tahun kepergian Sapardi Djoko Damono SEJAK baheula manusia dikepung puisi. Sekira tahun 1.700 Sebelum Masehi di India, puisi sudah tengger di naskah kuno Veda dan Gathas. Puisi adalah ekspresi artistik mengenai pesona diri dan hidup. Ibarat bakul puisi mewadahi “benak” penyair, yang diperah dari peng-alam-an: imajinatif, emosional, dan intelektual—peng-alam-an ini dipahat penyair pada…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221