Calabai

Kurang lebih tiga pekan saya menunggu, setelah melihat wajah cantiknya di media sosial kala itu. Hati saya langsung kepincut dan coba meminangnya. Barangkali masih ada kesempatan mempersunting atau paling tidak, menjadi sahabatnya. Ia berdarah Bugis-Makassar, tapi kini masih berada di pulau Jawa, saya berharap belajar banyak darinya. Malam 21 oktober, akhirnya ia tiba di pangkuan saya. Saya pun berkenalan lebih jauh dengannya.

Namanya Calabai, anak spiritual Pepi Al-Bayqunie. Bajunya (cover) sederhana, namun sangat elegan. Bagian depan berlatar putih, memperjelas kesan ketentraman. Gambar seorang lelaki dipilih sebagai gambar sampul. Lelaki yang berbalut pakaian adat, berwarna kuning keemasan ini, terlihat sedang khusyuk membaca kitab. Meski lelaki, citra perempuan tergambar jelas. Ini sering disebut masyarakat Bugis-Makassar sebagai calabai, lelaki berjiwa perempuan.

Calabai, novel berlatar belakang sejarah. Novel terbitan Javanica ini, memiliki ketebalan sekitar 3 cm, dan kurang lebih 385 halaman. Pepi Al-Bayqunie alias Saprillah penulisnya. Ia dilahirkan tanggal 10 Februari 1977 di Cappasolo, kecamatan Malangke, Luwu Utara. Lelaki yang sangat mencintai kebudayaan lokal ini, penulis novel yang aktif. Sejauh ini sudah empat novelnya diterbitkan, Tahajjud Sang Aktivis, Kasidah Maribeth, Jejak, dan si bungsu, Calabai.

Novel Calabai, sebenarnya mengulas perjalanan pemimpin bissu, Puang Matoa Saidi. Keberadaan Puang Matoa Saidi di masa kecilnya, ditolak ayahnya karena ia seorang calabai. Berbagai penderitaan dilaluinya, hingga memaksa Saidi merantau. Tekadnya melakukan perjalanan, bermula dari mimpi aneh yang memintanya menjemput takdirnya. Hingga akhirnya, Saidi bertemu daeng Maddenring yang mengangkatnya sebagai anak dan membawa Saidi ke Segeri. Di Segeri, Saidi berjumpa Puang Matoa Saena, pemimpin para Bissu. Sebuah pertemuan yang menghantarkan Saidi, memulai kehidupan baru meniti jalan menjadi seorang Bissu.

Calabai, dalam stigma sebagian masyarakat modern tidaklah terlalu baik. Mereka kadang dianggap sebagai pembawa sial. Ditambah lagi dogma agama yang mengatakan lelaki menyerupai perempuan ataupun sebaliknya, dilaknat Tuhan. Tidak cukup sangsi individual, agama pun melarang keras mendekati mereka. Dikatakan ibadah seseorang tidak diterima selama 40 hari 40 malam jika mendekati calabai atau waria. Maka tidaklah mengherankan, sebagian masyarakat memandang sebelah mata seorang calabai.

Pepi menjelaskan kepada masyarakat, Calabai adalah jiwa perempuan yang terperangkap tubuh lelaki-tubuh yang pemiliknya sendiri kerap gagap memahaminya. Calabai mengulik sisik-melik kehidupan Bissu, ahli waris adat dan tradisi luhur suku Bugis, yang dipercaya menjadi penghubung alam manusia dan alam Dewata. Bagi orang Bugis, dunia ini terdiri dari beberapa tingkatan, dunia atas (botting langik), dunia tengah (ale kawa), dan dunia bawah (peretiwi). Diceritakan, Datu Patoto dan Datu Palinge penghuni dunia atas, mengutus Batara Guru sebagai Tomanurung di Tanah Luwu. Batara Guru membentuk kehidupan baru di bumi, hingga akhirnya diturunkan Bissu ke dunia tengah. Bissu ditugaskan menjaga Arajang dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Selain itu diceritakan pula bagaimana Bissu bisa sampai ke Segeri, Pangkep.

Kelahiran novel Calabai, membawa angin segar bagi para calabai. Pepi Al-Bayqunie, melihat calabai dari sudut pandang kemanusiaan dan posisi sentral mereka dalam suku Bugis. Sebagai bagian sejarah yang senantiasa menjaga tradisi dan kearifan lokal. Calabai dan Bissu adalah jalan hidup, menjadi Bissu artinya menyerahkan jiwa raga, berbakti pada Dewata dan masyarakat. Bissu adalah calabai yang mendapat pammase Dewata, dan mampu mengendalikan hasratnya terhadap lelaki. Karenanya tidak semua calabai dapat menjadi Bissu, tetapi semua calabai terlahir sebagai manusia – sebagai lelaki dan perempuan sekaligus.

Visited 6 times, 1 visit(s) today
Aedil Akmal

Lahir di Bantaeng, 24 oktober 1994. Pelajar di Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar. Aktivis MEC RAKUS Makassar, dan Peserta Kelas Literasi Paradigma yang mencintai kopi dan buku terutama novel sejarah.

+ There are no comments

Add yours