Berkencan dengan Serambi Baca Tau Macca Loka

Ada satu yang sering sulit saya elakkan, tatkala ada urita aktifitas literasi di suatu tempat. Apatah lagi, jika lokasinya masih dalam jangkauan saya, semisal di kampung halaman, Butta Toa Bantaeng. Muasal ceritanya kali ini, gegara postingan gambar di facebook, oleh Rahmat Ikhtiar, yang mengabarkan satu tempat, berupa serambi rumah yang difungsikan sebagai tempat mengaji, sekaligus sebentuk ruang baca. Dari postingan itu, ada pesan yang disampaikan, bahwa wadahnya sudah ada, yang kemudian amat dibutuhkan adalah buku-buku, khususnya buku anak-anak.

Postingan yang diuar itu, kalau tidak salah ingat, sekira bulan Nopember 2016. Saya pun langsung berkontak ria dengan Rahmat Ikhtiar, yang kesehariannya adalah polisi yang bertugas di Kecamatan Ulu Ere Bantaeng. Komunikasi saya denganya cukup lancar, mengingat bahwa sering berinteraksi, tepatnya tatkala ia juga merupakan relawan pengajar di Kelas Inspirasi Bantaeng, yang hingga kini, saya masih koordinatornya. Dari komunikasi inilah, saya kemudian menyatakan janji untuk bertandang, kelak nanti.

Sekira tiga pekan setelah saya utarakan janji, saya mencoba untuk menunaikan janji itu. Saya ajaklah Dion Syaef Sain, pengelola Teras  Baca Lembang-Lembang, buat jalan bersama ke Loka. Tapi, apa lacur, Dion sakit, maka saya pun berinisiatif untuk berangkat sendiri. Sialnya, belum separuh perjalanan, barulah pada tanjakan-tanjakan pemula perjalanan, rantainya motor yang saya pakai terlepas. Setelah saya timbang-timbang, akhirnya saya putuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan, sebab makin jauh jarak tempuh, tanjakan pun makin meninggi. Soalnya daerah Loka ini berada di ketinggian pegunungan. Saya pun balik, dan memasang kuda-kuda untuk merancang jadwal kunjungan.

***

Berikutnya, tibalah masa yang saya nanti. Tidak ada yang kebetulan, semesta menggelombangkan resonansinya, sehingga bertemulah waktu yang seolah kebetulan. Betapa tidak, Dion mendapat undangan bincang-bincang seni budaya di Loka, yang diselenggarakan KNPI Kec. Ulu Ere, yang diketuai oleh Mahmuddin Stiven. Acara ini digelar sebagai program akhir tahun. Bertepatan dengan hari Sabtu, 31 Desember 2016, sekira pukul 11.00 jelang siang, saya berboncengan motor dengan Dion ke Loka. Tentulah dia yang pegang setir,  saya duduk manis saja di boncegannya. Selama perjalanan, hujan ikut turun menderas, seolah mendaras bumi. Hujan senantiasa ingin jalan beriring, kadang di depan, kadang pula di belakang. Namun, ketika bersamaan, kami pun singgah berteduh.

Kurang lebih 2 jam waktu yang saya mangsa selama mengikuti persamuhan KNPI itu. Pada acara ini, ada panel diskusi, yang menghadirkan Gusti (Ketua KNPI Bantaeng), Dion (Pegiat Seni), dan saya sendiri selaku pegiat literasi. Tema yang dibincangkan seputar potensi kaum muda, dan tantangan yang dihadapinya. Diskusinya amat dinamis, dan saya saat itu mengusulkan agar KNPI Bantaeng, ikut serta mendorong gerakan literasi di Bantaeng, paling tidak ada ruang baca di sekretariatnya, sebagai bentuk pengaktifan kembali taman baca yang pernah ada, sebelum gedung sekretariatnya direnovasi. Dan, di forum ini pula, hadir sepasang suami istri, Rahman dan Erni, yang ingin membikin sejenis perpustakaan di desanya. Ajaibnya, ketika tulisan ini saya bikin, rupanya, sudah lahir ruang baca itu, yang mereka namakan Taruna Baca Sipakalabbiri Bonto Daeng. Saya belum menandanginya, baru sebatas lihat postingan aktifitas awalnya di facebook. Pastilah, agenda berikut bakal dapat giliran untuk disambangi.

Usai acara bincang-bincang di KNPI Ulu Ere, saya bersama Dion, pun menyambangi Serambi Baca Tau Macca Loka, yang pekan sebelumnya telah dilaunching keberadaannya. Dari kabar yang saya pantau di facebook, acara peluncuran ini dihadiri oleh Poni Gassing, unsur Dinas Perpustakaan Bantaeng, beberapa pegiat dari gerakan 1001 Buku, dan sekaum muda inisiator. Dari bincang-bincang saya dengan pengelola, yang sekaligus serambi rumahnya menjadi tempat bertenggernya Serambi Baca ini, Abi Pasker, saya mendapatkan info banyak tentang mulai dari motif pendirian, hingga aneka kebutuhan pelengkap bacaan. Dari sekitar pukul 17.00, sampai 18.00, tidak terasa lamanya perbincangan. Apatah lagi, perbincangan menjadi lebih hangat, karena dilengkapi dengan kopi panas, yang segera menjadi hangat karena cuaca dingin mulai merasuk raga.

Setelah tunaikan shalat Magrib, saya dan Dion pamit pulang ke kota. Sepanjang perjalanan, aura pesta pergantian tahun mulai terasa. Bahkan, hingga di pelosok pun acara menanti pergantian tahun, disambut dengan berbagai macam perhelatan. Habis melunaskan kewajiban shalat Isya, saya merapat ke tempatnya Dion, yang sekaligus sebagai markasnya Teras Baca Lembang-Lembang. Di tempat ini pula, acapkali anak-anak Komplen, sebuah komuitas pegiat seni, berkumpul. Dan, di malam tahun baru 2017 ini, saya menghabiskan waktu bersama dengan mereka. Ada acara ngobrol, nyanyi-nyanyi, dan makan-makan nasi santan-ayam bakar. Tidak ada resolusi bersama malam itu, namun secara personal, saya menancapkan janji, akan kembali berkencan dengan Serambi Baca Tau Macca Loka.

***

Rindu yang membuncah untuk mengencani Serambi Baca Tau Macca Loka, benar-benar sudah di ubun-ubun. Pekan pertama Februari 2017, tepatnya hari Sabtu, sekira pukul 10.00 pagi, saya dan Dion meluncur ke Loka. Perjalanan kali ini mulus, tidak ada hujan yang mengiringi, hanya sesekali tiupan angin yang agak kencang. Saya sengaja tidak memberi tahu sang pengelola, Abi Pasker. Soalnya, saya ingin datang begitu saja, apa adanya. Ini sejenis sidak, biar bisa menangkap keautentikan suasana, persis seperti kunjungan perdana, alamiah. Betul saja, dengan keramahan tuan rumah, segalanya menjadi beriang, aura bahagia meluap-luap. Saya lalu menyerahkan sekantong buku anak-anak, yang merupakan wakaf untuk Serambi Baca.

Sesarinya, saya membawa dua kantong buku, yang satunya lagi saya peruntukkan untuk Serambi Baca Bonto Lojong, yang jaraknya setempuh 3 km dari Loka. Jadi, ada kembarannya Serambi Baca yang di Loka ini, berlokasi di desa Bonto Lojong. Saya sedari awal sudah meniatkan bakal melanjutkan perjalanan ke sana, tapi karena sang pembonceng, Dion, agak kurang fit. Akhirnya, rencana ke Bonto Lojong dipendam dulu, nanti dapat giliran berikutnya. Tapi, sekantong buku itu, saya sudah titip di Loka. Dan, esok harinya, telah diantar oleh Abi ke Bonto Lojong. Sebelum balik, saya sampaikan pada Abi, bahwa akan waktu khusus untuk bersama-sama ke Bonto Lojong, menyambangi sang kembaran. Sekira pukul 13.30, saya dan Dion izin pamit pulang. Ada senyum bahagia menandai perpisahan kami. Sekantong buah advokat buat kami dari tuan rumah, adalah penanda lainnya.

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221