Luruh
Telentang pada hamparan pasir
Teriakan ombak tak lagi sama
Kau lihat dia di bibir pantai
Rinduku dahulu
Seperti alunan hempasan air laut mencumbu tepian karang
Menjauh lalu mendekap lebih erat
Gelora ombak luruh saat air surut
Apa kau yakin air yang pergi meninggalkan
Serupa pada yang kembali?
Reyot
Ukirannya telah lapuk diterkam waktu
Terurai; lepas pada bentuknya
Pelitur kusam tampak usang
Bau dan noda; membuatnya tak menarik
Kubawa langkahku (lagi) menujunya
Lelah berdiri; Aku duduk bertumpu tungkainya
Ada yang menepuk; jangan di situ (katanya)
Tapi tak terlihat yang lain
Aku (masih) mampu menikmati
Dia datang menawarkan kursi baru
Coklat basah; mengkilap. Kokoh; lebih indah
Kemarilah! Ini untukmu;
Menopang kau mengukir cerita
Tidak! Kursi ini (tetap) sama
Kenanganlah yang memikat seperti waktu pertama kulihat
Ketika dihantar menuju rumahku
Kusambutnya penuh bahagia
Aku hanya perlu sedikit merawat dan memolesnya
Dia menarikku, coba kau rasakan!
Nyamannya membuatku terlelap di atas kursi baru
Terjaga dalam mimpi,
Kubuka mata; cerita telah menua bersama kursi reyot
Kelor
Ranting daun kelor kupatah berkali-kali
Sekiranya berhenti di sini untuk menggugurkannya
Harus kucabuti satu-persatu dari tangkai yang halus
Untuk meraih dedaunan yang utuh tanpa tulang
Rangkaian kecil lebih sulit diretas
Serupa menyatukan
Rimbun di rekat pohon
Dia bisa lepas dengan mudah
Ketika saatnya dia harus jatuh
Pula telah menyingsing makna
Seorang penggembira di tim hore dunia anak-anak. Perempuan yang menyukai bau pepohonan lembab dan gemar bertualang di samudera dongeng.