Segerombolan petugas medis panik. Sepasang kaki posisi litotomi tidak cukup untuk membebaskan bayi dari jalan lahir. Membantu persalinan bukan pekerjaan gampang.
“Besar bayinya kapang ini?” sahut dia.
“Angkat mi kakinya sampai menempel perut,” nada panik terdengar
Saya termangut-mangut ngeri menyaksikan proses persalinan. Sahabat saya itu punya keberanian lebih. Pelatihan membantu persalinan digabungkan dengan membaca buku sepertinya cukup bagi dia.
“Sudah mi, bu. Tarik maki nafas ta.”
Nada panik sepertinya sudah mereka. Diiringi tangisan bayi menggenangi seisi ruangan. Saya beranjak maju. Memakai alat pelindung diri. Gunting dan klem berukuran sedang membuatku seperti tukang daging.
Darah dan air ketuban bercecer. Spoit berisi uterotonika disematkan tegak lurus menghujam paha kiri ibu. Klem berukuran sedang itu menjepit sebuah tali yang sudah terpisah dari bayi. Gerakan mengeluarkan plasenta pada pelatihan lalu muncul di kepalaku disusul dengan seorang bernama Lauralee Sherwood.
Lauralee Sherwood bukan kekasih saya. Apalagi seorang perempuan yang berhasil mencuri pandangan, jatuh hati, lalu enggan untuk diungkapkan. Dia juga bukan seorang dewasa yang jengkel dengan pertanyaan-pertanyaan anak kecil.
Dia adalah seorang yang bercerita banyak tentang plasenta. Di dalam bukunya berjudul Human Physiology: From Cell to System. Menurutnya, plasenta adalah pelindung mudigah. Setelah selesai bertugas melayani mudigah, ia harus keluar dari dalam rahim.
Melalui tali pusat yang terdiri dari dua arteri dan satu vena, mudigah memperoleh nutrisi dan membuang sisa metabolisme. Plasenta juga melakukan fungsi pencernaan, pernafasan, dan ginjal untuk mudigah. Jangan lupakan fungsi plasenta bersama air ketuban meredam benturan pada mudigah. Plasenta juga menghilangkan mual muntah pada ibu hamil.
Lauralee Sherwood adalah orang baik yang merawat rasa ingin tahu penikmat sains. Dia menjadi orang dewasa yang menjawab pertanyaan fungsi tubuh. Saya sendiri lebih memilih buku dibanding harus berselancar di website. Selain menyesatkan, kadang rasa lapar pertanyaanku belum lampias.
Kalian tahu plasenta berisi pembuluh darah. Jangan heran, jumlah kedaruratan disebabkan perdarahan setelah melahirkan banyak terjadi. Sisa-sisa plasenta, kotiledon, tidak sungguh-sunggu diusir keluar secara bersih dari dalam sana. Mengerikan! Keringat dingin bercucuran.
Temanku menyiapkan sebuah kantong plastik. Tawa cengengesannya menjengkelkan. Plasenta sudah muncul keluar dari dalam sana. Berangsur-angsur perdarahan mereda. Pelatihan persalinan betul-betul membantu untuk saya yang malas membaca buku.
Ibu itu sudah bersih. Kasur tempatnya berbaring sudah bebas dari darah dan ketuban. Alat yang digunakan membantu persalinan disterilkan kembali. Bakteri memang menjadi musuh besar manusia saat infeksi. Duduk memang paling nikmat sambil mengamati sosial media. Bayaran setimpal untuk mengusir lelah. Menikmati foto, membaca status, ataupun menonton video.
Tiba-tiba, saya tertarik dengan sebuah video. How umbilical cord blood save your life? Video itu awal berbicara tentang darah dari tali pusar yang dapat menyelamatkan hidupmu. Dilanjutkan dengan berbagai penjelasan metode ilmiah serta hal-hal yang tidak pernah kamu jumpa sebelumnya. Video itu berakhir dengan menceritakan seorang bernama Chris berhasil terselamatkan hidupnya dari penyakit leukemia dengan tiga kantong darah tali pusar.
Saya takjub menonton itu, tapi tunggu dulu. Apakah sungguh-sungguh manusia membutuhkan ini tanpa mengorbankan yang lain?
Di Indonesia, manusia gagap diperhadapkan dengan kemajuan sains. Hari ini mungkin kita berhadapan dengan plasenta yang berakhir di kantong plastik. Mungkin sudah ada ribuan yang sudah membusuk. Mungkin ada juga yang sudah dikubur, dibiarkan tumbuh, dan kelak manusia yang dulu hidup bersama plasenta memandang saudaranya.
Tidak perlu terlalu gelisah. Indonesia tetap tidak akan melek sains. Kita hari ini hidup sebagai konsumen hasil sains. Toh, eksploitasi besar-besaran untuk menunjang sains tumbuh besar. Masalahnya, kita tahu bahwa kita bukan sedang berada di ruang kompromi. Menegosiasikan kepentingan tentang siapa sang pemenang dalam membebaskan manusia dari berbagai penyakit.
Demikian juga dengan plasenta. Mungkin ada berbondong-bondong perempuan bertukar ovum, menjadikan rahimnya sebagai tempat tumbuh plasenta, atau banyak kemungkinan lain yang bisa diekploitasi. Mereka mempertukarkan tubuh dengan materi. Kerumunan yang tidak berkuasa atas tubuhnya. Ini mungkin cuman mimpi buruk saya.
Menyaksikan video itu, saya makin percaya kata Rocky Gerung. Perempuan adalah pemberi hidup. Ia menghasilkan manusia juga mengobati peradaban.
Lahir di Makassar, pada 16 Februari 1991. Terlibat dalam Komunitas Literasi Makassar, ia mengaku banyak mendapatkan kejutan-kejutan dan manusia cerdas. Setelah selesai sekolah medis selama 7 tahun, sekarang sudah jadi dokter. Mondar-mandir di koridor rumah sakit kayak kain pel. Telah menulis buku berjudul: “Sekolah Medis dan Bikini Bottom” (2019). Dapat dihubungi melalui Email: wwdableyu@gmail.com.