Karisma

Di sebuah kenduri keluarga, seorang ibu menatap anaknya, tak berkedip, lurus menyentuh hingga terasa ke palung hati terdalam. Tanpa kata-kata, hanya gerakan mata. Sebagai penanda ada sesuatu yang menyimpang dalam geraknya. Si anak  sadar dia harus segera  mengubah perilaku.

Di tempat lain, kakak-adik sedang terlibat percekcokan kecil yang makin lama makin serius. Si kakak tidak mau kalah, adik terlebih-lebih. Suara tinggi ibu tiba-tiba terdengar menggema ke dalam ruangan. Menghentikan dua anak kecil yang sedang bertikai.

Ini cerita zaman saya kecil dulu. Dengan hanya menggerakkan bola mata, ibu saya berhasil meredam kenakalan kecil yang saya perbuat. Sekarang, kata orang mata itu sudah tidak lagi memiliki kekuatan magis. Dibelalakkan sampai mau copot pun anak akan bergeming.

Semakin sedikit orang yang memiliki karisma, yang mampu memberikan pengaruh ke orang-orang dan lingkungan sekitarnya. Mulai politisi, aparat pemerintah, hingga lingkungan sekolah dan rumah. Sebagian besar masih menggantungkan diri pada unsur lain untuk bisa menegakkan pengaruhnya. Ada iming-iming hadiah, ada sosok hantu terselubung, dan ada puluhan tokoh fiktif di luar sana yang siap mereka kerahkan untuk memangsa anak-anak  jika tak patuh.

Kita semakin tak berdaya di hadapan anak-anak yang dalam rentang waktu singkat telah menjelma jadi besar dan kuat menapakkan kaki-kakinya. Mereka bukan lagi anak-anak balita yang bisa kita perintah dan marahi kala tidak patuh. Atau mengurungnya di dalam gudang yang gelap manakala kehendaknya tak berkompromi dengan keinginan kita. Mereka kini bisa melawan dengan fisik, pandai membantah dengan kata-kata, juga berdalih dengan kalimat logis. Jika tak siap orangtua bisa tergilas.

Beberapa kejadian semakin menguatkan fenomena ini. Seorang anak laki-laki usia SD berbadan tambun bersuara keras nyaris membentak ibunya di atas angkutan umum karena si ibu menginginkan si anak untuk ikut dengannya ke sebuah tempat, sementara anak tersebut tidak berminat sama sekali. Atau debat kecil sehari-hari yang sering kali terjadi di depan mata. Gara-gara keinginan orangtua yang berbenturan dengan keinginan anak.

Saya merekam semua tengara itu dengan pikiran yang was-was dan miris. Akan jadi seperti apa model hubungan itu lima hingga sepuluh tahun yang akan datang? Jika masih di usia pra remaja seperti ini tidak tumbuh rasa hormat dan penghargaan pada orang-orang yang lebih tua, khususnya orangtua sendiri. Hidup sudah tak ada bedanya dengan gambaran kisah dalam sinetron televisi. Anak yang susah payah dibesarkan, setelah dewasa justru balik meraup harta benda orangtua setelah berhasil mengusirnya. Atau bisa jadi sebaliknya, orangtua yang terus-menerus bersifat kekanak-kanakan meski sudah bercucu dan bercicit. Sehingga keteladanan pun jadilah barang langka yang makin jauh dari jangakuan.

Menanam pengaruh

Setiap kita ingin menjadi orang yang berpengaruh, mudah memengaruhi orang lain, khususnya anak-anak yang menjadi tanggung jawab kita bersama.  Memang benar orangtua adalah orang pertama yang wajib dihormati dalam kehidupan setiap manusia. Tetapi zaman sudah bergeser, doktrin agama saja tidak kan cukup mengawal manusia untuk tetap berjalan pada koridor yang telah ditentukan. Ia perlu ditopang oleh unsur-unsur lain. Seperti keteladanan yang nyata dari tokoh-tokoh agama dan masyarakat, kepedulian dan belas kasih yang dipancarkan sepanjang waktu, juga kesederhanaan dalam berperilaku sehari-hari.

Karena generasi muda melihat, mencontoh orang-orang dewasa di sekitarnya. Bukan meminta mereka mendengar petuah atau nasihat yang bagaikan pita rekaman suara yang diputar berulang-ulang, tetapi nihil praktik. Angin pun menyeretnya menjauh, tak menyisakan jejak dalam jiwa. Sudah saatnya kita meninjau kembali cara-cara pendekatan yang selama ini kita tempuh. Banyak hal yang perlu dibenahi di sana.

Beberapa orang bertanya dan penasaran bagaimana cara memengaruhi anak-anak agar mereka mau mendengar, mau bekerja sama, dan berjalan beriringan ke tempat tujuan. Kata Thomas Gordon, penulis favorit saya, agar seseorang dapat menjadi agen pengubah yang baik, mereka harus mengikuti prinsip-prinsip dan praktik-praktik tertentu yang telah teruji. Mereka telah belajar menjadi “konsultan” yang baik.

Konsultan yang baik tahu kapan klien (anak) mereka siap dan menerima orangtuanya sebagai konsultan. Salah satunya, anak dalam keadaan siap mendengarkan dan punya waktu luang. Orangtua pun dalam hal ini melengkapi diri mereka dengan data-data yang cukup. Misal dalam hal merokok, pornografi, dll. Kita perlu mencari tahu seluk-beluk tentang rokok, manfaat dan kerugiannya. Seperti apa bahaya pornografi, bagaimana berselancar di dunia maya dengan aman, dan sebagainya.

Unsur lain yang saya tambahkan, orangtua mengerti cara atau metode berbicara yang enak dan nyaman dengan anak. Karena meski tujuannya baik, tetapi caranya tidak nyaman, pesan yang sampai akan terpental kembali. Dan di atas segalanya, agar pengaruh kita efektif, sekali lagi, orangtua adalah pihak pertama yang perlu menunjukkan contoh atau teladan nyata akan hal yang ingin kita ubah.

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221