Mata Najwa, Mata Literasi

Tetiba saja soal kata  “mata” menyeruak ke permukaan. Setidaknya, telah meliliti pikiran saya. Tapi, bukan urusan mata pencaharian, yang tidak jelas matanya. Soalnya, pertanyaan yang paling saya hindari, karena amat sulit menjawabnya, tatkala ditanya perkara pendapatan, persisnya pekerjaan. Lebih mudah menjawab kalau diminta pendapat atas pasal-pasal hidup dan kehidupan. Pendapatan atau pekerjaan, sejatinya, berurusan dengan mata pencaharian. Sesuatu yang selalu dicahari sehari-hari, bahkan seharian, demi mempertahankan hayat sehari. Singkatnya, ihwal mata yang saya guamkan, karena telah menghidu pekan kedua, bulan kemerdekaan negeri kita.

Apa kejadian di pekan ini? Liga Primer Inggris, 2017-2018, ditabuh genderang perlagaannya. Selaku gooners, pendukung Arsenal, salah satu mata yang selalu saya mata-matai, tatkala berlangsung Liga Primer Inggris, adalah Juan Mata, pemain berkebangsaan Spanyol. Bagi saya, Mata yang satu ini adalah momok yang menakutkan, khususnya kala berlaga antara Chelsea dan Arsenal. Mata saya selalu memata ke Mata. Pun, ketika Mata pindah ke Manchester United, sama saja. Mata saya menjadi liar, ketika Mata, sang gelandang serang mulai menggiring bola. Berkali-kali saya harus memicingkan mata, bila bola sudah menyentuh kaki Mata. Bahkan, mata kaki Mata sering pula ia fungsikan untuk mengecoh mata penjaga gawang Arsenal. Untunglah, laga pembuka Arsenal tidak berhadapan dengan Manchester United, melainkan Leicester, sehingga, usai pertandingan, saya bisa memejamkan mata, bertai mata pula.

Kejadian lain di pekan ini, yang menyita begitu banyak anak negeri, khususnya pemirsa televisi, tatkala Najwa Shihab mengundurkan diri dari Metro TV. Otomatis program siaran Mata Najwa, pun ikut hilang. Padahal, Najwa telah menekuni dunia jurnalistiknya selama 17 tahun, dan program Mata Najwa telah memangsa waktu 7 tahun. Banyak desas-desus yang mengemuka tentang latar pengunduran dirinya itu. Pun, banyak yang merasa kehilangan acara pavorit, sebab menganggap Mata Najwa adalah mata pemirsa. Namun, tidak sedikit yang beriang gembira, apatah lagi yang motifnya berdasar pada kebencian terhadap seorang Najwa.

Saya termasuk yang merasa kehilangan acara unggulan. Sebab, terkadang saya serahkan mata saya ke Mata Najwa, buat mewakili kepentingan saya, yang tidak mungkin masuk TV. Bagi saya, putusan Najwa yang mengejutkan itu tidak perlu ditangisi berlama-lama. Apalagi, saya langsung teringat dengan satu judul dari Koes Bersaudara, “Aku Tak Peduli”. Pun, saya segera menghibur diri dengan semboyan kekinian dan kedisinian, EGP, emangnya gue pikirin. Justru yang saya pedulikan dan pikirkan, apa yang bakal dilakukan Najwa selanjutnya? Kira-kira pertanyaannya, What the next?

Sebaiknya, saya nukilkan alasan Najwa sendiri. Paling tidak, berdasarkan informasi yang naik ke permukaan, Najwa ingin mencari suasana baru. Terkesan diplomatis adanya. Walau dalam sebuah wawancara, manakala ditanya oleh seorang jurnalis, dengan mantap Najwa menjawab ingin lebih berkonsentrasi –salah satunya—di gerakan literasi. Bukankah Najwa telah didapuk sebagai Duta Baca Indonesia? Juga dimandatkan pula padanya selaku Duta Baca Pustaka Bergerak Indonesia? Jawaban inilah yang pasti saya pedulikan dan mesti gue pikirin.

Soal literasi bagi Najwa adalah soal serius. Seperti yang pernah ia ungkapkan pada harian Kompas, Agustus 2016, yang menyajikan data dari The Organisation for Economic Co-operatin and Development (OECD) bahwa “Budaya membaca masyarakat Indonesia berada pada peringkat terendah di antara 52 negara di Asia. UNESCO melaporkan bahwa kemampuan membaca anak-anak di Eropa dalam setahun rata-rata menghabiskan 25 buku, sedangkan Indonesia mencapai titik terendah yaitu 0 %, tepatnya 0,001 %.”

Dan, benar saja adanya. Keseriusan Najwa menggumulkan diri pada pemajuan minat baca masyarakat Indonesia, bukan sekadar kedipan mata. Baru saja di pekan ini, Najwa telah memulai debutnya dengan menggandeng jajaran Kapolri, lewat Jenderal Tito Karnavian, meresmikan Pojok Baca Polda Metro Jaya. Janji Kapolri yang diutarakan pada acara itu, akan memerintahkan jajarannya ke bawah, pada Polda dan Polres di seantero negeri, untuk membikin yang serupa. Masih di pekan ini pula, Najwa telah bersafari ke Nusa Tenggara Timur, guna memenuhi undangan pemangku jabatan dan masyarakat, untuk  bersilat pikiran tentang literasi negeri. Jadi, bolehlah saya menganggap, kini Mata Najwa, berpindah dari dunia maya ke dunia nyata. Pada kekiwarian waktu, Najwa lewat matanya, bakal membuka mata anak negeri dengan mata literasi.

Ah… saya merasa makin dekat dengan matanya Najwa. Mata saya dan mata Najwa bersetatap, untuk membuka mata anak negeri agar tidak berkubang dalam lumpur tunaliterasi. Mata literasi mesti dibelalakkan. Bagi pegiat literasi semisal saya, turunnya Najwa ke gelanggang yang lebih nyata, bagai tambahan amunisi untuk membangkitkan semangat perlagaan. Ibarat Arsenal mendapatkan pemain baru di musim ini, yang siap menembakkan peluru golnya, dari Meriam London Utara. Lha…, ngapain larinya ke Arsenal alur tulisan saya ini? Wow… rupanya, ini buntutnya, saya ingin menabalkan kembali, bahwa seorang Najwa Shihab, pun seorang gooners, pendukung Arsenal.

Boleh percaya boleh tidak akan ke-gooners-an Najwa. Tapi tengoklah foto-fotonya. Minta tolong saja pada paman gogle, ketik Najwa Shihab dan Arsenal, maka sederet gambar Najwa dengan jersey Arsenal menyapa. Dan, saya bisa pastikan, bakal bertemu dengan salah satu qoute-nya, “Pecinta Arsenal itu orang-orang setia, ya nggak sih? Maksudnya kita percaya proses dan kerja keras”. Saya setuju saja seribu persen pada Najwa. Dua jempollah buat Najwa. Berarti, berlapikan pada uraian saya sebelumnya, beranilah saya simpaikan simpulan, bahwa saya dan Najwa memilki – sekurangnya—dua persamaan, pertama selaku pegiat literasi, kedua sebagai gooners. Najwa, kita satu barisan, walau tidak mesti kita ikut berbaris di acara tujuh belas agustusan nanti.

Lalu, saya membayangkan, mata Najwa dan mata saya, menjadi liar. Sebab, di akhir pekan ini, Liga Primer Inggris mulai bergulir. Dan, Arsenal pada laga perdanya bersua dengan Leciester, sang juara musim 2014-2015. Untungnya Arsenal memenangkan perlagaan, sekaligus mengakhiri kutukan laga perdana, di tiga musim terakhir, yang selalu kalah pada pertandingan pembukaan di kandang sendiri, Stadion Emirates. Tapi Najwa, sembari menggumuli gerakan literasi, memindahkan program Mata Najwa ke Mata Literasi, jangan lupa, pekan-pekan mendatang, perlagaan antara Arsenal dan Manchester United, baik kandang maupun tandang, di situ ada Mata, yah… Juan Mata, yang mesti kita mata-matai. Jangan sampai bola mata kita, melompat dari kelopaknya, gara-gara mata penjaga gawang Arsenal, gagal memata, akibat kecohan mata kaki Juan Mata.

 

Foto: Tempo.co

 

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221