Setiap negara modern memiliki ideologi sebagai landasan dalam bersikap. Ideologi menjadi acuan bagi warga negara dalam melihat, menimbang, dan menilai apakah sesuatu itu kemudian terhukumi sebagai perbuatan baik ataukah buruk. Karena pada sebuah ideologi terkandung seperangkat nilai-nilai dasar yang menjadi pondasi dari kerangka berpikir penganutnya. Maka ia menentukan bagaimana bentuk dan rupa dari bangunan secara keseluruhan, apakah ia menyejahterakan atau tidak, mengayomi atau tidak, memberi rasa aman atau tidak, dan seterusnya dan sebagainya.
Ampuhnya sebuah ideologi pada suatu negara juga bisa berlaku relatif. Artinya, ia perkara cocok tidak cocok. Boleh jadi ia cocok di suatu negara namun belum tentu ia cocok di negara lainnya. Karena idealnya sebuah ideologi berangkat dari kebutuhan bersama dari warga negara berdasarkan konteks sosial yang ada. Karena pada kenyataannya, tipologi masyarakat berbeda-beda sesuai kondisi geografisnya, iklim cuacanya, berikut local wisdomnya.
Ada yang wilayah negaranya keseluruhannya daratan, ada yang sebagiannya lautan, ada yang perpaduan dari keduanya, ada juga yang mayoritas terdiri dari padang pasir. Ada wilayah suatu negara yang mendiami empat musim, ada juga yang dua musim. Ada yang warga negaranya terdiri dari bermacam-macam suku bangsa dan ada yang hanya terdiri dari satu suku bangsa.
Apakah kenyataan itu pada mulanya adalah kehendak kita untuk menjadi siapa, bersuku bangsa apa, lahir di mana, dan sebagainya. Ataukah itu sebuah ketetapan dari Yang Maha Kuasa? Dan oleh karenanya ia merupakan sebuah keniscayaan?
***
Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Sebuah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa, negeri maritim sekaligus agraris, dengan latar sejarahnya yang cukup panjang sebagai sebuah kerajaan yang sempat digdaya di seantero Asia Tenggara.
Pada awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sempat terjadi perdebatan yang cukup alot perihal apakah kiranya ideologi yang tepat untuk Indonesia. Ada kelompok yang menginginkan Indonesia berlandaskan agama Islam, ada yang menginginkan Komunisme, ada yang pula kemudian kelompok yang merumuskan ideologinya sendiri di luar arus mainstream ideologi internasional waktu itu antara blok barat dan blok timur. Antara demokrasi kapitalis dan sosialis komunis.
Di dalam negeri sendiri perseteruan itu dikomandani oleh murid-murid top Cokroaminoto; Kartosuwiryo cs yang mewakili kelompok ideologi berlandaskan agama Islam, Semaun cs kelompok komunis, dan Sukarno cs kelompok Republik. Yang kemudian merumuskan ideologi Pancasila. Dan berlaku hingga sekarang.
Mengapa Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mengapa Pancasila?
Ada banyak faktor yang menyertainya. Juga kiranya sudah banyak dikemukakan di berbagai kesempatan baik tulisan-tulisan maupun seminar. Namun, kalau dilihat dari sudut pandang dan kerangka berpikir sebagaimana dikemukakan di awal tulisan, ideologi sebuah negara baiknya berkesesuaian dengan konteks masyarakat dan kondisi geografisnya. Maka bentuk negara Republik, dan Pancasila sebagai ideologinya yang lebih tepat. Sederhana saja, berangkat dari kesadaran bahwa Indonesia memiliki komposisi yang demikian berbagai-bagai dan oleh karenanya memerlukan rumusan yang berbeda dengan negara lainnya.
Maka, kebijakan untuk mengadopsi ideologi dari luar konteks Indonesia, bisa berarti penyangkalan terhadap jati diri bangsa, yang sejatinya merupakan sebuah keniscayaan. Lebih lanjut merupakan sebuah pengkhianatan terhadap kesepakatan berbangsa dan bernegara kita. Dan itu bisa berarti distorsi bagi padanan yang ada. Syukur ia dilakukan dengan pendekatan yang metodologi- kultural, maka transisinya terjadi begitu soft dan tidak memerlukan cost yang banyak. Namun pada kutub yang paling ekstrim, ia bisa mempersyarati sebuah revolusi. Dan cost-nya terlalu mahal untuk itu.
Mahasiswa Universitas Mulawarman, Program Studi Hubungan Internasional.
Bisa dihubungi di nomor: 085245635568.