Perempuan Kedua dan Puisi Lainnya

Setelah Merdeka

Sekarang betapa mudah mengangkat bendera merah putih itu. Menanamnya di perut bumi. Dengan tiang-tiang bambu.

Kadang dibuat melintang di atas genteng, menjalari seperti ular naga yang melintas bolak-balik, di tiup angin. Begoyang-goyang seperti suara daun bambu

Merah putih berkibar berkelabat di setiap benak pandunya

Melayang layang di bumi Indonesia. Dengan susah payah

kemarin badan koyak, mengucur-ngucur keringat. Apalagi darah

semburat warna bendera. Betapa berat sungguh

Sampai sekarang, tubuh masih kesakitan mengingat

hayat dirajah penjajah

 

—-

 

Memunggungi Buku

 

Mereka tak mencintai buku-buku

Hidungnya lebih sayang di bibir perempuan

Melepas sarung setelah hujan

 

Mereka tak mencintai buku-buku

Memahami pagina tak sudi

ketika satu kata hilang dibawa air

 

mereka tak mencintai buku-buku

seperti semut tak menyukai minyak tanah

 

mereka tak mencintai buku-buku

mereka tak mencintai buku-buku

mereka tak mencintai buku-buku

 

mereka sudi sakit memanggul

dipunggunginya berlama-lama, kata-kata

 

 

Perempuan Kedua

 

Kau putuskan dia

Setelah janji tidak kau tunaikan

“Aku mencintaimu entah sampai kapan”

Kau mengucapnya pelan

di bawah desir angin

Seperti sepotong sajak cinta

“Tunggulah aku, ketika muka-muka menjadi bahagia”

Tapi, itu justru naskah entah siapa

penulisnya. Kau ucapkan seperti

suatu kebiasaan di sore hari

saat burung-burung berdecit mengakhiri

senja yang ganjil

 

Kau tinggalkan dia

Setelah seorang perempuan menyicil

hatimu sebelah, tapi tidak jiwamu

yang kelimpungan akibat air matanya

membentuk sungai tempat ganggang

tumbuh di hati yang koyak

 

Kau tinggalkan dia

begitu saja dipias sepi

membuat hari-hari gelap

setelah rembulan kau berikan

ke dalam mata perempuan itu

yang kau tatap setiap malam

“Aku bakal menyanyangimu, setiap jiwaku”

Itu kau ucapkan, ketika siang

Berhari-hari dan, malam pun tiba

Kembali kau pandangi lagi, bulan

Di mata perempuan itu

 

Kau tinggalkan dia

dengan bibir gemetar

sekaligus kau ambil mataharinya

dibenamkan di hati

perempuan itu yang bakal

kau katakan “ini matahariku, pakailah jika kau mau”

dengang harap suatu waktu

dia melunasi hatimu yang masih

setengah, tapi bukan jiwamu

 

Kau tinggalkan dia

seperti baru saja terjadi

dengan rembulan dan matahari

yang kau rebut paksa, siang malam

untuk perempuan kedua

yang tak pernah kau temui

 


sumber gambar: google

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221