Sejuk

Aku mendengar suara lirih dari kampung seberang di sebuah surau kecil tepi sungai. Sesayup kalimat-kalimat sejuk menyeruak alam hijau sekitar. Manusia yang paling baik di sisi Tuhan adalah yang paling banyak manfaatnya bagi sesama manusia. Perbanyaklah mengingat Tuhanmu, serukanlah kalimat salam, kalimat doa dan keselamtan untuk sesama. Jangan menciderai sesama dengan cara apapun, verbal dan laku kasar. Sebarkanlah rahman dan rahim, kasih dan sayang pada segenap semesta raya. Tahukah kamu, bila sifat Rahman dan Rahim adalah akhlak Allah SWT yang tertinggi, kata Ibnu Arabi.

Pesan-pesan sejuk inilah yang mengantar tumbuh-kembangku di kampung negeri Nusantara yang beradab. Tetuaku melanglang-buana menyesap ilmu di negeri para Nabi bertahun lamanya. Mendaras beragam kitab dan hingga berilmu mumpuni. Setelah mudik, Ia tidak saja membawa dan mengajarkan Ilmu yang diwariskan Nabi, tapi juga membawa senyum, akhlak yang tinggi, memuliakan sesama dalam membangun pradaban. Kampungku damai karena teladannya.

Berselang beberapa dasawarsa kemudian, generasiku berhasrat mengikuti jejak tetuaku. Ada yang berbondong ke berbagai negeri menyerap ilmu. Pun, mendaras kitab-kitab yang relatif sama. Namun, perkembangannya kemudian pesan-pesan dan sikap yang ditransformasi sangat berbeda dengan para tetuanya. Ia datang kemudian dengan pesan-pesan menghardik tetuanya dan handaitaulannya. Dengan semangat bid’ah, kurafat, merasa benar sendiri, mengkafirkan yang lain bila berbeda tafsir. Jadilah kisruh dan huru hara terpetik pelatuknya.

Tetuaku yang Anre’guru (kiyai) selalu berpesan pada kerabat dan jama’ahnya, bahwa berbeda itu adalah sunnatullah, sebab Tuhan menciptakan kita dengan sarat perbedaan. Karena itulah Tuhan mengaruniai kita akal sehat dan budi pekerti untuk memahami teks-teks secara batiniah di samping memahaminya dengan perangkat ilmu dengan otak. Generasiku kemudian menginterupsi dan menghardiknya, bahwa menggabungkannya adalah sesat, sebab menurutnya teks-teks adalah ketentuan absolut yang tidak bisa menggunakan akal menafsirnya. Maka, jadilah teks-teks itu ditafsir dan dimaknai sepihak dan mengabai tafsir di luar dirinya.

Jangankan tafsir atawa pemahaman agama para tetuanya yang nota-bene juga mengecap pendidikan agama dalam durasi waktu yang cukup panjang dan juga dari pondok pesantren hingga perguruan tinggi di luar negeri sekaliber Universitas Al Azhar di Mesir, ke empat Imam rujukan mayoritas ummat Islam di seluruh penjuru dunia, Imam Syafi’I, Imam Malik, Imam Hambali, dan Imam Hanafie, pun ditolaknya bila bertentangan dengan tafsir dan pemahaman mereka, dan hanya mengapresiasi bila poin-poin pendapat dari empat Imam besar ini sependapat dengannya.

Suatu waktu ketika aku dan istri menunai ibadah umrah ke tanah suci, salah-seorang dari para penjamu di tanah suci yang berasal dari Inodnesia yang sudah cukup lama bermukim di tanah suci Makkah Al-mukarramah, bercerita padaku, bahwa beberapa dasawarsa yang lalu di Masjidil Haram yang menjadi Imam salat di sana itu bergantian dari pengikut empat Imam mazhab besar itu. Nanti setelah para pengikut ajaran Wahabi menguasai beberapa perguruan tinggi hingga masuk istana raja pengaruhnya, maka hingga kini imam salat di Masjidil Haram dan Masjid Madinah al-Munawwarah ke empat mazhab itu tak di zinkan lagi jadi imam, semua dikuasai oleh ustas dan ulama dari paham Wahabi.

Gencarnya propaganda kaum Wahabi dengan menggunakan beragam media dengan ciri khas suka menyalahkan bahkan mengkafirkan paham di luar dirinya, maka krusialitas dan keriuhan saling menyalahkan di ruang-ruang yang dulunya beradab, kini menjadi semakin mengkhawatirkan. Sebab-sebab kecambah ditanamkan di ruang-ruang awam dan cenderung lugu telah mulai menuai. Dengan vulgar dan transparan mempertontonkan dirinya secara radikal dan afiliasi-afiliasinya yang cenderung ke kelompok-kelompok ISIS dan sejenisnya. Gerakan ini dengan sangat mudah dapat kita ketahui apatahlagi bila kita masuk jauh berselancar di dunia medsos yang nampaknya sudah tak terbendung lagi, bahkan sampai ke orang perorang dapat kita akses.

Akhirnya, surauku tak lagi ramah seperti sediakala. Pesan-pesan bijak nan sejuk berubah hardik dan caci maki. Tradisi beragama yang dulu sejuk berubah berwajah garang berpenampilan sangar. Bila tak sesuai dengan tafsirnya akan berbuah, bid’ah, sesat, dan kafir. Rumpunku terpecah belah menjadi firkah-firkah yang saling menohok satu dengan yang lainnya. Para tetua di usia senja mengelus dada di tepi kehidupan yang mulai renta. Sebagiannya tak mau ambil pusing mencari jalan sendiri di ruang-ruang tak bertuan. Para pegiat politik menjadi pecundang, yang penting menguntungkan dirinya. Soal ideologi adalah soal pragmatis yang bisa di tawar-menawar.

Dan pada akhirnya gerakan ini mengeras menggerus generasi muda yang nirakal. Tersedot doktrinasi mengepit kebenaran sendiri. Selainnya adalah salah dan patut dimusnahkan. Bergentayanganlah laku-laku kasar di kampung dan negeriku atas nama agama. Sesekali meriuhinya dengan bom yang tidak hanya menciderai tapi merampas nyawa-nyawa makhluk Tuhan tanpa dalih dariNya kecuali mengatasnamakanNya. Di bumi damai ini telah berulangkali diriuhinya. Semua panik dengan berbagai macam interpretasi sesuai pikiran dan tujuan masing-masing yang kerap mencederai akal sehat dan budi pekerti.

Ah.. aku pun tak mampu berbuat apa-apa kecuali berceloteh pagi di laman-laman fecebook sebagai lahan untuk menyeru kebajikan sekecil apapun itu. Kawan, tetaplah di jalan bajik dan bijak. Mari mengawal negeri ini dengan warna-warni yang indah sebagaimana yang telah diwariskan para perintis kemerdekaan negeri ini. Jangan berhenti menebar kebajikan dan sejukkan negeri ini.

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221