Menyoal Pendidikan di Sudut Malam

Syahdan, malam ini tidak lagi saya menyesap susu bercampur kopi dari cangkir putih. Setelah 3 malam berturut saya berusaha menjadi penikmat minuman pekat itu berharap kantuk tak menghampiri. Menikmati berbagai suguhan pengetahuan yang disajikan oleh ahli yang bukan bidangnya membuat kami para peserta kelimpungan. Bagi mereka yang serius ini adalah kecelakaan, namun bagi saya, ini adalah stand up comedy dengan model klasikal. Satu pelajaran, ada baiknya materi yang apik dipasangkan dengan penyaji yang mafhum persoalan.

Malam ini saya meneguk susu dari gelas cokelat bervolume sedang tidak lagi dari cangkir yang anggun, satu-satunya minuman yang paling saya gemari di dunia. Ditemani Ail teman kecil yang jiwanya seluas semesta. Sayapun menikmati cokelat yang melumer dari seduhan susu  sembari mengingat-ngingat materi diklat untuk memastikan jika pilihan mengikuti diklat dan meninggalkan kuliah serta kelas menulis di KLPI adalah pilihan tepat.

Ternyata hanya sambutan pembukaan diklat yang dibawakan oleh Bapak Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan yang cukup membekas, namun membuat saya tergelitik. Beliau mengatakan “tidakkah kita terheran dengan pendidikan karakter yang baru digalakkan pada era kiwari? Atau mungkin Indonesia baru tersadar setelah 72 tahun merdeka bahwasanya tujuan Pendidikan sejak zaman Ki Hadjar Dewantoro adalah memanusiakan manusia!” Kata Pak Irman diikuti tawa candaan khasnya. Sontak saya merasa tercambuk namun cambukan yang menggelikan.

Bisa dibayangkan setelah puluhan tahun barulah kita ingin kembali pada tujuan awal kita. Mungkin euforia kita yang hiperbola setelah merebut kemerdekaan pada 1945 sehingga membuat lupa beberapa titik penting, seperti tujuan pendidikan. Jadi, mari kita sudahi euforia yang berlebihan ini.

Pekerjaan mendidik adalah kewajiban setiap insan yang berpendidikan, sehingga pendidikan bisa mencetak manusia yang terdidik secara tepat. Konsep awal pembelajaran yang dibahasakan sebagai taman siswa, mungkin juga akan sangat menarik jika digunakan sekarang ini. Penggunaan kata “taman” yang mengundang imajinasi kita pada sesuatu yang menyenangkan, indah, santai dan membahagiakan sepertinya menjadi cover yang baik dalam membungkus akar pendidikan yang memang pahit namun berbuah manis. Jadi sewajarnyalah sekolah adalah tempat paling ideal dan paling nyaman untuk anak-anak mengaktualisasikan dirinya.

Pendidikan adalah proses panjang, hari ini kita mendidik maka 20 tahun kedepan barulah hasilnya terlihat. Untuk itu baiknya kita mengembalikan orientasi sekolah sebagai sarana mendidik yang sesungguhnya. Menjadikan guru sebagai sumber karakter untuk siswa, mendidik siswa menuju cita-citanya bukan lagi guru yang bertindak sebagai pembina upacara di dalam kelas.

Akhirnya saya menenggak susu yang sisa sepertiga gelas dan merenung. Ternyata ada banyak hal menggelitik yang sebenarnya adalah satire agar kita memperbaiki sesuatu. Jadi jangan menaruh syak pada setiap satire yang menggelitik bisa jadi itu adalah stimulus untuk mengolah pikir kita agar menjadi lebih baik. Seperti yang dilakukan oleh bapak kepala dinas.

Sungguh sesuatu yang sangat indah jika kita mampu menciptakan dunia pendidikan yang menyenangkan, sesuai dengan tujuan awalnya. Menyamaratakan semua pendidikan di negeri ini, agar tidak adalagi sekolah maju dan sekolah berkembang. Atau setidaknya guru-guru kembali menginspirasi agar siswa bisa berkreasi, bukan hanya melahirkan generasi kompetisi.

Merumuskan pendidikan memang hal yang sulit. Kurikulum masih dirancang oleh profesor-profersor, sementara yang mempraktikkannya adalah guru dengan tingkat pendidikan umumnya berstrata satu, dan parahnya lagi diajarkan kepada peserta didik yang dianggap butuh pelajaran tersebut, padahal tidak! Apa salahnya jika kita merunut pada guru bimbingan dan konseling yang memberikan layanan sesuai kebutuhan siswa. Apakah pelajaran tidak bisa seperti itu?

Ahhh.. Malam semakin larut, jarum jam telah menemui pucuknya. Lagi-lagi fisik yang butuh istirahat diterungku oleh perhelatan pikiran dan segelas susu cokelat. Akhirnya saya menghantarkan gelas kosong itu menuju dapur, sembari mengakhiri tulisan ini.

 


sumber gambar: news.okezone.com

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221