Menjadilah Orang Gila

Belakangan ini, tetiba saja saya menjadi pecandu sinetron. Waima, tidak semua sinetron saya sakaui. Tapi, sinetron yang satu ini, selalu saya upayakan tonton, meski terkadang tidak utuh. Maklum, jam kerja setiap harinya, berakhir pada pukul 21.00. Dan, perjalanan pulang ke mukim, sekira setengah jam. Bila macet, tentulah saya akan memangsa waktu yang lebih panjang lagi. Sinetron apa gerangan? “Dunia Terbalik”, yang tayang di sebuah stasiun televisi swasta. Inilah sinetron yang menawan saya setiap malamnya. Kesukaan saya, sebab pada sinetron inilah, realitas kadang dibolak-balik. Sehingga, mana yang nyata dan maya, tipis sekali adanya. Apatah lagi, disajikan di televisi, dengan watak hyper reality. Makin kaburlah batas-batasnya.

Persis di dunia nyata. Saya menemukan kenyataan, dunia yang terbolak balik. Apa yang normal, bisa dinyatakan salah. Sebaliknya, apa yang salah, ditabalkan sebagai kenormalan. Tengoklah perilaku bermasyarakat, sesuatu yang benar dan salah, campur aduk. Akhirnya, tibalah pada muara pertanyaan, apakah masih mungkin mendapatkan kenormalan di situasi yang gila? Ataukah sebaliknya, justru kita menemukan kenormalan pada orang gila?

Di kampung saya, setidaknya ada empat orang yang dinyatakan gila, tidak normal oleh masyarakat. Penyebab kegilaannya, beraneka latarnya. Ada yang disebabkan oleh faktor genetik (?), ada yang dilatari oleh himpitan ekonomi, ada yang dikarenakan kegagalan cinta. Pun, ada yang diakibatkan terlalu banyak pikir. Dari merekalah, saya justru banyak belajar, mana yang normal, dan mana yang tidak normal dalam hidup dan kehidupan ini. Bagi saya, sebagai hasil belajar darinya, telah tiba pada penegasan, siapa sesungguhnya yang tidak normal, orang-orang gilakah? Atau orang-orang normal yang gila?

Satu hal yang saya bisa simpaikan sebagai simpulan, bahwasanya, orang gila, telah berhasil membebaskan diri dari terungku dunia. Sementara orang normal, justru takluk pada dunia, bahkan tergila-gila pada dunia. Cobalah tengok, orang gila tidak lagi memikirkan, makan di mana, lauk apa, dan kapan waktunya. Pakaiannya, seadanya saja. Kalau perlu sekalian telanjang. Berjalan ke mana-mana, tiada rasa capek. Tak ada keluhan padanya. Ujar-ujarnya serampangan saja, ogah mempedulikan pendengarnya. Pokoknya, dunia dengan segala isinya; lewat.

Lalu perhatikanlah orang normal. Yang pertama di pikirannya, makan apa, kapan dan di mana. Jika perlu, makan siapa. Yang diurus berikutnya adalah apa yang melengket pada dirinya. Sebab, hal ini terkait dengan citra, sebagai makhluk beradab. Tingkahnya dipersolek. Lakunya dipercantik. Padahal, semua yang melekat pada diri adalah daki.  Walau begitu, keluhan menjadi ungkapan yang menguar. Rintihannya atas upaya menaklukkan dunia, tiada henti. Meski, ujungnya dialah yang ditaklukkan oleh dunia. Sekotah energi dikerahkan, buat menundukkan dunia.

Menuntut ilmu pada orang gila di kampung saya, yang berhasil membebaskan diri dari terungku dunia dan isinya, semestinya dilakukan. Mengambil pelajaran pada orang normal di seantero negeri, yang sukses mengejar dunia, tapi sesungguhnya takluk pada dunia, seharusnya diupayakan. Contoh terbaik dari figur-figur yang berhasil mengais hikmah atas dua sosok karakter yang bersebarangan itu, bisa ditemui dalam kisah-kisah lama. Sekadar menyebut saja, Nasruddin Khoja, Bahlul, dan Abu Nawas.

Persona-persona semisal Nasruddin, Bahlul, dan Abu Nawas, adalah orang-orang normal yang memilih ketidaknormalan menjadi jalan hidupnya. Mematok diri sebagai orang gila yang normal, guna mengolok orang normal yang gila. Bacalah kisah-kisahnya, sesungguhnya, mereka adalah sosok yang amat tinggi posisi keilmuannya, kebijaksanaanya, dan sikapnya terhadap pukaunya dunia. Seluruh tawaran dunia tak berdaya di hadapannya. Orang yang paling berkuasa sekalipun tidak sanggup berbuat banyak pada mereka. Menghukuminya sebagai pelanggar hukum, adalah ketidakmungkinan.

Begitulah orang gila, yang sebenar-benarnya gila. Dunia bertekuk lutut di depannya. Bahkan lebih dari itu, orang gila kebal hukum. Persis seperti Tuhan tak menghukumi orang gila di hari pengadilan. Makanya, tidak sedikit orang normal yang kemudian bermasalah dengan dunia, tetiba saja mendapuk dirinya sebagai orang gila. Surat keterangan mengalami gangguan jiwa, jauh lebih sakti dari surat keterangan sakit apa pun dari dokter. Karenanya, bila ada tersangka korupsi, dan memilih jalan sakit, guna menghindar dari kejaran yang berwajib, itu tidak ampuh. Tapi coba, begitu keluar pernyataan bahwa ia gila, atas permintaannya, maka perburuan terhadapnya akan terhenti. Tapi, sudikah menjadi orang gila, yang diterungku dunia?

Di tengah-tengah kehidupan yang menggila ini, sebaiknya kita menjadi gila, seperti gilanya Nasruddin, Bahlul, dan Abu Nawas. Sebab, dunia yang serba gila ini, yang diisi oleh orang normal yang tergila-gila pada dunia, hanya bisa diselesaikan sakit gilanya, dengan menjadi gila ala Nasruddin Khoja, dkk. Dan, pada konteks inilah, menjadi benderanglah penabalan tutur dari  Sir Muhammad Iqbal, seorang penyair-filosof, asal Pakistan, bahwa perbedaan antara seorang mukmin dan kafir, terletak pada, orang mukmin cakrawala tenggelam dalam dirinya, sedangkan orang kafir ia tenggelam dalam cakrawala. Jadi, menjadilah orang gila, agar cakrawala tertelan, dan bukan ditelan cakrawala. Sekalipun dunia sudah terbolak-balik, baik dunia maya, terlebih lagi di dunia nyata.

 


sumber gambar: https://2kere2beseder.files.wordpress.com/2012/01/nasrettin-hoca.jpg

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221