Heidegger: Esensi Hakikat itu Apa?

Esensi hakikat itu apa? Pertanyaan ini selalu menarik perhatian dalam sepanjang sejarah pemikiran manusia. Tak pernah surut dibahas meskipun seolah tak pernah ada kesepakatan yang sama dalam menelusurinya. Apakah menandakan bahwa kita tak akan pernah sampai kepada esensi hakikat? Atau boleh jadi menandakan bahwa hakikat bertingkat-tingkat dan beragam. Dan mungkin juga maksud dari hakikat adalah pengalaman kita terhadap hakikat. Tak heran jika sebagian orang cukup menyandarkan dirinya kepada teks-teks kitab suci semata dan tak butuh lagi kepada perangkat yang lain. Padahal di sisi lain, teks-teks yang ada di dalam kitab suci tersebut adalah kumpulan dari proposisi-proposisi. Tentu proposisi-proposisi tersebut butuh tafsiran dan ditafsirkan sehingga dalam proses penafsiran itulah niscaya membutuhkan perangkat yang lain. Apalagi Quran telah menegaskan hal tersebut bahwa terdapat ayat yang muhkamat dan ada pula yang mutasyabihat.

Heidegger dalam artikelnya tentang ‘esensi hakikat’ tidak memisahkan antara hakikat dan kebebasan. Hakikat dan kebebasan adalah dua hal yang tak terpisahkan. Penjelasan Heidegger mengenai kebebasan dikaitkan dengan pembahasan eksistensi bahwa kebebasan manusia adalah pertanyaan mengenai tabiat eksistensi. Kebebasan manusia akan diperoleh melalui kontemplasi atau tafakkur atas eksistensi. Heidegger melanjutkan, kebebasan adalah esensi hakikat.

Pertanyaan mengenai kebebasan adalah pertanyaan mengenai hakikat dan pertanyaan mengenai hakikat adalah pertanyaan mengenai hakikat eksistensi. Hakikat tak pernah terpisahkan dari hakikat eksistensi sebab esensi hakikat adalah esensi kebebasan itu sendiri dan kebebasan berada di dalam bentangan keterhubungan dengan eksistensi, keterlepasan, dan keterbukaan dalam menunjukkan dirinya dan realitas alam.

Kebebasan dalam pengertian ontologi adalah membiarkan – menjadi – mengada. Artinya membiarkan entitas-entitas alam dan wujud-wujud alam mengada sebagaimana adanya. Oleh sebab itu jika kita memaknai kebebasan seperti ini berarti kita membiarkan wujud-wujud tersebut menjadi ada atau mengada sebagaimana adanya. Oleh sebab itu pembicaraan kita atau apa yang sedang kita bicarakan adalah tentang sifat alamiah hakikat sebab kehakikian adalah sesuatu yang mengaktual sebagaimana adanya dan sebagaimana mestinya.

Di sisi lain, membiarkan menjadi ada mesti disertai dengan ex-sistent yaitu esensi kebebasan diri mesti ditunjukkan dan harus hadir dalam bentuk yang terbuka dan keterbukaan. Dan saat kita membiarkan menjadi sebagaimana adanya pada hakikatnya meniscayakan keterbukaan. Dalam kata lain kebebasan dasein adalah keterbukaan eksistensi.

Bagaimana dasein kebebasan tersebut nampak kepada kita? Adalah dengan keterbukaannya. Lalu bagaimana dengan keterbukaannya? Adalah dengan mode mengada di alam keterbukaannya. Maksudnya kebebasan manusia berada pada ex-sistent yaitu terbuka dan keterbukaannya kepada alam dan entitas-entitas alam. Dari sini Heidegger ingin melanjutkan pembahasannya menuju mengurai tirai dan atau ketidak tertutupan.

Oleh sebab itu berangkat dari sini dapat dipahami bahwa hakikat wujud mengaktual di dalam wujud hakikat. Terjalin satu bentuk keharmonian secara terus menerus antara hakikat dan eksistensi. Bukan lagi dalam pemaknaan kesesuaian antara konsep dengan wujud eksternal sebagaimana yang dijelaskan oleh sebagian besar filsuf sebelumnya seperti Aristoteles, Descartes, Hegel, dan Kant.

Heidegger datang vis a vis sejarah metafisik dan menunjukkan bentuk lain dalam memahami hakikat melalui fenomenologi. Ia tidak lagi menggunakan relasi korespondensi atau kesesuain konsep dengan realitas. Namun saat memahami hakikat, realitas alam eksternal yang berhadap-hadapan dengan mental, kita membiarkan realitas alam eksternal tersebut menjadi sebagaimana adanya.

Oleh sebab itu, kebebasan hakikat adalah mode dari keberadaan menuju entitas-entitas alam. Hakikat adalah ketersingkapan dan ditemukan, bukan kesesuaian antara konsep dengan realitas eksternal.

Visited 1 times, 1 visit(s) today
  • Views: 253 REFLEKSI ATAS PERTEMUAN DENGAN TEMAN DAN GURU KEHIDUPAN Penderitaan dalam kajian filsafat didistingsikan dalam tiga perspektif. Perspektif pertama memandang penderitaan sebagai sebuah kondisi yang sebisa mungkin dihindari. Hal ini dapat ditemui dalam filsafat hedonisme oleh penjelasan Epikurus. Perspektif kedua memandang penderitaan sebagai hal yang harus dihindari dan berada di luar kendali manusia. Filsafat […]

  • Views: 753 (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak […]

  • Views: 638 Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang […]

  • Views: 241 “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi […]

  • Views: 247 “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan […]


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221