Pertanyaan-Pertanyaan Mengenai Filsafat Moral

Salah satu ruang perdebatan yang tak pernah surut dibahas oleh para peneliti adalah membahas mengenai persoalan moral. Para peneliti mengakui, tak mudah menganalisa persoalan moral, apalagi membangun gagasan mengenai persoalan moral. Suatu ketika Heidegger pernah ditanya oleh salah satu mahasiswanya, “Prof, kapan anda menulis persoalan moral?” “lebih baik anda jelaskan terlebih dahulu kepada saya seperti apa fondasi pemikiran moral, baru setelah itu akan saya jelaskan kepada anda gagasan dan struktur moral”, Jawab Heidegger.

Bisa kita bayangkan jika pemikir besar seperti Heidegger saja tidak dengan mudah memasuki dan membahas persoalan moral. Heidegger melebihi pemikir lainnya menyadari kerumitan persoalan moral. Orang-orang yang begitu mudah menentukan gagasan moral, bisa dipastikan tidak begitu memahami fondasi moral dan persoalan moral.

Tulisan yang sangat ringkas ini tidak bermaksud menjelaskan secara detail persoalan moral. Tulisan ini hanya mencoba memaparkan beberapa persoalan fondasi moral melalui pertanyaan-pertanyaan filosofi berikut ini:

  1. Pertanyaan tentang bagaimana semestinya kita memilih persoalan hidup atau kehidupan adalah pertanyaan setiap manusia, dan persoalan ini termasuk persoalan yang sangat fundamental di dalam persoalan moral.
  2. Selama ini kita selalu memahami bahwa dalam menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya hidup, umumnya kita menjawab dengan bersandar kepada agama, meyakini keberadaan Ilahi, dan meyakini hari kiamat sebagai alam keabadian. Namun paradigma modern mencoba menggeser gagasan tersebut dengan bersandar kepada nilai fitrah kemanusiaan. Sebab itu apakah suatu gagasan moral masih dimungkinkan tanpa bersandar kepada nilai-nilai agama?
  3. Dari pertanyaan sebelumnya kita akan dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan berikutnya, diantaranya: (a) Apakah agama adalah moral dan moral adalah agama? (b) Apakah bisa dikatakan jika seseorang benar-benar bermoral niscaya telah menjadi manusia soleh dan agamais, atau sebaliknya, boleh jadi orang itu adalah orang yang soleh dan taat beragama namun tak berakhlak atau tak bermoral. (c) Apakah sejak awal kita harus memisahkan antara agama dan moral?
  4. Persoalan mengenai relasi antara agama dan moral telah dibahas sejak dahulu. Mungkin dapat dikatakan yang pertama kali membahas persoalan ini adalah Plato saat menukil gurunya, Socrates yaitu saat Socrates berdialog dengan Euthyphro. Socrates bertanya kepada Euthyphro Apakah karena Tuhan memerintahkan sehingga perbuatan tersebut adalah perbuatan yang baik atau karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang baik sehingga Tuhan memerintahkan?
  5. Pertanyaan penting lainnya adalah apakah manusia dapat memahami hukum-hukum moral tanpa harus bertanya kepada agama? Apakah tanpa meyakini agama kita bisa tetap percaya kepada Tuhan, keabadian jiwa, dan jaminan tindakan nilai-nilai moral? Seberapa besarkah relasi antara agama dan moral?
  6. Pertanyaan penting lainnya terkait dengan persoalan ini adalah jika kita meyakini realitas agama bersandar kepada agama, apakah dapat dibuktikan dengan pengalaman? Dalam kata lain, apakah relasi antara agama dan moral merupakan relasi yang bersifat sosial, historikal, dan eksperimentasi atau relasi antara agama dan moral hanya bisa dijelaskan dengan relasi metafisik?

Namun satu hal yang mesti diperhatikan bahwa para peneliti yang menggunakan pendekatan sosial, historis, dan eksprementasi pun dalam menjelaskan relasi antara agama dan moral, menggunakan asumsi-asumsi metafisik, khususnya dalam menjelaskan makna, konsep agama, dan konsep moral.

Oleh sebab itu, pertanyaan tentang relasi antara agama dan moral bukan persoalan yang mudah terutama jika ingin menafikan atau pun juga mengafirmasi. Apalagi relasi di antara keduanya tidak berada di dalam naungan kaidah atau aturan tertentu.

 


sumber gambar: www.theatlantic.com

  • Salah seorang putri saya,  yang masih duduk di sekolah menengah pertama, mengenakan seragam porseninya, T-Shirt yang bertuliskan Exiurose. Semula saya menduga itu adalah suatu slang yang belum ramah di pengetahuan saya. Maklum saja, anak-anak muda sekarang cukup kreatif melahirkan istilah-istilah baru. Rupanya, Exiurose adalah kependekan dari Experience of Our Purphose, yang dimaknakan kurang lebih, pengalaman…

  • Lisan Sebuah getaran keluar dari mulut Dari leher turut decak yang ingin meluap Menggemakan wicara bak pesulap Tadinya dia hanya gesekan paruh dan rongga, Kemudian terluah dalam bahasa Kini gelombang punya rona Sama ketika frekuensi mencipta bahasa pesona Aku ringkih mendengar sebuah suara Pagut memagut, mesti takut Memaksa ikut Itulah lisan yang nista Mencuri hati…

  • Saya lagi mendaras bukunya Taufik Pram, yang bertajuk  , Hugo Chaves Malaikat Dari Selatan. Lalu saya begitu terpesona pada Chaves, yang  menurut  buku ini, “Hugo Chaves adalah pemimpin yang suka membaca. Dari barisan kata-kata yang berderet rapi di dalam sebuah buku itulah dia tahu ada yang salah dengan dunia yang didiaminya. Kesalahan yang dibiarkan langgeng…

  • Harus saya akui, kali ini redaksi Kala teledor soal cetakan edisi 10. Di terbitan tertanggal 27 Maret itu, judul kolom khusus kepunyaan Sulhan Yusuf salah cetak. Tulisan yang seharusnya berjudul Arsene, Arsenal, dan Arsenik, malah jadi Arsene, Arsenal, dan Arsenal. Ini gawat, malah justru fatal. Saya kira, di sini harus diakui, redaksi Kala belum punya…

  • Pada penghujung putaran kompetisi sepak bola di daratan Eropa, bulan Maret 2016 ini, salah satu klub sepak bola ternama, Arsenal yang bermarkas di London Utara, Inggris, negeri leluhur asal muasal sepak bola modern mengalami nasib yang kurang beruntung. Arsenal, yang dimanejeri oleh Arsene Wenger -yang digelari Profesor- pelatih berkebangsaan Perancis, sesarinya adalah satu-satunya klub yang…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221