The Secret of Giving

The secret of giving, rahasia sedekah. Telah banyak uraian tentang sedekah dalam berbagai aspeknya. Secara umum sedekah dipahami sebagai pemberian yang tulus yang justru hasilnya akan kembali kepada  pemberi. Bahkan efek kembalian sedekah itu berlipat ganda. Secara fisik sangat tampak dalam proses sedekah yang dapat manfaat langsungnya adalah penerima, namun justru yang sesungguhnya yang mendapat manfaat lebih banyak adalah pemberi. Pernyataan ini didukung oleh banyak fakta dalam kehidupan bahwa orang yang banyak bersedekah, orang yang banyak memberi adalah mereka yang lebih kaya dan bahagia dibanding orang yang sedikit melakukannya. Ada kebalikan makna dalam sedekah, orang yang memberi justru menerima lebih banyak. Pertanyaan yang tersisa adalah: kenapa bisa demikian?
Secara normatif, pertanyaan tersebut dapat dijawab bahwa Tuhanlah yang memberi nilai lebih atas pengembalian setiap pemberian atau sedekah. Tuhanlah  yang berperan melipatgandakan imbalan setiap sedekah. Dapat juga dijawab dengan prinsip pertumbuhan bahwa setiap kebaikan yang dilakukan akan bertumbuh dan berkembang, begitupun dengan sedekah. Pemberian atau sedekah itu ibarat tanaman, semakin unggul bibit dan lahan serta perlakuan, maka ia semakin bertumbuh melampaui bibit-bibit yang lain. Itulah sedekah diberikan kepada penerima, justru pemberilah yang panen raya. Sedekah yang tulus memutar balik logika umum, memberi sama sekali tidak mengurangi, malahan menambah nilai lebih pada pemberi.
Rahasia sedekah ini dapat juga disibak dengan menelisik prinsip penciptaan dalam pandangan Wahdatul Wujud. Melalui konsep ini, setidaknya, dapat diketahui mengapa setiap pemberian yang tulus, sedekah yang ikhlas, senantiasa membuahkan nilai lebih yang berlimpah bagi pemberi. Sedekah, dalam pandangan ini, selama dilakukan dengan ikhlas, tidak ada jalan lain kecuali hasilnya kelipatgandaan imbalan bagi pemberi. Seolah hal ini menjadi aksioma. Menjadi keniscayaan. Memberi pasti hasilnya adalah keberlimpahan bagi pelakon sedekah. Seolah prinsip ini menjadi ‘kode keras’ yang mengatakan bersedekahlah dengan apapun bentuk kebaikan yang dimiliki untuk menciptakan keberlimpahan bersama untuk semua.
Penciptaan dalam pandangan Wahdatul Wujud  secara hakiki tidak bermakna menghadirkan sesuatu dari “tiada” menjadi “ada”, akan tetapi Yang Maha Ada-lah yang memanifestasi, yang mentajali. Laksana mentari yang memancarkan sinarnya. Sinar matahari tidaklah dicipta dari “tiada” menjadi “ada”, akan tetapi ia mewujud karena adanya matahari itu sendiri. Sinar matahari mewujud akibat dari kewujudan matahari itu sendiri yang memancarkan diri. Dalam konteks  internal keberadaan matahari, pancaran cahaya matahari tidak pernah dicipta dan dimusnah, karena pancaran cahaya tersebut semata tajaliat dari matahari dan keberadaannya bergantung total pada matahari. Begitupun dengan segenap manifestasi, baik yang lahir maupun batin, keberadaannya hanyalah semata pancaran dari Yang Maha Ada, dari Yang Maha Wujud. Manifestasi secara hakiki tidak dicipta dari “tiada” menjadi “ada” akan tetapi ia semata hanyalah pancaran wujudiah dari Yang Maha Ada. Oleh karena itu kehadiran manifestasi bukan berasal dari “tiada” menjadi “ada” akan tetapi ia hadir dari “ada” menjadi “ada”. Keberadaan manifestasi dengan sumbernya ibarat gelombang dengan lautan. Semua wujud gelombang, semua wujud manifestasi adalah “tampilan luar” dari wujud lautan, dari Wujud-Nya.
Dalam konteks konsep ini tidak ada penerima. Yang ada hanya pemberi semata. Karena secara hakiki memang penerima tiada, sebab yang bisa menerima itu hanyalah ketiadaan. Dan secara logis, ketiadaan pun tidak dapat menerima, karena bagaimana mungkin ia dapat menerima sementara ia sendiri tiada. Di sisi lain, bagi yang ada juga tidak perlu lagi menerima “ada” karena hal tersebut sudah ada dalam dirinya secara azali. Oleh karena itu, secara hakiki, dalam pandangan ini tidak ada penerima, yang ada hanya pemberi semata. Sehingga, pada saat pemberi bersedekah, ia sedang “menampakluarkan” manifestasi-Nya. Orang yang pemberi sedekah sedang memerankan peran-Nya, yaitu menjadikan tampak tajaliat-Nya.
Dalam perspektif Wahdatul Wujud bahwa segenap kehidupan ini hanyalah pancaran manifestasi dari Yang Maha Ada, Yang Maha Wujud, oleh karena itu kehidupan ini beserta segala pernak-perniknya hanyalah wujud dari pemberian semata. Wujud dari sedekah semata. Totalitas kehidupan ini hanyalah sedekah dari Yang Maha Memberi. Hanya dengan sedekah inilah, sedekah dari-Nya, sehingga segenap pancaran wujud memanifestasi. Menyata. Satu-satunya pemberi sedekah hanyalah Allah, sebab dalam Wahdatul Wujud hanya dikenal Subjek Tunggal, yaitu Allah SWT, oleh karena itu persyaratan mutlak sedekah adalah ikhlas, yaitu tiadanya subjek pemberi sedekah kecuali Allah semata. Hadirnya subjek lain selain Allah dalam sedekah, yaitu hadirnya “aku” yang mengklaim sedekah, berakibat jatuhnya sedekah ke dalam fatamorgana penciptaan, dan bukan murni lagi merupakan pancaran dari tajaliat-Nya serta memposisikan pesedekah tersebut jauh terlempar dari sumber yang manifestasi, hal ini merupakan posisi kebalikan dari keberlimpahan.
Para pesedekah, selama dilakukan dengan ikhlas, telah memerankan peran Allah dalam menghadirkan berbagai tajaliat kebaikan dalam kehidupan. Ini berarti secara wujudiah ia mengambil posisi tingkat wujud sumber, tingkat wujud keberlimpahan. Ia mengambil posisi kearah tingkat wujud pemberi. Sehingga, secara sadar atau tidak, dengan sedekah ikhlas—pemberian yang dinisbahkan kepada Allah semata, karena Ia memang satu-satunya Pemberi—para pemberi sedekah telah menaiki tangga-tangga ke tingkat wujud keberlimpahan sehingga ia bergelimang dengan keberlimpahan tersebut. Semakin ia sedekah dengan tulus semakin ia menanjak ke tinggkat wujudiah keberlimpahan yang lebih tinggi lagi. Sehingga, sedekah semakin berefek multikebaikan kepada pesedekah tersebut.
Mungkin dengan pandangan semacam ini pula para nabi dan rasul serta para orang suci, tidak memiliki perhitungan dalam memberi, dalam bersedekah. Karena dalam kesadaran mereka, dalam pandangan batin mereka, urusan tajaliat semata, sedekah adalah kekuatan dalam yang ada pada tajaliat untuk menyata, maka bagi mereka bersedekah adalah kekuatan yang nyata untuk berpartisipasi dalam melahirkan manifestasi dalam kehidupan, tentunya dengan kehadiran Allah dan “mereka tiada”. Tiada keraguan akan kekurangan bagi mereka dalam bersedekah karena mereka sadar betul bahwa semua manifestasi merealitas hanya dengan kekuatan sedekah dari Yang Maha Memberi. Setiap kali mereka bersedekah kebaikan maka pada saat itu pula Yang Maha Memberi melimpahkan kebaikan pada mereka dengan keberlimpahan tanpa batas. Sedekah dan sedekah, menaiki tingkat wujud keberlimpahan yang lebih tinggi menuju yang lebih tinggi lagi. Demikianlah cara kerja sedekah dalam menghadirkan keberlimpahan kebaikan yang tanpa batas.
Sumber gambar : Google
  • Sewaktu putri pertama kami berusia tiga tahun, ia mengalami serangan kegagapan dalam berbicara. Ia aslinya ceriwis, banyak tanya, bahkan banyak mempertanyakan segala sesuatu yang ia lihat aneh atau tidak sesuai dengan pemahaman yang ada di kepalanya. Misalnya kenapa tante A begini, sedangkan tante B begitu. Kenapa teman-temannya memanggil orangtuanya dengan bapak dan ibu, sementara ia…

  •   Iduladha memiliki makna kembali berkurban, ditandai dengan penyembelihan sejumlah hewan ternak sebagai simbol pengorbanan seseorang. Kurban dan korban berbeda menurut KBBI. Kurban diartikan persembahan kepada Allah seperti biri-biri, unta, dan sebagainya yang biasa dilakukan saat lebaran haji. Sedang arti korban adalah pemberian untuk menyatakan kebaikan, kesetiaan, dan sebagainya. Makna lainnya, orang/binatang yang menderita/mati akibat…

  • Tradisi nyekar merupakan laku purba pada sebagian besar masyarakat kita. Tradisi ini makin kuat pengaruhnya manakala dotrin agama ikut menguatkan.  Di sebagian masyarakat, utamanya di kampung-kampung menjadikan nyekar sebagai wahana memelihara kualitas spritualitas, tentu dengan ragam ritual di dalamnya. Tradisi  berabad-abad lamanya ini, sudah menjadi denyut kehidupan masyarakat kita, hingga dipercaya membawa keberkahan hidup. Dari…

  • Ada apa dengan perempuan menulis? Apakah ada sesuatu yang istimewa? Dalam pemahaman saya, potensi laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan menulis itu sama saja. Meskipun budaya dan lingkungan setempat tetap berpengaruh pada seberapa pesat berkembangnya potensi tersebut. Bersyukurnya saya termasuk kelompok penganut paham “senang bergerak dengan semangat yang ada di dalam diri, tidak mau dipengaruhi…

  • Kemarin Pancasila dirayakan kelahirannya. Begitulah kebiasaan sebuah bangsa yang gemar dengan seremonial. Segalanya mesti dirayakan, meskipun seringkali tampak kering makna. Sebetulnya tidak salah, namun persoalannya setelah perayaan itu segalanya kembali ke setelan pabrik “lupa pancasila”. Faktanya kita mesti terus terang mengakui bahwa Pancasila seringkali kalah dihadapan kekuasaan, kapital, korupsi, intoleransi, kekerasan, perusakan alam, dan beragam…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221