Ketika Doa-doa Daun-daun Gersang Terkabulkan dan Puisi-puisi Lainnya

HUJAN MUHARAM

Langit muharam kelabu
Lengkapi musim yang suri
Bumi sunyi perlahan diludahi gerimis kamis
Santri- santri menari di bawah rindang ketapang
Bunga-bunga temukan hidup dipenjara kemarau
Tangisan awan semakin sedu
Deraslah hujan
Deraslah hujan
Deraslah hujan
Mengguyur dosa terhadap tuhan
Salam –salam syukur pada-Nya sedalam cinta bertasbih

Hujan muharam membawa cinta- Mu padaku
Di pelukan matahari melisan rinduku pada-Mu

 

Pangkep, 21 September/01 Muharam 2017

 

 

WAHAI ARBINU

Kutemukan syairmu di bawah gundukan pasir
Tentang suara sunyi yang disembunyi
Bagaimana amarah dikunci dalam getiir
Sedalam apa dendam dicuci sepi

Arbinu, kau sepucuk kertas memburam dilepuh hujan petang
Kau suara sajak merima di batas subuh
Melawan pagi mencari sepinya rembulan remang
Ketika dunia mencekik hidup dan ditendang-tendang kekuasaan gaduh

Kau hidup menghirup abu kelabu
Mati membawa sakit dirakit konglongmerat bergengsi
Kumimpikan kau menjolok bintang wahai Arbinu
Di Pencipta Hidup kau mengadu tentang keadilan diperjualbelikan orator penipu

Kau kawan yang baik
Pergi membawa air mata di bawah terik
Titipkan jimat ketika jumat tegak
Tentang sabar meski sesekali murka sungguh menyibak

Arbinu, kau kenangan yang haru
Maafkanlah aku
Terlupakan waktu bahwa sudah tahun ke tujuh
Almamater Tuhan menggagahi almamater kampus di pusara tubuhmu

 

Maros, 29 September 2017

 

 

KETIKA DOA-DOA DAUN-DAUN GERSANG TERKABULKAN

Ketika doa-doa daun-daun gersang terkabulkan
Terdengar lirih dari celah rintik melinggis
Mega-mega hitam histeris di batas-batas langit bengis
Terjalnya jalan kota senandung tamboring disusuri air kali
Tebing erosi bersaksi tentang hutan digunduli jadi pengintai menghantui
Sajak-sajak badai lahir menjemput amarah zaman di punggung bumi
Hiduplah kuncup-kuncup teratai di bawah mata kaki dirantai alergi
Tiram lautan diantarkan gelombang jadi jalan setapak penjarakan perjalanan sepi
Sementara burung-burung pun tak sudi lagi menikmati bangkai para famili
Kemana lagi mata menjumpai mimpi?
Bukankah langit dan bumi dalam prosesi perwujudan doa-doa daun-daun gersang dikebiri?

 

Pangkep, 15 Oktober 2017

 

 

LHO LUNG

I
Kau Jepang merayuku meniduri angan-anganku seperempat malam. Aku tak biasa menulis puisi Lho Lung, rangkaian kata tak bisa mewakili inginku tentang bagaimana aku hendak memperlakukanmu. Mungkin esok atau lusa aku bisa, beri aku waktu berguru pada musim yang romantis, antara hujan dan angin aku pinjam bahasa asmaranya tentang bumi yang merindukannya.

II
Bolehkah aku menjadi angin o…. johar yang merindangi jalan bersalju? Membawa pergi aroma rosa menyusupi dinding-dinding alam sembunyikan ayunya kekasih pada sakura dan halimun jingga berbias orange. Merampas warna pelangi, melukiskan lesung pipi kekasih di buih memutih, dan engkau wahai gelombang jangan hapus senyum itu, sebab senada detak jam menawar sepi, meluruh. Engkau sang badai, sembunyilah dalam kamar-kamar mega karena beliung kuncupmu aku tunggangi mengantar getar doa-doaku menembus ari terdalam jantung kasihku. Jadilah aku syahadat cinta setiap hela nafasnya mengalun rindu.

III
Ini bukan syair penggoda Lho Lung, tapi bisikan cinta memundaki jiwa, lahir dari manisnya tegukan tuak nipah Rammang-rammang memabukkan. Antara maya dan fatamorgana, cinta – kasih sayang diserupakan waktu yang saga menjaga. Datanglah di selasar ini, telah sekian lama arkaisnya irama kecapi di putih hastaku bersenandung namamu.

IV
Lho Lung, tapi akulah biduk itu, di tengah atlanta merantaukan sepi, diludahi langit ditertawakan belibis samudera, hendak menyerupakan mimpi mentakhtai karang berpamor garam. Apakah mungkin biduk yang karam, oleh mendung dan keajaiban angin membawanya pulang ke dermaga impian?

V
Lho Lung, biarlah aku jadi puisi, ditorehkan pada dinding-dinding ancala mempurba oleh cahaya pena gemintang, jadi hening pada air yang terjun dari muara cadas Bantimurung, bersama basahnya ranting-ranting jati Leang-leang, biarlah aku jadi air mata yang tertinggal di atas hitamnya bebatuan Tamangngura. Jadi rintih difahami luka-luka alam.

 

Maros, November 2017

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221