Tafakur Melahirkan Penderitaan?

Saya tak tahu, apakah penderitaan yang memaksa kita berpikir atau tafakur yang membuat kita begitu bersedih?,” begitu kata Charles Bukowsky. Benar! Tapi sebenarnya tafakkur seperti apa yang akan membuat kita bersedih dan penderitaan seperti apa yang memaksa kita bertafakur? Pertanyaan Charles Bukowsky adalah pertanyaan kunci untuk memahami lebih jauh antara tafakur dan kesedihan serta penderitaan.

Sepanjang hidup yang kita jalani, saya yakin, kita pernah mendapatkan masalah besar. Waktu itu, kita tak tahu, bagaimana seharusnya memutuskan solusi terbaik agar bisa terbebas dari masalah itu. Tak ada satu pun manusia di dunia ini yang tak memiliki masalah dan cobaan. Dunia adalah ruang kita untuk mengoyak-ngoyak masalah demi mencapai tujuan tertentu. Tafakur adalah jembatan dalam menemukan solusi terbaik. Apakah derita keseharian yang dimaksud yang akan memaksa kita melakukan tafakur? Tentu bukan derita ini yang dimaksud karena derita keseharian adalah suatu keniscayaan setiap orang dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Hanya derita kesejatian yang akan melahirkan tafakur atau memaksa seseorang melakukan proses tafakur, bukan derita lapar, pekerjaan, lalu lintas, atau derita-derita lainnya yang tidak terkait dengan hakikat manusia. Tafakur yang melahirkan derita adalah derita yang seolah tak akan pernah ada akhirnya seperti ketidakadilan, ketidaksetaraan, dan bentuk-bentuk kesedihan. Kesedihan yang dimaksud seperti kesedihan dalam kesepian, keterpisahan, dan mengalami akhir kehidupan, kesedihan karena tak menemukan kebebasan, kesedihan mengapa kita harus menjalani penderitaan di dunia ini, derita atas keinginan-keinginan dan ketidakmampuan, dan derita atas apa yang disaksikan atas apa yang tak bisa disaksikan.

Seolah di dalam kehidupan ini ada luka-luka yang tak pernah kita sadari. Luka-luka itu perlahan membuat ruh kita tak menemukan makna. Namun tak semua orang memiliki kasadaran atas luka-luka ini. Sebab hampir semua orang terbiasa dengan luka-luka itu. Mereka hidup bersama derita sehingga tak lagi nampak sebagai suatu penderitaan. Bahkan saat datang seseorang yang mencoba menyadarkan penderitaan itu, mereka justru menjawabnya dengan tawa dan menertawakan seolah tak pernah terjadi apa pun kepada mereka.

Memang benar, karena derita terbesar manusia seolah tak mampu lagi untuk diungkapkan apalagi mencoba untuk melukiskannya. Oleh karena derita-derita itu adalah derita kesejatian yang berakar di dalam diri manusia. Mungkin selama ini mereka selalu berfikir bahwa segalanya akan selesai dengan aspek material, sebab mereka hanya memahami bahagia dan derita yang bersifat temporal. Mereka lupa bahwa sebenarnya mereka sedang mengejar ketenangan yang abadi.

Kata Maulana Rumi;

Jadi, Ketahuilah Wahai Pencari Hakikat!

Pahamilah Kaidah ini!

Siapa saja yang menderita, ia beraroma tawanan!

Maksud kata ‘tawanan’ dalam bait syair Rumi adalah makrifat dan hakikat. Sebab konteks pembicaraannya terkait dengan makrifat dan hakikat. Maksudnya seseorang yang sedang mengalami derita pengetahuan adalah kunci untuk mengantarkannya ke dalam pintu hakikat. Derita batin bisa menjadi kekuatan yang cukup kuat dalam menyingkap hakikat. Man Thalaba Wa Jadda Wajada, siapa yang mencari dan berusaha dalam pencariannya, maka ia akan menemukan sesuatu yang hilang dari dalam dirinya. Misalnya seseorang yang memiliki derita cinta, kesadarannya terhadap kekasih tentu melebih dari yang lain.

Sebab itu kata Maulana Rumi;

Siapa yang lebih terjaga, ia lebih menderita,

Siapa yang lebih memiliki kesadaran, wajahnya semakin pucat.

Tentu saja, seseorang yang memiliki hakikat yang lebih dibandingkan yang lain maka penderitaannya pun semakin dalam karena ia mampu menyaksikan kekurangan dan kehampaan yang dimilliki seseorang.

 

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221