Syukur. Manusia seperti saya masih diberikan kesempatan untuk menjumpai kembali bulan Ramadan tahun ini. Bulan dengan segala keberkahan dan kemuliaannya. Bulan terbaik untuk sejenak menyepi, mengakui kekuasaan dan kebesaranNya. Bulan bertabur emas pahala. Bulan yang melatih kesabaran dan wujud rasa syukur sebagai manusia. Percayalah bahwa tulisan ini tidak akan bermanfaat bagi mereka yang tidak percaya dan meragu akan keberadaan tunggal pemilik semesta dan teruntuk mereka yang mengaku paling beragama. Ketahuilah para pembaca, bisa jadi mungkin kalian sama seperti saya yang merasakan bulan Ramadan ini seperti motor yang sudah lama tidak diservis dan kemudian masuk bengkel lalu setelah itu kembali sedikit menjadi baik dan akhirnya melupa lagi setelahnya. Tapi setidaknya itu sedikit lebih baik dari mereka yang bersembunyi di balik topeng-topeng agama tetapi hasrat busuknya hanya untuk merebut panggung kuasa di negara sirkus ini.
Pembaca yang baik hati, tulisan ini mungkin terkesan ngawur karena tidak punya dalil yang kuat dan saya terlalu percaya diri membahas tentang Tuhan tetapi percayalah wahai pembaca (terkesan memaksakan) bahwa tulisan ini memang bukan ditulis oleh ahli agama. Saya menulis ini sebagai pelampiasan rindu dalam menyambut bulan Ramadan, mengingat Ibu dan Bapak di kampung. Ramadan tahun ini saya mungkin salah satu dari mereka di kota ini yang tidak menikmati tradisi sahur dan buka puasa bersama keluarga di kampung.
Pembaca yang budiman, pertama saya menyampaikan duka cita yang mendalam bagi para korban dari aksi-aksi teror yang kita lihat bersama merebak di negeri ini. Bukannya malah berempati, justru saya melihat banyak dari mereka yang semakin memperkeruh keadaan dan menambah ketakutan kita dari pernyataan-pernyataannya yang tendesius dan emosional. Tetapi lebih jengkel lagi ketika melihat para politisi beradu pendapat di media, saling menjatuhkan terkait motif, pelaku dan banyak hal lainnya yang berkaitan dengan aksi-aksi teror tersebut padahal bisa jadi itu hanyalah bagian dari intrik dan taktik politik kotornya. Yang pastinya menurut saya pelaku dan dalang utamanya adalah manusia-manusia murahan terlepas dari apakah mereka menjadikan agama sebagai alasannya. Pengetahuan saya dangkal melanjutkan pembahasan di paragraf ini.
Manusia-manusia murahan dan Tuhan yang Maha Pemurah adalah kontradiksi manusia sebagai pewaris sementara dari bumi dan Tuhan yang begitu baiknya memberikan kehidupan pada bumi dan segala isinya. Manusia-manusia murahan juga menafsirkan keliru ajaranNya dengan jalan kekerasan atau membunuh sesamanya manusia. Maha Pemurah sang pemilik segalaNya, adalah kesempatan, kemudahan dan kasih sayang yang diberikan kepadaNya bagi yang tulus menyesali dan memperbaiki segala kesalahan kita agar lebih bermakna sebagai manusia. Sementara manusia-manusia murahan sebaliknya tidak bersyukur kepada nikmat kehidupan yang telah diberikan kepada manusia sejak dari dalam kandungan dan pertama kalinya melihat dunia serta nikmat-nikmat yang tidak terhitung nilainya. Tuhan memberi tanpa sama sekali mengharapkan apa-apa dari makhluk ciptaaNnya yang sempurna yaitu manusia.
Manusia-manusia murahan itu juga melekat kepada saya dan bisa jadi anda-anda sekalian yang membaca tulisan ngawur ini. Momen di bulan Ramadan ini adalah nikmatNya yang datang kembali kepada kita semua yang masih diberikan nafas kehidupan untuk semakin lebih bersujud dan bersyukur kepada Tuhan yang Maha Pemurah serta menghargai sekecil apapun perbedaan sesama manusia. Sesungguhnya kita hanyalah bagian kecil dari jagad raya ciptaaNya yang telah diwarisi setitik surgaNya yang bernama bumi. Tugas kita bersama adalah merawatnya bersama. Olehnya itu, saya juga secara sepihak mengeluarkan imbauan atas nama manusia untuk mengajak kepada pembaca sekalian berjihad di jalan literasi, membaca keadaan dan tidak merampas kebebasan sesama manusia
Saya menutup tulisan ngawur ini agar terkesan seolah-olah bijak dengan mengutip kata-kata Rumi, “Yakinlah, di Jalan-Cinta itu: Tuhan akan selalu bersamamu.”
Bercita-cita menjadi Power Ranger Merah. Saat ini aktif sebagai Pustakawan di “Ruang Abstrak Literasi”. Fans PSM Makassar dan Inter Milan. Senang membaca, berdikusi dan jalan-jalan.