Dalam beberapa pandangan tokoh ilmu sosial, konon katanya kita telah memasuki suatu fase baru yakni era pascamodernitas yang ditandai dengan peningkatan pola interaksi secara digital, merebaknya budaya online dan menipisnya batas-batas antar ruang.
Berbagai kemajuan yang telah dicapai oleh umat manusia lewat pengembangan Ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi telah mengantarkan kehidupan pada suatu keadaan kemudahan dalam melakukan upaya kontrol pada alam. Dalam salah satu pandangan tokoh Ilmu sosial, W.W Rostow, pola pembangunan ekonomi akan bermuara pada tahap konsumsi massal di mana suatu masyarakat dan negara telah sampai pada keadaan yang sejahtera. Produksi dan konsumsi yang berlebih dan Industrialisasi yang telah mantap. Terlepas dari hal tersebut, perlu dipertanyakan apakah tahapan tersebut adalah suatu akhir dari linearitas zaman, puncak dari segala bentuk perubahan evolusionis dari suatu masyarakat layaknya Francis Fukuyama dalam “The End Of History” ataukah malahan memunculkan suatu tahapan baru dari buah realitas yang ada di dalam tahapan tersebut.
Tentu ini menjadi pertanyaan bagi kita semua terutama para sosiolog ataupun pengamat sosial kontemporer guna memahami realitas apa sebenarnya yang sedang terjadi di era pasca modernitas.
Orgasme dalam Setiap Kunyahan
Dalam perkembangan mutakhir kita telah melihat secara nyata bagaimana buah dari rasionalitas dan pencapaian suatu masyarakat di tahapan konsumsi massal, telah mengantarkan kehidupan pada kelimparuahan material atau kehidupan yang sejahteraha secara ekonomi. Telah Bermunculnya rumah makan cepat saji yang membanjiri dunia abad 20 & 21 sebagai suatu pertanda melimpahnya kekayaan material, juga kekayaan suatu masyarakat untuk selanjutnya digunakan membeli barang konsumsi.
Masyarakat Industri Lanjut yang dibanjiri oleh banyaknya Fastfood entah itu McDonald’s, Kentucky Fried Chicken (KFC), Pizza Hutt yang datang ibarat gelombang tsunami yang membantai lokalitas adalah salah satu gejala yang khas pada masyarakat Industri lanjut.
Goerg Ritzer dengan menggembangkan konsep Rasionalitas-Birokrasi dari Aliran Weberian berupaya melihat bagaimana gejala sistematika dalam rumah makan cepat saji diterapkan dalam berbagai lini kehidupan.
Ritzer mengistilahkannya dengan konsep “MCDonaldisasi”, di mana ketikat Logika dalam rumah makan cepat saji seperti Mcdonald diterapkan dalam bidang-bidang kehidupan meliputi dunia pendidikan, hukum, administrasi dan pemerintahan. Di dalam McDonald, logika Rasionalitas-Formal begitu besar peranannya dalam mengatur setiap entitas yang ada di dalam ruang makan McDonald. Entah itu pelanggan ataupun karyawan, semua berada dalam logika “McDonaldisme”. Logika berupa efesiensi, kalkulasi, prediksi dan kontrol memainkan peranan yang dominan untuk menentukan jalannya suatu pola kerja yang oleh Ritzer sendiri dianggap telah mendehumanisasi setiap pengunjung restoran tersebut. Terutama sekali pada logika kalkulasi di mana kekenyangan seseorang disimbolkan dengan konsumsi Burger Paket Jumbo adalah suatu pembodohan massal.
Dengan memanfaatkan permainan semiotika yang di tanamkan melakui doktrin-doktrin iklan di televisi, telah sedemikian rupa mengonstruksi kita akan makna dari lapar itu sendiri. Di sini sangat jelas bahwa perkawinan antara logika kalkulasi oleh Mcdonaldisasi dengan iklan-iklan yang mengandalkan TV sebagai medianya telah membawa masyarakat industri lanjut pada keadaan Obesitas. Masyarakat seakan mengalami orgasme yang nikmat dan menjadi candu lewat permainan iklan-iklan yang dikemas sedemikian rupa dalam suatu sandiwara cantik di layar televisi. Hasrat rakus manusia yang merupakan warisan dari era berburu dan meramu (nomaden) kini bertemu dengan berlimpahnya makanan pada fastfood yang bertebaran di setiap sudut kota.
Maka jangan heran ketika Anda berkunjung di kota-kota besar seperti New York atau Sydney, Anda kemungkinan akan menyaksikan gumpalan daging yang dilapisi oleh lemak berjalan di depan Anda. Itulah keadaan yang sedang melanda dunia sekarang ini. Menengok sedikit dari Narasi dari Animasi Wall’E, bukankah obesitas juga merupakan bentuk Eksploitasi pada manusia itu sendiri?
Dari Mcdonalisasi ke Gojeknisasi: Transisi Menuju Sistem Paca-Fordisme
Mungkin sebelumnya kita sudah pernah mendengar istilah yang satu inia: fordisme. Sebagaimana sistematika produksi mobil oleh Ford yang hampir mirip dengan jalannya sistem di rumah makan cepat saji. Sistem fordisme yang ditandai dengan penempatan pekerja secara tepat, tertata dan mengandalkan sebagian besar kerjanya pada mesin juga hampir sama dengan pola dari McDonaldisasi yang mengontrol karyawan dan pelanggannya dengan mesin-mesin tertentu.
Pola yang hampir sama antara McDonaldisasi dan Fordisme yang lebih mengutamakan pada keseragaman (Homogenitas) dapat kiranya dikategorikan sebagai bagian dari budaya modernitas. Sebagaimana modernitas itu sendiri lahir dari upaya manusia untuk mendaya gunakan potensi Akal dalam mengelola alam eksternal yang pada awalnya dianggap liar, tidak teratur dan berantakan.
Modernitas hadir ibarat sang pencerah yang akan mengarahkan dunia pada keadaan yang teratur menurut logika berpikirnya sendiri. Dunia yang dianggap teratur yakni dunia yang hadir semata untuk memenuhi nafsu libido manusia, dunia yang dapat di kontrol lewat pemolaan sedemikian rupa dan yang pastinya tunduk pada Rasionalitas semata. Akibatnya suatu unsur yang dianggap “Lain” dari logika modernitas akan dibantai ibarat rumput liar yang mengotori indahnya pemandangan taman.
Namun dalam perkembangan mutakhir sebagaimana yang telah dikemukakan di awal, dunia seakan memasuki suatu epos baru entah itu dianggap lanjutan ataupun keterputusan dari era sebelumnya. Epos yang satu ini sering dinamakan sebagai pascamodernitas (posmodernitas) di mana dunia sedang mengalami keadaan yang berbeda dengan era sebelumnya. Posmodern suatu istilah yang begitu terkenal ketika istilah Francis Lyotard mengumandangkan kematian narasi-narasi besar dan menjadi term populer dalam rana Humaniora dan Ilmu sosial serta filsafat. Posmodernitas sebagai suatu epos atau era tentu memiliki perbedaan dengan era modernitas, di mana era posmodernitas lebih fleksibel, kesempatan terbuka untuk memperoleh jenis keanggotaan, Heterogenitas, selera yang lebih bebas, dan lain sebagainya.
Dengan itu pola dalam logika rasionalitas dan ekonominya juga tentu mengalami perubahan dari sistem Mcdonaldisasi yang begitu kaku dan homogen ke suatu sistem baru yang mengandalkan tenaga digital sebagai proses mekanismenya. Proses itu saya istilahkan sendiri sebagai “Gojeknisasi”. Goneknisasi ialah suatu sistem yang lebih fleksibel dan heterogen, yang berkembang pada masyarakat Pasca Modernitas yang mebgandalkan pola dari pasca-fordisme (post-fordisme)
Sebagaimana telah kita ketahui yakni kebutuhan akan transportasi yang praktis yang berbasiskan digital telah menggeser paradigma yang sebelumnya berorientasi pada restoran cepat saji ke transportasi Online.
Dunia yang telah dilanda oleh demam dan candu pada teknologi digital juga turut menjadikan segala bentuk aktifitas anggota masyarakatnya yang serba online. Budaya online sebagai buah rasionalitas juga telah berdampak pada tingginya permintaan akan aplikasi Online, demikian halnya dalam Transportasi juga telah dimasuki oleh logika Online. Akhirnya telah bermunculan berbagai aplikasi ojek online seperti Gojek, Grab dan lain-lain yang mengandalkan dunia digital sebagai medianya. Gojeknisasi diartikan lebih tepatnya sebagai suatu pola khas di era pascamodernitas yang bersifat “pasca-fordisme” yakni suatu sistem yang lebih fleksibel dan heterogen.
Bisa kita lihat bagaimana perusahaan Gojek telah menawarkan berbagai inovasi baru selain transportasi sehingga dikenal sistem Go-Food, Go-Car, Go-Mart, dan lain-lain. Berbagai layanan yang sifatnya lebih fleksibel tersebut merupakan buah dari pemanfaatan digitalisasi dalam proses pelayanan yang diterapkan oleh perushaan ini dan keterbukaannya untuk melayani pelanggan dengan tawaran yang lebih dari sekedar transportasi. Tentu ini berbeda dengan pola McDonaldisasi yang menekankan ketundukan pelanggan pada aspek kerja dari pola yang makan, di mana dengan logika Efesiensi kita dituntun untuk melaksanakan suatu tugas dari satu tempat ke tempat yang lainnya dalam Restoran Cepat saji, sedang Logika Gojeknisasi yang menekankan kemudahan akses makanan dan Fleksibelitas dalam pemesanan. Jika di generalkan dalam sistem Gojeknisasi terdapat tiga (3) unsur utama yang bermain didalam pola atau mekanisme ini yaitu meliputi aspek fleksibilitas, onlinesitas dan prediksibilitas. Trinitas dari kata akhir “Itas” tersebut merupakan ciri utama dari sistem Gojekinisasi di mana olehnya dunia semakin diarahkan pada heterogenitas yang menggeserkan secara perlahan homogenitas dari McDonaldisasi.
Benarkah Sudah Tidak Ada Lagi Obesitas dalam Gojeknisasi?
Namun yang menjadi problem kita saat ini benarkah obesitas juga mengalami kematian dalam mekanisme Gojeknisasi? Tentu ini menjadi suatu pertanyaan penting mengingat obesitas cenderung dekat dengan logika McDonaldisasi yang lebih menekankan aspek “Food” sebagai cirinya dan berafiliasi dengan era modernitas.
Namun penulis di sini tidak berhenti begitu saja dengan menfinalkan bahwa dalam Gojeknifiksai sudah tak ada lagi obesitas. Justru penulis hendak memberi suatu penjelasan yang berkaitan dengan kelanjutan obesitas di era pascamodernitas yang dapat dikaitkan dengan sistem Gojeknifikasi. Jika kita kembali menegok ke tiga logika dasar dalam sistem Gojeknisasi yakni fleksibilitas, onlinesitas dan prediksibilitas, malah kita dapat melihat bahwa Gojeknisasi menjadi sarana bagi produksi dan reproduksi obesitas di tengah masyarakat.
Di tengah inovasi perusahaan Gojek dan sejenisnya guna dapat menggaet hati para pelanggan, yang kini telah memunculkan berbagai inovasi baru entah itu upaya sintesis transportasi online dengan pesan antar makanan, jasa pijat, jasa jual beli, jasa pengiriman box dan sebagainya. Begitu berkembangnya perusahan Gojek dan Sejenisnya sehingga telah memungkinkan fleksibilitas dan aksebilitas pada pelanggan. Seorang pelanggan yang sedang kelaparan misalnya dan juga memiliki dompet yang tebal tentu memiliki kesempatan untuk mencicipi menu yang tertera di layanan Go-Food. Dengan keanekaragaman khazanah dari makanan yang tertera di menu tersebut apakah bukan menjadi pemicu obesitas di tengah masyarakat ?
Tentu hal ini dapat sekaligus menjadi pemicu obesitas yang diwarnai dengan logika prediksibilitas yang akurat di mana daya onlinesitas dalam aplikasi gojek telah memberi pemahaman pada para pelanggan untuk duduk manis, menunggu pesanan sebab kiriman/paket makanan akan segera tiba. Dengan demikian jika disimpulkan dalam rana Gojeknisasi juga tidak menutup kemungkinan terjadinya obesitas pada pelanggan, sebab dalam mekanismenya juga makin mempermudah pelanggan dalam mengakses berbagai makanan yang di inginkan. Bukankan ini juga termasuk orgasme mata pada daftar menu digital ?
Kita telah menyaksikan bagaimana suatu perubahan tren sedang berlangsung, dari tren berkunjung ke Rumah makan cepat saji (McDonald) ke tren Pesan Makanan lewat Ojek Online (Gojek), bukankah ini menandakan akhir dari era Imperium FastFood atau McDobaldisasi menuju suatu era Kekaisaran Transportasi online atau Gojeknifikasi. Bahkan kemungkinan besar McDonaldisasi juga akan mengalami proses Gojeknisasi di mana dibukan lagi sekedar menyediakan pelayanan hanya sebatas jasa Makanan dan minuman, namun juga perusahaan rumah makan cepat saji yang menerapkan logika McDonaldisasi juga akan menirup pola inovasi dari Perusahaan Gojek, sehingga tidak menutup kemungkinan kedepannya kita akan melihat KFC-Box, MCD-Pijat ataupun Pizza Hutt-Mart ini semua tak lain sebagai bentuk upaya persaingan di pasaran yang kini sedang dilandah demam Gojeknisasi.
Dengan ini semua tak dipungkiri obesitas tetap berlangsung sampai sekarang dan terlembagakan dalam model baru yang lebih populer yakni Gojeknisasi.
Sumber gambar: https://www.deviantart.com/rina-maye/art/A-Bag-of-Obesity-564765361