“Bersikap rendah hati, menyadari bahwa masih banyak kekurangan adalah satu syarat penting lainnya dalam belajar.” (Gobind Vashdev, Happiness Inside, hal. 19)
Entah kenapa, saya terjebak dalam salah perkiraan. Ini semata, karena rutinitas yang telah menerungku sekian lama, tetiba bergeser waktunya. Saya mengira bahwa para pegiat Forum Anak Butta Toa Bantaeng (FABT) akan bersua dengan Bupati Bantaeng, Ilham Azikin, di hari Sabtu, 24 November 2018, tempatnya di arena Lapak Baca, Taman Bermain dan Sport Centre Seruni Bantaeng. Nantilah seorang pegiat memberitahukan, sekaligus mengirimkan gambarnya, mengkonfirmasi acara jatuh pada esok harinya, Ahad, pukul 15.30.
Ketika hari Ahad menyata, saya pun mulai menyesuaikan jadwal. Sekotah jadwal yang bakal bersinggungan dengan acara sore itu, saya geser. Pagi hari, saya menggenjot pedal sepeda, berkeliling Kota Bantaeng. Segar nian suasananya. Setelah memutari kota, saya melabuhkan diri di sebuah warkop tua, letaknya di kawasan pecinan. Segelas kopi hitam nirgula, ditambah sebiji kue kaddo boddong, sudah cukup menjadi sarapan pagi.
Jelang siang, saya ke pelosok, tepatnya ke Desa Labbo, Kecamatan Tompo Bulu, Bantaeng, menghadiri hajatan perkawinan seorang karib, Hamsir Jailani dengan Husna Unna, sekaligus ingin jumpa dengan Kepala Desa Labbo, Sirajuddin Umar. Ternyata, di acara perkawinan itu, bukan saja jumpa dengan Kades Labbo, melainkan sua pula dengan mantan Kades Labbo, Subhan Yakub. Aura kebahagiaan segera menghidu kami. Dan, maksud persuaan pun terwujud, membincang rencana penerbitan buku, yang sudah tahap jelang cetak. Perbalahan menukik pada perkembangan aktivitas literasi di Desa Labbo. Dan, penandanya akan dipahatkan pada terbitnya buku tentang literasi dari Labbo, Desember 2018. Baik Sirajuddin maupun Subhan, merupakan dua sosok yang menentukan moncernya gerakan literasi di Labbo.
Pulang dari acara, waktu sudah menunjukkan Duhur yang tergelincir, akan segera disambut Asar. Hujan merintik. Saya coba menerobos rintik hujan, balik ke kota. Saya menyepelekan hujan yang ramah ini, walau hasilnya basah jua. Makin ke kota, makin deras. Terlanjur basah, sekalian saja saya mengkhusyukkan diri bersetubuh dengan hujan. Maklum saja, motor yang saya pinjam , tak punya mantel. Hingga tiba di mukim, sekira setengah jam lagi jelang Asar. Kuyup sudah seluruh badan, basai tambakoa.
Melihat cuaca yang tidak kondusif karena hujan, saya langsung mengira-ngira, pastilah acara di Pantai Seruni ini batal. Sebab, di ruang publik yang bakal dipakai bersua bupati, pasti basah. Bahkan hujan masih turun. Ah, saya pikir, mungkin lebih baik saya rebahkan badan saja dulu. Godaan kebiasaan tidur siang membui, lelap pun menyapa, tidur.
Tetiba ponsel saya bunyi, seorang karib, Dion Syaef Sain, di ujung gawai menguritakan, bahwa acara yang bertajuk “Sehari Bersama Bupati”, yang digagas oleh FABT, dipindahkan ke Rumah Jabatan Bupati. Segera saja saya bangkit dari lelap, berkemas, lalu menuju Rujab. Untung belum telat, sekira seperempat jam, barulah acara dimulai.
Kami para pegiat FABT, yang terdiri dari anak, remaja, pemuda, dan pembinanya, disambut dengan hangat oleh Bupati. Hawa dingin yang semula membui, kini pamit entah kemana, berkat kehangatan yang dilapangkan oleh Bupati selaku tuan rumah. Sesarinya, jika saja persuaan ini terjadi di Lapak Baca, maka FABT yang jadi tuan rumah. Begitulah kejadian yang di luar perkiraan, nasib boleh terbolak-balik.
Berbicaralah seorang remaja, Ahmad Fatanah, selaku moderator. Memaparkan maksud persuaan ini. Selanjutnya, Ketua FABT, Muhammad Fadli Tamsir, yang juga salah seorang siswa SMU, membabarkan keberadaan FABT, sejak mula berdirinya enam tahun yang lalu, hingga aktivitas paling kiwari. Sederet prestasi, di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional didedahkan. Paparan ini menjadi penting, sebab, kali ini, Bantaeng punya bupati baru, yang belum cukup satu semester usia pelantikannya.
Setelahnya, giliran Ilham Azikin selaku Bupati Bantaeng unjuk kata. Ada kebanggaan mendengar sajian pencapaian itu. Pastilah pemerintah akan menguatkan dukungannya. Berikutnya, terjadilah diskusi. Ada poin penting yang menarik sebelum diskusi, sebab Ilham Azikin meminta boleh setuju atau membantah pendapatnya. Ini perbalahan yang elegan, ditambah lagi suasana forum perbincangan melantai dalam bentuk lingkaran. Bupati Bantaeng yang masih muda ini, memperlakukan sekaum anak-remaja ini, sebagai temannya.
Tentulah sekaum anak-remaja ini riang gembira dan para pembinanya ikut bahagia. Karenanya, dengan suasana yang begitu cair, memancing sekaum anak-remaja dan pembinanya bicara lepas, apa adanya. Meluncurlah sederet persoalan yang dikemukakan oleh anak-remaja FABT ini. Mulai dari kota ramah anak, ruang publik yang sehat buat anak, pernikahan anak, hingga permintaan pada adanya keinginan untuk semakin menumbuhkan kepercayaan diri, agar bisa juga menjadi pemimpin di masa datang.
Ada poin yang punya arti penting bagi sekaum anak=remaja ini, tatkala Ilham Azikin, mengatakan bahwa, sepuluh, lima belas, atau dua puluh tahun yang akan datang, tidak menutup kemungkinan ada di antara mereka yang menempati Rujab ini. Dan, ternyata pada diri FABT telah mempersiapkan satu program, yaitu “Menjadi Bupati Sehari”. Ini sebentuk perkaderan kepemimpinan. Rupanya, Ilham Azikin sangat setuju dengan program itu, dan langsung disahkan. Ada pun teknisnya, diserahkan kepada FABT untuk menyelekasi figur itu. Suasana ruangan makin mirip suasa di Lapak Baca. Ini karena bupati melapangkan ruang tamunya, seluas lapangan bermain di Pantai Seruni.
Berkaca pada sekaum anak-remaja ini, saya mulai membatin. Tak terasa, saya dan beberapa kawan pegiat literasi, telah berinteraksi selama enam tahun dengan mereka, dari periode ke periode. Sebab, kepengurusan yang kami temani kali ini, sudah periode keempat kepengurusan. Terlibatnya kami, para pegiat literasi, sebab sejak awal forum ini terbentuk, anak-remaja yang mengawalnya, telah tumbuh bersama dengan komunitas literasi, Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan Bantaeng dan Teras Baca Lembang-Lembang. Dan, sesungguhnya ini pula yang mengkonfirmasi, mengapa FABT berbeda dengan forum anak di kabupaten lain, sebab adanya komponen gerakan literasi yang mengiringinya.
Cemerlangnya gagasan yang ditawarkan, sebagai bahan percakapan dengan bupati, dan sederet capaian prestasi, menunjukkan adanya tradisi literasi pada mereka. Bagi kami yang ikut bergiat dengan mereka, berpendapat bahwa jantung utamanya FABT ada di Lapak Baca,yang saban Sabtu sore di gelar di areal Taman Bermain Anak dan Sport Centre Pantai Seruni Bantaeng. Sepintas, hanya sekadar kumpul menawarkan bahan bacaan, tapi sebenarnya inilah ranah publik, yang menemukan ruang publiknya, guna melakukan konsolidasi gerakan.
Di pucuk persamuhan dengan Bupati Bantaeng, Ilham Azikin, ada kejutan dari pegiat FABT. Satu persembahan kue ulang tahun, buat beliau, yang berulang tahun pada 25 November. Ada canda lepas dari Ilham Azikin, “Ini doorprize atau surprize? Kontan sekaum anak-remaja bersahutan, “Surprize pak”.
Persuaan ini, meski selintas, telah menggeser rasa memiliki ke menjadi, karena ada sikap rendah hati dalam penerimaan. Peneguhan tutur Gobind Vashdev pun membenarkannya. Apatah lagi, jika persuaan menjadi perbalahan yang elegan, telah mencerminkan kebutuhan buaian belajar bersama, dalam keingininan buian rendah hati.
Berharap, di kala mendatang, Ilham Azikin tetap meluangkan waktu, menyambangi Lapak Baca FABT, seperti yang direncanakan semula. Pastilah pegiat FABT siap jadi tuan rumah. Waima, tuan rumah yang sesungguhnya adalah beliau sendiri, sebagai persona kosong satu di Bantaeng. Dan, entah kenapa, pesona kosong satu ini, saya anggap bukan lagi jebakan perkiraan.
Sumber foto: Ambae.Exe
Pegiat Literasi dan Owner Paradigma Group. CEO Boetta Ilmoe_Rumah Pengetahuan Bantaeng. Mengarang buku Sehimpunan Puisi AirMataDarah (2015), Tutur Jiwa (2017), Pesona Sari Diri (2019), Maksim Daeng Litere (2021), dan Gemuruh Literasi (2023). Kiwari, selaku anggota redaksi Kalaliterasi.com.