Lipatan Koran Pagi
Kubaca sajakmu di koran pagi, tentang rumah-rumah yang di gusur hari itu
Seorang bocah berjongkok di depan reruntuhan, mencari rautan pensilnya,
Yang di bawa buldozer, ketika ia masih lelap, sajak-sajakmu berpijar seperti lidah api
Membakar sebuah gang sempit, di halaman pertama berita pagi. Di samping iklan perumahan mewah.
Apa yang diingat setelah semua menjadi abu?
Nama-nama yang pernah singgah, jalan-jalan tergenang, atau musim yang payah. Kau sebut peristiwa di pagi penuh amarah, toko-toko di jarah, Kepulan asap membakar langit kota,
Di balik saku celana yang kau simpan rapi selama dua puluh tahun, ada huru-hara tenggelam dalam arsip sebuah kantor yang tenang. Kubuka lipatan koran dan kuhitung tetes air mata yang menggenang di sudut mata seorang ibu yang setia berdiri di depan gedung berbau apak, mendengar jerit terakhir anaknya.
Pampang, 2018
Perjamuan
Suara tifa dari kulit buaya
Mengalun dalam ruang sesak
Suara gelas bergesek
Sedang ada pesta perjamuan
Ketika nona-nona pulang membawa
tempayan
Setelah puas menyadap nira
Ini sopi, bakar manyala,
Rekah dari mayang pilihan
Yang di berkati para leluhur
Tumbuh jauh di dalam hutan
Cendrawasih, 2018
Rumah Laut
Musim bergulir
Senja beringsut
Dibalik punggung ilalang
Nelayan pulang
Membelah samudra
Mencecap asin laut
Amis bau kapal
Derit tali
Suara anak-anak
Di pantai
Perahu menepi
Gemericik air
lambung perahu lapuk
lihatlah, ada sebuah pintu
terbuka ke arah samudra
menantang
seoarang petualang
Pampang, 2018
Sumber gambar: https://healthinsurancelife.org/edit
Muh Hasyim Kelkusa. Mahasiswa, Perantau, penikmat teh celup sariwangi, dan penyuka kucing.