Jangan Bakar Rumahmu
Kemarin kita sua di kerumunan bangsa-bangsa
kata mereka, negeri kita dihuni bangsa penolong
tak bisa diam melihat orang-orang dalam duka lara
Kita pun semringah dan senang dengan puja puji itu
setiap terkirim berita duka cita doa dan upaya pun gegas
Tapi, ada yang aneh belakangan ini di rumah bangsa kita
di saat kita masih rajin memelihara kedermawanan
dan semakin aktif menghimpun materi pertolongan
berkembang biak pula kerumunan yang ingin membakar rumah bangsa ini
walau hanya segelintir namun gaungnya besar
sebab sebagian orang-orang gemar beralibi sembari ngantuk
Pikirku selalu dirundung khawatir tentang masa depan anak-anak kita
yang sedang berjalan dan berlari ingin memetik matahari
kemudian menyemainya di hati dan jalan-jalan masa depannya
kuakkan jalan untuknya agar keindahan bulan tetap memukaunya
dan berhentilah menyulut bara di rerimbun daun kering
beri jalan anak-anak kita menenun masa depannya seelok mungkin
Membakar rumah bangsa sendiri atas dalih apapun, membantai masa depan anak
berkacalah di Palestina, di Suriah, di Irak, di Libya, dan Marawi
Tangis dan rintihan anak-anak meruang hingga membusuk
Dalam setiap hura hara perang di mana pun anak-anak jadi mangsa
Sudahlah, hentikan ambisi gelapmu untuk sebuah alusinasi
Kotamobagu, September 2017
Para Penista
Aku melihatmu berjalan di jalan sunyi
Sembari membopong pesta pora
Engkau mengatur ritme jejakmu
Seolah bijak dan pemberani
Tapi, semakin jauh engkau berjalan
Perlahan pakaianmu kuak tercabik
Telanjang mengumbar amarah
Tak hentinya menista dan menguar benci
Kala kusapa di jalan tikung sebelum pisah
Engkau masih sesumbar sebagai jalan kebenaran
Padahal aromamu semakin bangkai dihembus angin
Makassar, Oktober 2017
Sepotong Doa
Bintang-bintang semringah
ketika doamu kau bagi ke sesiapa
sementara doaku kutautkan di egoku
menagislah ruhku, sebab doa pun kupelit
Sepotong doa menyambangiku
di malam gulita menguar petir
bak’ lagu amarah bersenandung
musnahkan segala kebajikan
Aku masih tetap di semediku
mengejar amarah dengan doa-doa
teriakku pekakkan telinga, padahal doa
cemeti di ujung doa tumpahkan darah
Doa-doa saling beradu di altar ego
semua merasa khusuk dan syahdu
selain aku, adalah jalan kegaduhan
padahal kita semua hanya sepotong doa
Makassar, Oktober 2017
Sumber gambar: https://www.deviantart.com/daxederart/art/Just-a-convention-726828484
Penulis. Telah menerbitkan beberapa buku kumpulan esai dan puisi di antaranya Jejak Air mata (2009), Melati untuk Kekasih (2013), Dari Pojok Facebook untuk Indonesia (2014), Tu(h)an di Panti Pijat (2015). Anging Mammiri (2017), Menafsir Kembali Indonesia (2017), Dari Langit dan Bumi (2017). Celoteh Pagi (2018), Di Pojok Sebuah Kelenteng (2018), dan Perjalanan Cinta (2019).