Masih ingat esai saya hampir setahun silam? Judulnya, “Yang Tersisa dari Hutan Pinus Bonto Lojong”. Esai tersebut pertama kali dimuat pada Kalaliterasi.com, kemudian menjadi bagian dari kumpulan esai saya di buku Pesona Sari Diri. Pada esai saya itu membabarkan beberapa poin penting, tentang hajatan Kemah Buku Kebangsaan (KBK) Jilid II, 25-28 Oktober 2018, berlokasi di Hutan Pinus Rombeng, Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Bantaeng.
Sebagai penerang ingatan, saya kutipkan, “Nah, lahan hutan yang habis terbakar ini, akan segera digarap oleh masyarakat, dan menjadikannya kebun. Berarti, hijau daun pepohonan akan berubah menjadi tanah kecokelatan. Dan, hutan yang ditempati berkemah ini, mungkin sisa inilah lokasi yang masih bisa dicegah agar masyarakat tidak menggarapnya, buat dijadikan lahan perkebunan.”
Lalu saya tabalkan, “Betapa berat apa yang menjadi tanggung jawab mereka pada lingkungannya. Sekumpulan kaum muda yang bergiat menjaga raga dan jiwa negerinya…..Gerakan literasi dihadirkan sebagai upaya menghidupkan jiwa negeri. Gerakan cinta lingkungan diadakan sebagai cara merawat raga negeri. Literasi lingkungan, itulah jalan terbaik buat menyahuti yang tersisa dari Hutan Pinus Rombeng, Bonto Lojong.”
Kiwari, hutan tersebut sudah menjadi destinasi wisata, menjadi tempat berkemah akhir pekan. Masyarakat setempat sudah menjaga hutan tersebut. Poin terpentingnya, terletak pada cukup berhasilnya target yang dipatok penyelenggara, berupa tercegahnya hutan tersebut dari kebakaran atau dibakar.
Hari Ahad, 20 Oktober 2019, saya kembali ke hutan tersebut. Bukan untuk berkemah seperti tahun sebelumnya. Melainkan hadir seharian, guna memberikan penguatan pada calon Duta Literasi Lingkungan (Lilin). Pesertanya, sekaum pelajar, dari beberapa sekolah menengah atas, atas undangan panitia Kemah Buku Kebangsaan (KBK) Jilid III, akan terhelat 24-28 Oktober 2019, berlokasi di Trans Muntea, Bonto Lojong. Para duta ini, akan menjadi ikon KBK, guna mewujudkan Program Inovasi untuk Sekolah (Pinus)
Sekira pukul 07.30, seorang kawan, Rahman Ramlan, Direktur Bonthain Institute, menjemput saya, menuju lokasi pelatihan penguatan calon Duta Lilin Pinus. Perjalanan memangsa waktu, hampir 40 menit berkendara motor. Sekira kecepatan rata-rata 35-40 Km/jam, kami tiba di markas komunitas literasi, Serambi Baca Tau Macca Loka, bersua pegiatnya, Aby Pasker. Setelah istirahat sejenak, sembari minum kopi, lanjut perjalanan ke lokasi pelatihan. Perjalanan memangsa waktu 20 menit. Naik motor plus jalan kaki. Sesampai di arena, kami disambut oleh Jamal Mapia, Jumaris, dan Ahmad Ismail. Mereka para pegiat literasi, punggawa helatan KBK Jilid III.
Di Hutan Pinus Rombeng, saya dan Rahman Ramlan, tidak segera berlaga di pelatihan. Saya mengamati hutan pinus ini. Meluaskan pandangan, mengenang kembali helatan KBK Jilid II tahun lalu. Saya membatin, nampaknya, tanda-tanda kehidupan telah menyata di hutan ini. Lokasi ini, benar-benar sudah menjadi objek kunjungan akhir pekan, guna berkemah. Rahman Ramlan menyempatkan diri membuka percakapan dengan seorang ibu separuh baya, yang berjualan di lokasi. Saya menguping perbincangan. Benar saja adanya, sejak dibuka sebagai lokasi perkemahan, hampir setahun lalu, telah memberi manfaat bagi warga sekitar. Perputaran ekonomi lumayan dinamis, pun hutan terjaga dari kebakaran.
Jam menunjukkan hampir pukul 10.00. Pelatihan penguatan calon duta literasi lingkungan dimulai. Saya didapuk sebagai pemateri pertama. Mengantarkan topik penguatan literasi secara umum, sebagai pengantar memasuki literasi lingkungan. Berikutnya, Jamal Mapia dari Serambi Baca Tau Macca Mapia Bonto Lojong, mendedahkan pengetahuan tentang lingkungan. Dan, sesi berikutnya, Rahman Ramlan, membekali peserta sebentuk gagasan bagaimana merancang perubahan.
Bentuk praktis dari pelatihan penguatan ini, setelah serangkaian materi pengetahuan diberikan, peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok literasi dan kelompok lingkungan. Setiap kelompok mendiskusikan apa yang harus dilakukan di sekolah masing-masing. Serupa program kerja, sebagai duta literasi lingkungan nantinya. Tentu program tersebut terkait langsung dengan literasi dan lingkungan. Persisnya, literasi lingkungan.
Garis besar program literasinya, membuat semacam sudut baca, memperkuat taman baca yang sudah ada, melakukan pelatihan literasi, menghadirkan majalah dinding. Sementara program lingkungannya, terkait langsung dengan soal sampah, pembuatan tempat sampah dari sampah, pelatihan daur ulang sampah organik, mempercantik taman sekolah, dan memungut sampah sebagai tiket pulang sekolah.
Dari persamuhan seharian ini pula terungkap makna penting dari hadirnya duta literasi lingkungan. Menurut para punggawa KBK Jilid III, Aby Pasker, Jamal Mapia, Ahmad Ismail, dan lainnya, inilah ikon terdepan hajatan ini. Pun di acara penguatan ini, muncul semacam tafsir istilah dari Rahman Ramlan. Duta merupakan singkatan dari Demi untuk Tanah Air. Lilin, kependekan dari Literasi Lingkungan. Sedangkan Pinus, akronim Program Inovasi untuk Sekolah.
Lebih khusyuk Rahman Ramlan mendedahkan, “Duta, berarti utusan. Perpanjangan misi KBK di sekolah nantinya. Lilin bermakna penerang, pembawa cahaya.Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan, di situ ada makna pengorbanan. Misi perubahan tersebut diberi nama Pinus, sejenis pohon yang banyak tumbuh di daerah Ulu Ere. Pohon yang banyak dimanfaatkan kayu dan getahnya, serta untuk konservasi lahan.”
Sore menyapa, senja menyata, persamuhan penguatan Duta Lilin Pinus, segera berakhir. Di pucuk percakapan, Aby Pasker menegaskan sekaligus berharap pada peserta, agar benar-benar bersiap menjadi duta literasi lingkungan, yang menjalankan program inovasi di sekolah. Sebab, ikon inilah penanda utama KBK Jilid III. Seperti halnya, penanda KBK Jilid II, selamatnya Hutan Pinus Rombeng dari kebakaran, baik karena dibakar, atau sebab terbakar.
Hutan Pinus Rombeng sebagai lokasi KBK Jilid II, kemudian menjadi tempat menggembleng duta literasi lingkungan, bagi saya punya kesan tersendiri. Pertama kali datang, diberi penanda kuat, berupa debu hitam akibat sisa-sisa kebakaran. Kini, penandanya lain lagi, angin bertiup amat kencang. Pohon pinus saling gesek. Irama musik alam terasa asri. Ada harmoni menghidu diri.
Pegiat Literasi dan Owner Paradigma Group. CEO Boetta Ilmoe_Rumah Pengetahuan Bantaeng. Mengarang buku Sehimpunan Puisi AirMataDarah (2015), Tutur Jiwa (2017), Pesona Sari Diri (2019), Maksim Daeng Litere (2021), dan Gemuruh Literasi (2023). Kiwari, selaku anggota redaksi Kalaliterasi.com.