Sebagai orang yang baru bergerak di bidang jasa maupun di bidang industri kreatif, tekanan untuk diharuskan menjadi “berbeda” begitu besar. Berbeda agar memiliki klien di tengah-tengah manusia yang memiliki profesi sama. Yang tentu memiliki skill lebih jago, lebih cepat, style lebih oke, lebih muda dari usia kita dan hal-hal unggul lainnya.
Pun ketika sudah mendapatkan klien, tentu berlomba-lomba lagi agar memiliki klien tetap. Yang sekali lagi tentu memerlukan usaha keras agar menjadi lebih berbeda lagi. Caranya? Dengan menjadi berbeda yang autentik dengan orang-orang yang bergerak di bidang sama.
Memperkuat Personal Branding
Saya mempunyai orang-orang terdekat yang tanpa mereka sadari, sudah membangun personal branding-nya sendiri. Kalau dalam bidang ilustrasi, tentu bukan sekadar mengandalkan keunikan ilustrasi atau style-nya begini dan begitu. Sebab ilustrasi sama seperti desain, ia memiliki pola-pola yang bisa dengan mudahnya ditiru. Namun, dengan memahami keautentikan yang sudah ditemukan dalam potensi diri, keunggulan akan ditopang kuat oleh elemen-elemen yang lain.
Di buku ini dijelaskan elemen yang mesti dimiliki seseorang untuk menemukan keautentikan dirinya. Elemen tersebut adalah competency, connectivity, creativity, contribution dan compliance. Lima elemen ini bisa disebut “Circle P” (P sendiri singkatan dari personal) sebab melingkari satu sama lain, bahu-membahu dalam menciptakan reputasi diri.
Konsep Competency kita kembangkan untuk menciptakan diferensiasi diri hingga memliki Unique Selling Proposition (USP) dan Emotional Selling Proposition (ESP). Bagaimana menciptakan kompetensi dan perbedaan di dalam pikiran audiens hingga tidak dimiliki oleh orang lain atau orang lain tidak fokus ke hal yang sama.
Fungsi Connectivity utamanya untuk memberikan jalan agar kompetensi yang dimiliki bisa dirasakan manfaatnya oleh publik. Menghubungkan kompetensi personal ke target audiens dengan menggunakan media massa salah satunya. Agar melekat kuat, harus kita buat untuk kemaslahatan publik. Psikologinya, orang-orang akan memberi waktu jika ada benefit untuk diri mereka sendiri. Maka kompetensi personal yang dikompetensikan harus bicara manfaat pada publik, bukan sebaliknya.
Creativity adalah elemen strategis yang harus ditangani secara serius, karena tidak mudah mempertahankan keberlangsungannya. Layaknya soda gembira yang hanya ketika dibuka, akan mengeluarkan buih sesaat dan tidak bisa diulangi. Dan ketika terjadi pengulangan yang sama sudah akan dianggap biasa. Kreatifitas yang dibangun tentu memberikan dampak banyak pihak dan sifatnya berkelanjutan. Menciptakan manfaat bagi publik dan juga bagi personal itu sendiri. Creativity adalah kunci untuk menciptakan kesegaran-kesegaran dalam personal branding.
Konsep Compliance adalah rambu-rambu untuk melihat di mana titik reputasi bisa kuat atau lemah. Perilaku yang sama bisa menjadi indikasi reputasi yang berbeda untuk profesi, bahkan waktu yang berbeda.
Konsep Contrbution seberapa jauh solusi yang kita buat bisa memberikan dampak terhadap masyarakat. Eksistensi menjadi perhatian yang utama. Apabila kita tidak melakukan contribution, tentu tidak memiliki reputasi apa-apa. Indikatornya sekali lagi kontribusi apa yang bisa diberikan untuk masyarakat.
Mempelajari personal branding, tentu berbeda saja tidak cukup, karena tanpa menguasai “Circle P” ini, akan mudah tenggelam kembali. Dan akan tergantikan oleh orang-orang yang personal brandingnya lebih kuat.
Ada anggapan bahwa personal branding seperti pencitran, manipulasi atau berpura-pura yang jatuhnya akan membohongi publik sebab jauh dari karakter asli.
Sebenarnya personal branding yang betul justru pertama kali menomorsatukan manfaat yang didapatkan oleh masyarakat. Bagaimana menuntun kita untuk mengembangkan pembawaan alami dengan menggabungan kompetensi yang kita miliki, ketekunan melatih diri, kegigihan dalam membangun kesempatan, dalam menemukan keberuntungan.
Namun jika karakter itu bersifat negatif, maka harus diubah. Bukan dipoles, sehingga menghasilkan yang jauh dari karakteryang biasa disebut pencitraan. Selain Circle P, ada unsur V-A-K. Yakni bagaimana representasi perilaku (visual) kita baik secara pribadi maupun yang memiliki afiliasi dengan kita, mendengar (auditorial) dan berhubungan langsung dengan kita (kinestik) menjadi penopang.
Inilah mengapa personal branding mulanya bermain di skala kecil. Sebab menggunakan the power of mouth dari orang-orang di sekitar dengan memanfaatkan pikiran, emosi dan perilaku target audiens sehigga terbangun kuat yang menghasilkan personal storytelling. Sekilas, personal branding seperti terlahir dengan sendirinya. Sebab orang-orang jarang mengamati proses dibaliknya sehingga jadi terkesima, hingga lupa bahwa ada passion, disiplin, tingkat improvisasi, kerja keras dan gabungan dari kreativitas. Personal Branding Code, buku yang terlihat mudah dipelajari begitu melihat poin-poin “Circle-P” pada awal bab.
Namun memerlukan usaha dan konsistensi sebagai pelengkapnya. Mari menemukan personal brand versi masing-masing. Memikirkan kembali apa yang kira-kira kita miliki namun orang lain tidak punya. Jika masih bingung menemukan dalam diri, gunakan saja mind map.
Judul: Personal Branding Code
Penulis: Silih Agung Wasesa
Penerbit: Noura
Edisi: Pertama, Oktober 2018
ISBN : 978–602–385–486–8