Berselancar pada Permukaan, Menyelam di Kedalaman

Tatkala malam Minggu tiba, para penghadir menyemuti lokasi perkemahan. Sejak dibuka secara resmi pada Sabtu pagi, peserta perkemahan sudah mulai berdatangan.  Sore hari, gelombang  penghadir makin padat. Dan, hingga larut malam, masih saja ada yang datang.  Bolehlah saya taksir, ada sekira 500 orang, menyemuti areal Kemah Buku Kebangsaan (KBK) Jilid III, 24-28 Oktober  2019, bertempat di Trans Muntea, Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng. Puncak bermukim di malam Minggu itu, seolah menjadi miniatur, orang-orang yang sedang “wukuf di Padang Arafah”.

Sesarinya, KBK  punya riwayat panjang ke belakang. Ini kali ketiga dilaksanakan. Selalu merujukkan diri pada momentum Sumpah Pemuda. Tahun 2017, berlokasi di Loka Camp, Desa Bonto Marannu dan tahun 2018, bertempat di Hutan Pinus Rombeng, Desa Bonto Lojong.  Ketiga arena perkemahan itu, semuanya dalam wilayah Kecamatan Ulu Ere. Mungkin karena penghelatnya adalah sekaum anak muda, atau yang merasa muda, tergabung dalam Aliansi Pemuda Ulu Ere.

Sewaktu di Loka Camp, tahun 2017, kontribusi KBK Jilid I, bisa dilihat pada adanya keinginan untuk merevitalisasi kembali fungsi Loka Camp, sebagai sarana untuk pengembangan sumber daya manusia. Sebab, Loka Camp, salah satu asset Pemda Bantaeng, cenderung sudah terbengkalai. KBK Jilid I, ingin memantik kembali fungsi tersebut.

Begitu pun dengan KBK Jilid II, tahun 2018, bertempat di Hutan Pinus Rombeng. Kontribusi KBK amat jelas adanya. Menyelematkan hutan dari kebakaran atau dibakar, dan sedapat mungkin ada wahana baru buat destinasi wisata. Hasilnya? Sangat konkrit. Kiwari, setiap akhir pekan, Hutan Pinus Rombeng menjadi alternatif kunjungan libur akhir pekan. Selebihnya, membawa dampak pada masyarakat sekitar. Masyarakat mulai mengelolanya sebagai areal tumbuhnya siklus ekonomi, berupa adanya lapak warga.

Demikian juga dengan KBK Jilid III, tahun 2019. Jelas punya maksud. Selain sebagai bentuk penegasan pada kaum muda untuk memperbarui sumpahnya, pun ada keinginan agar wilayah ini mendapat dampak, sebagai akibat dari hadirnya perkemahan. Paling tidak, suara warga yang menginginkan akses jalan diperhatikan. Pasalnya, akses jalan ke lokasi ini, dimana perkebunan warga begitu luas, masih sangat rusak. Warga meminta, lewat KBK Jild III, para penghadir menyaksikan akses jalan, sekaligus membantu meneriakkan kesulitan warga ini.

Detail lokasi KBK Jilid III, sesungguhnya merupakan kebun warga, tapi disulap menjadi areal perkemahan. Tentu setelah hasil kebun dipanen, meskipun pemanenan itu terkesan dipercepat. Warga merelakan kebunnya ditempati. Dukungan warga lainnya tidak tanggung-tanggung. Empat rumah warga menyuplai aliran listrik dan air, buat menyukseskan perkemahan. Aliansi Pemuda Ulu Ere telah berhasil menggalang warga untuk helatan ini. Tentulah ada harapan yang mesti diapresiasi, atas kontribusi warga ini.

Ada banyak mata acara selama perkemahan berlangsung, 24-28 Oktober 2019. Sederet program ditawarkan, talk show, diskusi, lomba bernuansa literasi, jumpa penulis, pengukuhan duta literasi lingkungan, dan lainnya. Hajatan ini, melibatkan sejumlah penghadir dari berbagai elemen sosial. Pelajar, komunitas pecinta alam, komunitas literasi, keluarga-keluarga pemburu bahagia, semuanya menyemut di arena.

Dukungan alam sekitar akan hajatan ini sungguh total. Saya bisa menafsirkan tingkah alam ini, semisal angin berhembus kencang hingga sepoi. Cuaca terik menyengat sampai dingin menggerayangi tulang. Sesekali kabut datang dan pergi. Sempat pula hujan merintik, sembari merintih karena masih kesulitan menjatuhkan butirannya. Sekotahnya medemontrasikan diri, seolah berkata selamat mengenali kami, yang abadi mengawal lembah perkemahan.

Sampai di sini, cukup elok jika saya ajukan tanya, sekaligus jawaban atas tanya itu. Bagaimana selaiknya memahami hajatan koalisi pegiat lingkungan dan literasi, menubuhkan diri dalam tajuk  Kemah Buku Kebangsaan, hingga berjilid-jilid? Waima tidak ikutan dalam demo berjilid-jilid itu? Sebagai orang yang ikut berkemah sejak jilid I, mungkin perlu saya ujarkan sejumput pendapat atas soal ini.

Aliansi Pemuda Ulu Ere sebagai ujung tombak hajatan KBK, jika ditelisik lebih dalam, pilarnya ada pada komunitas literasi dan komunitas pecinta lingkungan. Mereka kemudian bersetubuh di tiga fondasi, Serambi Baca Tau Macca Loka, Serambi Baca Tau Macca Mapia Bonto Lojong, dan Taruna Baca Sipakalabbiri. Tiga komunitas inilah yang mengorkestrasi helatan berjilid-jilid ini.

Bagi mereka, mengorkestrasi hajatan, bagai peselancar di permukaan gulungan ombak. Mereka mengendari papan selancar, mengikuti tarian ombak. Meliuk, terbang, dan meluncur. Indah bukan? Saya sering menyebutnya sebagai penubuhan kegembiraan. Melakukan perayaan, menggelar festival literasi lingkungan, perkemahan buku dan lingkungan, karena gembira. Kegembiraan layak dirayakan, pantas dipentaskan.

Namun, sebelum mereka berhari raya, berpesta, dan bergembira, sejatinya mereka menyelam di kedalaman pengalaman sehari-hari. Mereka menjadikan peristiwa literasi dan lingkungan sebagai laku seharian, lakon setiap saat, dan tingkah kulturalnya. Mereka melatainya, ibarat seorang penyelam, menyelam di keindahan lautan, dengan segala panorama laut. Bagi mereka, menyelami tradisi literasi lingkungan di komunitas, merupakan cara mencicil kebahagiaan. Karenanya, mereka melata di seluruh penjuru mata angin, yang bisa dijangkau, sebagai upaya  menunaikan rasa bahagia.

Jadi, mereka menggelar hajatan Kemah Buku Kebangsaan berjilid-jilid, sesarinya, merupakan perwujudan kegembiraan dan kebahagiaan. Mereka gembira karena berselancar pada permukaan pentas dan bahagia sebab mereka menyelam di kedalaman pengalaman sehari-hari. Makanya, saya tak pernah heran, tatkala KBK didedahkan, saya selalu gembira dan bahagia. Adakah kisanak yang menyata di arena dan penyaksi dari kejauahan, juga demikian?

Kredit foto: Riris

 

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221