Kepatuhan + Kesabaran = Keberkatan

Kepatuhan + Kesabaran = Keberkatan? Tiga kata dengan pesan tersirat dalam novel pertama Kembara Rindu ini, ditulis seorang pengarang nan terkenal dengan ciri khas bisa membangun jiwa para pembaca novelnya. Novel ini adalah novel dwilogi (dua seri). Ini adalah seri pertama. Jika kalian ingin tahu maksud di atas. Bacalah resensi ini sampai selesai, ya.

Novel ini menceritakan dua tokoh utama yaitu Syifa dan Ainur Ridho atau sering dipanggil Udo. Syifa adalah seorang perempuan berusia 17 tahun. Ia sudah lama putus sekolah untuk bekerja mencari uang agar bisa memberi makan keluarganya. Yaitu adiknya Lukman, dua neneknya yang mulai sakit-sakitan nan lemah, dan kakeknya yang sakit dan terbaring di ranjang. Berhari-hari, Syifa menjajakan dagangannya berupa gorengan dan minuman. Dia menjadi tulang punggung keluarga menggantikan Rhido sepupunya. Setelah kedua orang tuanya meninggal ketika dia masih kecil dulu.

Sedangkan Ridho adalah seorang lelaki baik budinya, patuh terhadap perkataan keluarganya dan kiainya, ramah, suka menolong tanpa mengharapkan imbalan, cerdas, dan berani membela kebenaran. Dia memondok di pesantren di daerah Jawa. Sekaligus menjadi khadim (asisten) para kiai di pondok, di sela-sela belajarnya.

Novel ini dibuka dengan pengenalan tokoh. Lalu sedikit demi sedikit mulai memasuki awal masalah sampai pada klimaks masalah, dan diakhiri dengan penyelesaian masalah. Ketika membaca novel ini. Seolah-olah kita bagai menonton film, dimotivasi, dan diajak dalam menggunakan emosi. Ikut merasakan bagaimana tokoh Syifa harus banting tulang mencari uang dan juga menjadi tulang punggung keluarganya sejak kecil.

Awal masalah cerita ini baru dimunculkan ketika Ridho baru pulang dari pesantrennya. Awalnya Ridho bekerja seperti Syifa menjajakan gorengan, tapi tidak banyak yang laku. Ia mengganti dengan berjualan ayam goreng, sampai akhirnya dia kembali menjajakan gorengan. Syifa juga membantu, tapi dia hanya menjajakan gorengan seperti biasa. Hari demi hari dagangan mereka hanya bisa terjual sedikit. Sehingga lambat laun mereka mulai panik dan memikirkan cara agar bisa mencari uang lagi, karena desakan finansial mereka yang mulai menipis.

Di sini klimaks cerita mulai tampak. Pembaca dibuat penasaran dan harus menebak bagaimana tokoh Syifa dan Ridho bisa menghadapi masalah mereka yang mulai pelik, kekurangan ekonomi, dan cemooh warga kepada Ridho.

Novel ini akan mengungkap siapa Syifa sebenarnya? Bagaimana sejarah keluarga Syifa? Kenapa keluarga Bu Rosma membenci keluarga Syifa? Semua pertanyaan ini akan membuat para pembaca penasaran dan harus menebak-nebak, dan mencari jawaban itu semua.

Ketika usaha dan perjuangan Syifa dan Ridho hampir di ujung jurang. Berbagai ujian menghampiri mereka seperti tawaran menjadi artis dengan iming iming uang banyak, kaya raya, populer. Bagaimana siasat licik keluarga Bu Rosma hendak menipu mereka dengan uang puluhan juta hanya agar keluarga Syifa tidak bisa mendapatkan warisan. Semua itu pun akan diceritakan.

Ketika mereka menepis segala tawaran tersebut dan siasat licik keluarga Bu Rosma. Mungkin kalau kita di posisi mereka, tanpa pikir panjang akan langsung menerima dan setuju. Apalagi dengan keadaan yang terdesak oleh ekonomi. Tapi mereka menolak.

Ketika rasa putus asa menghampiri Syifa dan Ridho. Tiba-tiba mereka bertemu Kiai Shobron yang pernah mengajar Ridho di pesantren dan sudah dianggap keluarganya sendiri. Mereka dibawa ke pesantren yang dulu pernah diamanahkan oleh Kiai Nawir sewaktu Ridho hendak pulang ke kampung halamannya.

Di sanalah sebuah titik terang ditemukan Ridho dan Syifa setelah mendengar saran dan petuah dari Kiai Harun. Mereka patuhi dan melaksanakan semua petuah tersebut dengan sabar. Sehingga yakin dan pasti mereka menjadi sukses dan mendapat keberkatan di kemudin hari.

Syifa dan adiknya Lukman bisa melanjutkan kembali sekolah mereka. Kakek dan neneknya Syifa dan Ridho mendapatkan perawatan dan pengobatan terhadap penyakitnya. Ridho sukses dalam bisnisnya dan juga bisa bermanfaat bagi kampungnya. Dengan menjadi imam di masjid kampungnya, sekaligus membangun pesantren bagi anak-anak dan mengadakan pengajian bagi orang dewasa di kampungnya.

Di sini, mungkin penulis ingin menjelaskan kepada pembacanya. Jika kita ingin sukses dan mendapatkan keberkatan dalam hidup. Harus patuh mendengar petuah dan saran dari orang-orang baik dan bijak. Apalagi kalau itu dari kiai atau ulama. Jika petuah dan saran tersebut bermaksud baik. Sabar dalam berusaha melaksanakan segala pekerjaan, sehingga kita akan medapatkan kesuksesan dan keberkatan di kemudian hari.

Novel ini begitu sarat dengan pesan-pesan moral dan memotivasi hidup. cerita yang disajikan menggunakan alur maju dapat memudahkan pembaca untuk langsung paham dan larut dalam cerita. Bagai menonton film. Pembaca dibuat susah untuk tidak melanjutkan membaca cerita sampai tamat. Penulis begitu mahir dalam merangkai cerita. Pembaca dibuat tidak bisa menebak akhir dari cerita, sehingga mau tidak mau harus membaca sampai tamat.

Novel ini begitu bagus untuk dibaca ketika waktu senggang. Tidak membuat bosan, sehingga betah berlama-lama membacanya. Ditulis dengan gaya bahasa yang indah dan santai. Tapi, karena novel ini dwilogi, sehingga para pembaca dipenuhi rasa penasaran dan terus bertanya-tanya setelah menamatkan novel pertama ini. Bagaimana cerita selanjutnya? Kapan akan diterbitkan buku keduanya?

Terakhir, saya sangat merekomendasikan novel ini bagi kalian yang suka membaca novel dan ingin menghabiskan waktu senggang. Apalagi ketika hujan turun. Sembari menunggu hujan reda dengan membaca novel ini dan ditemani secangkir kopi atau teh panas. Wah, begitu nikmat sekali.

Identitas buku:

Judul buku: Kembara Rindu
Nama Pengarang: Habiburrahman El Shirazy
Nama Penerbit: Republika
Ketebalan Buku: iv+266 Halaman
Tahun Terbit: Cetakan 1, September 2019
ISBN:978-623-745-809-8

 

Sumber foto: https://www.wasathiyyah.com/karya/resensi-buku/07/09/2019/kisah-menghibur-lagi-inspiratif-dari-kaki-pesagi/

  • Indonesia adalah negara majemuk. Ada banyak agama, suku, ras, budaya, dan bahasa yang hidup di dalamnya. Tuntutan untuk membangun kehidupan bersama akhirnya menjadi tujuan yang tak terelakkan, untuk menghindari konflik identitas, agar setiap keragaman dapat hidup rukun dan harmonis. Untuk itulah, pluralisme harus terus dikampanyekan, agar menjadi gagasan dan tatanan nilai masyarakat. Karena pluralisme dapat…

  • “Alangkah menariknya jika besok-besok berdiri Komunitas Jalalian yang mengabadikan gagasan-gagasan Kang Jalal sama seperti Komunitas Gusdurian.” (Bahrulamsal) “Tidak mesti menjadi Syiah untuk mencintai keluarga Nabi, Ahlulbait.” (Kang Jalal) Urita wafatnya Kang Jalal, panggilan populer dari K.H. Jalaluddin Rakhmat, seorang cendekiawan muslim, membuat kepingan ingatan saya, seperti film seri yang menuntut diputar kembali. Apatah lagi, jagat…

  • ”Jalan raya adalah hutan rimba. Pengemudi yang baik harus mengaum untuk maju!” (Kutipan dialog The White Tiger) Kemiskinan adalah keadaan yang menjengkelkan, dan karena itu membuat setiap orang ingin sesegera mungkin meninggalkannya. Siapa yang ingin jadi kuli seumur hidup dan hanya sanggup tidur beralaskan tikar selamanya, sementara sebagian lainnya tanpa harus banyak membuang keringat dapat…

  • Gara-gara Gusmuh, panggilan popular Muhidin M. Dahlan, mengunggah satu esai di Mojok.com, berjudul, “6 Pelajaran Penting dari Almarhum Jalaluddin Rakhmat”, sehingga mencungkil kepingan-kepingan ingatan saya, pada satu era persetubuhan pemikiran Islam, tahun 1980-1990, yang pengaruhnya masih terasa hingga tahun 2000. Esai itu ditorehkan berkenan dengan wafatnya seorang cendekiawan muslim Indonesia garda depan, Jalaluddin Rakhmat, 15…

  • Semalam setelah mentalak gawai seharian, saya duduk tak bergeming men-scroll informasi di jendela dinding Fb: Jalaluddin Rakhmat meninggal dunia. Informasi ini lekas membuat saya bagai patung duduk sendirian di atas sofa, merasa bahwa informasi ini tidak sedang mengabarkan kenyataan yang sebenarnya. Hati saya menolak menangis masih sanksi bahwa informasi ini hanya rekaan belaka. Saya buka…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221