“Aku bisa terbang dari tempat ini dengan buku. Aku sampai ke ujung dunia dengan sayap kata. Saat aku membaca, tak ada yang mengejarku. Saat aku membaca, akulah yang mengejar… mengejar Tuhan”
Dengan suara ditekan, kalimat maaf itu diucapkan Dr. W.C Minor (Sean Penn) kepada Nyonya Merrett (Natalie Dormer) , perempuan janda yang ditinggal mati suaminya.
Pertemuan mereka bukanlah kali pertama terjadi ketika Eliza Merrett datang membawa buku mengunjungi Doktor Minor di dalam penjara khusus orang gangguan jiwa. Ini adalah kunjungan kesekian setelah Eliza memberanikan diri mendatangi orang yang telah membunuh suaminya.
Halaman demikian lapang dengan rumput hijau terawat baik, dan tembok pagar bangunan penjara mengelilingi mereka. Suasana yang tidak sama sekali mencerminkan bahwa di tempat itu adalah pusat rehabilitasi sekaligus penjara khusus orang gangguan mental, membuat percakapan itu kian ganjil.
Bukan lain sebab selain kunjungan itu sebenarnya pertemuan antara si gila pembunuh dan istri korbannya. Pertemuan belakangan intens itu tak dinyana menimbulkan perasaan mendalam satu sama lain.
The Professor and The Madman (2019) bukan kisah ”cinta” antara Dr. Minor dan Eliza Merrett. Selingan pertemuan mereka hanyalah secuplik kisah yang memberikan narasi romantisme bagi sosok Dr. Minor.
Sosok Dr. Minor, digambarkan pribadi psikopat. Kepribadiannya diliputi halusinasi akut terhadap sosok misterius yang datang dari sejarah kelam saat ia menjadi dokter bedah saat masa perang.
”Ia muncul dari dalam tanah, dan tiba-tiba menyerangku”, begitu pendakuannya tentang sosok halusinatif yang kerap menghantuinya kepada sipir penjara. Salah satu klimaks kegilaan Dr. Minor ditunjukkannya ketika ia dirundung perasaan bersalah demikian mendalam terhadap Eliza Merrett.
”Mr. Coleman…! Teriak Dr. Minor setelah membobol pintu selnya.
”Tolong panggilkan klinik, saya melukai diriku sendiri”.
Dr. Minor mengangkat kedua tangan berlumuran darah yang sebelumnya menjepit putus kemaluannya menggunakan sebilah plat kawat.
Pekerjaan ”gila”
The Professor and The Madman diangkat dari novel karangan Simon Winchester, penulis cum mantan jurnalis surat kabar The Guardian, Inggris, yang meramunya dari kisah nyata. Melalui pendekatan narasi non-fiksi, karangannya ini mengisahkan sejarah suatu proyek ambisius pencipataan kamus Oxford English Dictionary oleh dua orang bernama Profesor James Murray (Mel Gibson) dan Dr. Minor (Sean Penn). Ajaibnya pekerjaan ini dilakukan oleh dua orang yang sama-sama berlatarbelakang ”gila”.
James Murray, bukanlah professor dalam arti sebenarnya—kelak ia mendapatkan gelar prestisiusnya setelah hasil kerjanya diakui oleh komunitas ilmuwan dan kerajaan Inggris. Ia bahkan tidak lulus sekolah karena diusia 14 tahun mesti membantu keluarganya mencari nafkah. Tapi, penguasaan ilmu leksikograf dan ilmu filologi membuat takjub Dewan Penerbitan Oxford saat itu.
Dikutip dari wikipedia.org, dalam suatu surat di tahun 1861 kepada Thomas Watt, penjaga buku cetak di British Museum, Murray mengaku sebagai polyglot yang menguasi lebih dari sepuluh bahasa bangsa-bangsa dan bahasa daerah disertai logat khasnya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah bahasa Latin dan Yunani, Romawi, Italia, Spanyol, Prancis, Catalan, Portugis, Vaudois, Provencalen, Jerman, Belanda, Denmark, Flemish.
Tidak saja itu, ia mengaku menaruh minat spesialisasi kepada bahasa Anglo Saxon dan Moeso Gothic, Rusia, Syiria, Bahasa perjanjian lama dan Peshitta, Aram, Arab, Koptik dan Fenisia.
Pekerjaan Murray bisa dibilang pekerjaan ”kegilaan”. Sejak Maret 1879 disahkan Dewan Penerbitan Oxford sebagai kepala tim penyusun kamus, ia mesti mengumpulkan dan mendefenisikan makna seluruh kata bahasa Inggris baik bahasa pakem yang masih digunakan hingga arkais ke dalam satu tabulasi berdasarkan sejarah penggunaannya, asal usul, cara penyebutan, perubahan dan peralihan kata, serapan, serta kutipan konteks kata-kata itu digunakan.
Proyek “gila” nan revolusioner itu diprediksi membutuhkan waktu satu abad. Tapi dengan usulan Murray sendirilah kamus itu dapat disusun bertahap kurang dari satu abad dengan melibatkan seluruh pemakai bahasa Inggris melalui korespondensi surat menyurat.
Pekerjaan ”seumur hidup” itu berhasil diselesaikan 10 tahun dengan mencatat 414.825 kata yang didefinisikan dan 1.827.306 kutipan digunakan untuk menggambarkan artinya, yang terdiri dari 12 volume ketika kali pertama diterbitkan pada tahun 1928.
Dari proyek ”borongan” terbit persahabatan
Dalam film, Professor Murray adalah sosok dingin sekaligus ambisius yang setiap pagi memulai rutinitas tanpa menyapa rekan kerjanya terlebih dahulu. Ia memiliki desktop khusus tempat ia bekerja. Di meja itu ia bakal duduk seharian ditumpuki gulungan kertas, buku-buku, dan berkarung-karung surat, menepekuri berlapis-lapis pagina yang berisi ribuan kata.
Di ruangan itu pula bersama tim yang dibentuknya, setiap hari menyigi kata-kata satu demi satu sesuai abjad. Kertas-kertas kerja digantung mengelilingi ruangan yang sepenuhnya beralaskan almari berisi ribuan jilid buku. Ruangan itu nampak seperti perpustakaan yang sempit kehilangan ruang spasialnya dan tiga orang pekerja kata yang bergerak nyaris tanpa obrolan.
Tanpa mereka sadari, pekerjaan yang mereka alami dilakukan juga seorang bergangguan jiwa di suatu sel kamar Broadmoor, sebuah rumah sakit untuk para penjahat psikopat paling gila. Si gila ini, yang bernama Dr. Minor, pada mulanya tidak sengaja membaca iklan dalam koran yang diinisiasi “tim kamus” untuk mencari relawan agar orang-orang memberikan kutipan dan contoh penggunaannya untuk digunakan dalam kamus.
Tanpa berpikir panjang pasca membaca ”iklan kamus” Dr. Minor menemukan kegairahan baru. Setelah membaca buku membuat kesadarannya mengalir bebas, menulis membuat akal sehatnya ”memelar”. Ia meminta sebanyak-banyaknya tinta dan kertas kepada sipir penjara.
Selama kurang sepuluh tahun sel tempatnya dikurung berubah menjadi seperti kantor pemimpin kantor pos dengan sebuah meja tempatnya menulis seluruh kata yang ia ketahui dan dikirimkan kepada alamat di mana kali pertama ia melihat ”iklan kamus”. Kurang lebih sepuluh ribu kata berhasil ia sumbangkan kepada kamus Oxford melalui hasil kerjanya dari dalam sel penjara.
Korespondensi Minor membuat Murray takjub dengan hasil kerjanya. Kata-kata yang disumbangkan Dr. Minor diakuinya memangkas waktu kerja yang dibutuhkan bertahun-tahun lebih lama. Berkat sumbangan kerja Dr. Minor membuat mereka berdua akrab dan menjalin persahabatan sejak kali Murray mengunjunginya dan kaget bahwa orang yang selama ini mengirimi surat berisi ribuan kata adalah si gila Minor yang psikopat dari dalam penjara.
Bahasa dan kegilaan
Perbatasan bahasa dan kegilaan demikian tipis sampai-sampai ia mampu mengambil jalan tengah melalui sastra ataupun tradisi sufisme. Batas sains dan kegilaan juga demikian rumit sebab oleh seorang filsuf bernama Paul Feyerabend menyatakan justru hal-hal tak terduga, berbau irasional, dan mitos lah yang kerap mendasari berdirinya suatu disiplin ilmu.
The Professor and The Madman dalam konteks ini berusaha memperlihatkan tegangan antara keduanya, bahwa kegeniusan dan kegilaan seringkali tidak membutuhkan perbatasan untuk dibedakan. Ia bahkan mampu menerbitkan rasa ambisius, rasa marah, emosi, galau, harapan, dan kekecewaan sama seperti orang-orang normal.
Kerja kolaboratif antara Murray dan Minor, dalam film ini di sisi lain memberikan pengertian bahwa kejeniusan dan kegilaan memiliki kemungkinan yang setara dalam hal bagaimana menciptakan suatu dunia kreatif dan dinamis. Bahkan lebih dari itu, dalam semesta kreatifitas, kegilaan mungkin adalah kejeniusan yang belum didefinisikan.
Keterangan Film:
Genre: Drama
Diarahkan oleh: Farhad Safinia
Ditulis oleh: John Boorman, Todd Komarnicki, Farhad Safinia
Pemain: Mel Gibson, Sean Penn, Natalie Dormer, Jennifer Ehle, Stephen Dillane
Di Bioskop: 10 Mei 2019 Terbatas
Pada Disk / Streaming: 13 Agustus 2019
Runtime: 125 menit
Sumber gambar: screentune.com
Blogger paruh waktu. Ayah dari Banu El Baqir dan Laeeqa Syanum. Penulis buku Jejak Dunia yang Retak (2012), Kawan Rebahan: Eksistensialisme, Tubuh, dan Covid-19 (2021).