Pagi masih belia, dingin. Dedaunan masih basah oleh embun sisa semalam. Tatkala alarm membangunkan saya tanpa ampun. Waima masih mager (malas gerak) khas hari libur. Seperti biasa, kala akhir pekan menyata, saya selalu menghabiskan waktu di anjungan Pantai Seruni Kabupaten Bantaeng. Menikmati waktu dengan berolahraga. Joging.
Saya sepakat, tidur bukanlah cara terbaik menikmati libur. “Tidur itu candu” kata Thomas Alva Edison sang penemu yang memegang rekor 1.093 hak paten itu. Baginya, tidur terlalu lama dalam satu waktu akan membuat seseorang menjadi linglung, kehilangan waktu, vitalitas, dan peluang.
Karenanya, melawan gravitasi kasur yang empuk dan melakukan aktivitas fisik yang produktif seperti berolahraga, menikmati alam, dan berbincang ringan dengan kawan sejawat memiliki value-nya tersendiri. Rasa-rasanya jiwa kembali terisi penuh. Ibarat gawai yang telah di-charge ulang. Bersemangat.
Di era serba praktis seperti sekarang ini, kehidupan sehari-hari manusia pun ikut berubah. Banyak kegiatan yang tadinya memerlukan aktivitas fisik telah digantikan oleh mesin-mesin canggih. Ditambah pekerjaan kantoran yang lebih banyak dihabiskan duduk pasif di depan komputer. Sepulang kerja, tubuh kemudian dimanjakan dengan sofa empuk di depan TV. Kalau keadaan seperti ini terus berulang dalam waktu lama, maka akan terjadi pengecilan otot-otot (atrofi), persendian menjadi kaku, peredaran menjadi lamban dan jaringan-jaringan akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Fisik menjadi sangat lemah hingga bermuara pada obesitas.
Seperti kita ketahui bersama, obesitas merupakan induk dari beragam penyakit yang telah banyak membunuh umat manusia.
Anjungan Pantai Seruni selalu ramai tatkala akhir pekan menyapa. Serupa semut merasai aroma gula. Sekotah yang hadir, larut dalam aktivitas olahraga yang beragam: Joging bersama teman, bersepeda dengan anak, maupun yang jalan santai dengan kekasih. Waima, yang terakhir mungkin lebih banyak pacarannya tinimbang olahraga. Pemandangan yang demikian selalu menyejukkan mata. Setelah diterungku rutinitas dalam tembok beton gedung kantor yang angkuh.
Di ruang publik alami seperti inilah suasana kekeluargaan begitu terasa, menyatu dengan sepoinya angin dan rindangnya pohon di bahu jalan. Barangkali di sinilah tempat di mana fans Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi bisa hidup rukun. Memperdebatkan siapa yang terbaik memang tak ada habisnya, serupa mengajukan pertanyaan lebih enak mana bakso atau mie ayam? Sangat subyektif. Saya pribadi lebih suka menikmati permainan keduanya. Apatah lagi usia mereka sudah memasuki kepala tiga. Semoga fansnya bisa hidup rukun sebelum keduanya pensiun. Fanatisme itu membutakan kawan.
Kiwari ini. Sayangnya olahraga bagi sebagian orang masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak berguna, melelahkan dan buang-buang waktu. Bisa dipastikan yang berfikiran demikian kurang membaca. Literatur dan realitas. Bacalah literatur kesehatan, betapa olahraga memiliki segudang manfaat yang luar biasa. Ia tak hanya menyehatkan raga, tapi juga membahagiakan jiwa.
Tak percaya? Saya akan jelaskan. Sebagaimana yang saya sadur dari blog kesehatan terpercaya.
Ketika seseorang berolahraga, maka beberapa hormon dalam tubuh mengalami peningkatan. Sebut saja hormon endorfin yang dapat menurunkan kadar stres. Hormon dopamin menyebabkan seseorang merasakan bahagia. Dan hormon serotonin yang berfungsi untuk mengatur emosi, daya ingat, dan menurunkan kadar stre s akibat kelelahan fisik. Sekotah hormon tersebut bekerja sama untuk mengatur mood dan menimbulkan perasaan senang serta menciptkan fikiran-fikiran positif. Nah, melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan produksi dan metabolisme serotonin pada korteks dan batang otak.
Keren bukan? Jadi ungkapan men sana corpore sano (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat) bukanlah slogan retoris murahan belaka. Ia ilmiah adanya. Jadi jangan disamakan dengan pidato sebagian politisi kita.
Kemudian, Bacalah realitas. lihatlah sekitar kita, betapa banyak keluarga dan teman yang sakit akibat kurang aktif gerak, apatah lagi olahraga. Banyak?
Data menunjukkan, menurut Kementrian Pemuda dan Olahraga, berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2018, hanya 35,7% penduduk Indonesia yang aktif berolahraga. Berarti hanya sepertiga saja. Angka ini sudah sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang tidak sampai pada angka 28%. Alhamdulillah.
Artinya, dalam rentang waktu 3 tahun tersebut. kesadaran akan pentingnya berolahraga masyarakat Indonesia sedikit membaik. Waima, frekuensi olahraga masih rendah, yakni 68% hanya 1 kali dalam seminggu. Sisanya 2-4 kali 22%, 5-6 hari 3%, dan & hari 6%.
Tidaklah mengherankan jika biaya kesehatan masyarakat Indonesia terbilang tinggi. Mungkin lebih tinggi tinimbang cita-cita sebagian masyarakatnya. Padahal, keaktifan berolahraga masyarakat sangat korelatif dengan tingkat kesehatan. Fisik dan mental.
Saya kira, untuk menekan biaya kesehatan kita yang cukup tinggi. Bukan dengan menaikkan iuran BPJS. Pemerintah mestilah memikirkan langkah-langkah alternatif nan efektif. seperti mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga. Membangun ruang-ruang publik yang bisa merangsang masyarakat untuk aktif bergerak.
Kita mesti belajar dari Australia Barat, Kementrian Olahraga dan Rekreasi di Negeri Kanguru tersebut, memiliki tugas yang sangat spesifik. Mereka bukan lembaga pengumpul medali emas. Tapi bagaimana memastikan masyarakat aktif bergerak melalui olahraga yang memiliki akses ke fasilitas-fasilitas olahraga. Mereka melayani masyarakat dengan menyediakan sarana dan prasarana olahraga bagi daerah-daerah yang belum memilikinya.
Hal yang sama berlaku di tingkat desa. Pemerintah desa mestilah peka melihat kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Berhentilah membangun jalan-jalan yang tidak perlu (baca:belum dibutuhkan). Dan mulailah dengan membangun jiwa dan raga dengan kebijakan-kebijakan yang pro anak muda. Sebutlah lapangan olahraga, rumah kesenian, sudut-sudut baca, dan sebagainya. Pemuda di desa juga sudah mulai diterungku teknologi. Mereka menjadi lebih konsumtif, apatis, dan asosial. Jika ruang berekspresi tidak disediakan oleh pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Maka anak-anak muda akan mencari ruang-ruang lain yang mungkin bersifat destruktif.
Akhir kata. Sebagai Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, tentu saya memiliki tanggung jawab moral guna mengajak masyarakat untuk lebih aktif berolahraga. Berbahagialah dengan berolahraga, jangan menunggu bahagia baru berolahraga.
Selamat berolahraga. Selamat berbahagia
Sumber gambar: http://news.rakyatku.com/read/40899/2017/03/05/menikmati-pantai-seruni-sejak-pagi-hingga-malam