Paradigma Institute punya program baru: Ulik Buku. Program perdana kami di tahun 2020. Program ini diformat dalam bentuk diskusi santai yang dibuka secara umum. Mulanya program ini dirancang dalam bentuk diskusi terbatas dan ekslusif untuk jajaran redaksi kalaliterasi.com dan pegiat Paradigma Institute saja. Akhir tahun 2019 lalu, kami berkumpul untuk merayakan terwujudnya Liblitera—penerbitan asuhan Alto Makmuralto— menjadi CV.
Di situ sekaligus dibicarakan mengenai pertemuan mingguan jajaran redaksi kalaliterasi.com dan pegiat Paradigma Institute dalam rangka mendiskusikan buku-buku bertema futuristik. Namun, rencana ini tak kunjung berjalan. Hingga diputuskan, ide ini dilanjutkan dengan tajuk “Ulik Buku” yang dibuka secara umum. Ditujukan untuk mengulik buku-buku dengan tema unik dan sudah jarang dibicarakan di forum-forum ilmiah. Tak menutup kemungkinan juga, Ulik Buku ini jadi ruang diskusi untuk mengulas buku-buku teranyar, meski tak menjadi prioritas.
Ulik Buku sudah dua kali dilaksanakan. Yang pertama, membedah buku Putih: Warna kulit, Ras, dan Kecantikan di Indonesia Transnasional karya L Ayu Saraswati. Sayangnya, gelaran perdana ini gagal. Tak ada peserta yang datang. Mungkin pembicaranya, saya sendiri, tak menarik. Atau mungkin isu yang diajukan oleh buku tak diganrungi. Entahlah. Waktu itu cuaca memang buruk: hujan deras. Cuaca seperti itu memang biasa dinikmati dengan malas-malasan di rumah daripada harus basah-basahan ke Toko Buku Paradigma Ilmu, tempat Ulik Buku digelar.
Lagi pula, minat literasi warga yang saat ini makin susut, membuat forum-forum literasi selalu sepi. Itulah mengapa di kegiatan Ulik Buku ke-2, kami tak memasang ekspektasi tinggi mengenai jumlah peserta. Minimal fungsionaris Paradigma Institute bisa hadir, sudah lebih dari cukup. Namun Tuhan memberkati forum ini. Peserta lumayan banyak—setidaknya bagi ukuran kami. Sekitar 12 orang. Sepertinya daya tarik Bahrul Amsal, pembicara dalam Ulik Buku ke-2 ini menjadi penyebabnya. Iya lah. Pemateri kondang plus cerdas gitu lho.
Buku yang dibedahnya pun sangat menarik: Kierkegaard dan Pergulatan Mejadi Diri Sendiri karya Thomas Hidya Tjaya. Buku yang mengkaji pemikiran seorang eksistensialis yang hidupnya penuh drama eksistensial. Bahrul Amsal mengulik beberapa pemikiran inti Kierkegaard dalam buku tersebut. Mulai dari konsep “diri yang otentik” hingga mengenai “eksistensialisme religius”.
Yang juga menarik adalah pandangan Kierkegaard filsafat. Sebagaimana yang dijelaskan Bahrul Amsal, Kierkegaard menganggap filsafat tak seharusnya dijadikan cara untuk sekadar merancang pemikiran abstrak saja, namun harus mampu menyelesaikan persoalan konkret manusia. Itulah mengapa Kierkegaard mengkritik filsafat Hegel yang dianggap terlalu mujarad dan spekulatif, sehingga dianggap tak berguna bagi keputusan-keputusan eksistensial mansia yang khas dan unik.
Dan masih banyak hal yang dijelaskan oleh Bahrul Amsal mengenai isi buku tersebut. Bagi yang tidak datang, Anda bisa membaca resensi buku tersebut di sini. Artikel tersebut ditulis oleh Bahrul Amsal sendiri. Pasca kegiatan ini, kami sudah putuskan, untuk kembali mengadakan Ulik Buku ke-3 dua minggu akan datang. Sembari mempersiapkan untuk membuka Kelas Menulis angkatan ke-7. Melalui esai ini saya mengundang kawan-kawan sekalian untuk bergabung di Ulik Buku selanjutnya. Sekali-kali weekend Anda diisi dengan kegiatan literasi. Biar liburanmu terkesan anti-mainstream. Sampai jumpa.
Praktisi media. Peminat ilmu sosial-kemanusiaan. Ketua Komisi Intelektual dan Peradaban PB HMI MPO