1.
———
puisi
———
adalah hujan
pada mata kekasih
ketika bertemu:
paz
adalah hidup
dalam urat-urat darah
menari cabang-cabang pohon ranggas
jantungnya berdesir di bayang bulan
muara sungai
walcott
seperti pelihat tembus pandang
segala peristiwa tereja perlahan
atas bumi bertangan delapan
kuan
serupa huruf-huruf
berdengung lembut, tertatah dari angin sejuk
dari ujung bukit, menghalau basah letih
2019
2.
——————–
maria magdala
——————–
mawar memesona
merekah ke arah langit
duri menghindarkan
harta kekuasaan
dan buas binatang
serangga-serangga
kecil tak melukai
terbelai harum madu
cahaya matahari
angin dan embun
menjadi kekasih
kesadaran adalah duri;
hijab, mengantarmu
kepada cinta sejati
2020
3.
—————-
nama redup
—————-
untuk angel, polina dan anak-anak lain
di kota malaikat jatuh, filipina.
aku melupakan nama bunga-bunga
yang pernah mekar di halaman,
dari benih tak terlihat mereka tumbuh
bermain cahaya matahari dan lembab udara
memeluk tanah dengan akarnya yang lembut.
petal-petal berbagai warna:
yang mengering dan gugur
bukan karena terlalu letih
atau kalah karena matahari
yang mekar menyengatkan senyum
anak-anak berselisih dengan kumbang
membayangkan manis madu permainan.
cahaya matahari masih lagi membuat lebih terang
senyum-senyum dan sayap berdengung berjudi
hendak memetik atau sekedar kagum.
bunga-bunga, tiada perlu nama
hanya hidup bercahaya.
2020
Sumber gambar: biokristi.sabda.org
Tinggal di Yogyakarta. Sangat suka membaca, menulis dan berdiskusi. Berkegiatan di Satupena, Lavender Study Club dan Lingkar Studi Sosialis. Karya pernah dimuat di Nalar Politik, Ideide.com, Janang.id, Indoprogres, dan Atmazona. Antologi tunggalnya berjudul ‘Metafora Goodnick Griffin’.