Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia, Setitik Oase di Tanah Air

Buku ini dibuka dengan lembaran-lembaran mimpi seorang Haidar Bagir.

Ia bermimpi suatu saat orang akan melihat kehidupan bukan sebagai gelanggang pertarungan memojokkan dan menyingkirkan orang lain demi menguasai sarana pemuas syahwat untuk diri sendiri.

Mimpi melihat planet ini sebagai kumpulan tempat tinggal untuk manusia, bukan tempat tinggal kecerdasan-kecerdasan buatan–yang betapa pun pintarnya–tak akan pernah punya kelembutan etika dan keluhuran cita estetika seperti manusia biasa.

Bermimpi bahwa semua medan kehidupan adalah sekolah. Karena sesungguhnya, manusia adalah bak benih, yang menyimpan segenap kesempurnaan dalam dirinya. Lemparlah begitu saja di tanah yang subur, siram seperlunya, rawat dengan penuh cinta, ia akan jadi tumbuhan yang segar, rimbun, dan mengeluarkan banyak bunga indah, serta buah-buahan bermanfaat yang berlimpah. Tak ada sekolah yang bisa menggantikan sekolah kehidupan.

Narasi tentang mimpi pengarang saya kutip secara lompat-lompat mulai halaman 5 hingga 9 dalam buku ini.

Gambaran keseluruhan mimpi tersebut tersaji dalam dua puluh satu kumpulan artikel yang sebagiannya sudah pernah dimuat di beberapa media cetak tanah air.

Sebagaimana buku-buku kritis mengenai persoalan pendidikan di tanah air, Haidar Bagir menasbihkan jika ide-ide yang ia tuangkan ke dalam buku yang sudah naik cetak sebanyak tiga kali dalam tempo kurang dari satu semester ini, sesungguhnya hanyalah kumpulan  common sense belaka. Yang sudah pernah diulas dan diulang-ulang oleh penulis-penulis terdahulu. Pernyataan ini bukannya diaminkan oleh pembaca, justru semakin menunjukkan kerendahhatian dan kapasitas intelektualitas beliau.

Beberapa kali ia menyinggung soal ini namun sangat langka penulis membedahnya dari perspektif filsafat. Hal inilah yang menjadi kenikmatan dan nilai tersendiri bagi pembaca ‘kelas berat’ sekaligus menambah bobot kandungan pesan yang ingin disampaikan. Meskipun begitu siapa pun pembacanya, tetap akan merasakan kemudahan dalam mencerna bahasan-bahasan yang disampaikan. Selain karena ia ditulis ala bunga rampai di mana pembaca bisa memilih sesuka hati judul yang relevan dengan kebutuhannya saat itu, penulis pun  banyak menyandingkan padanan atas istilah-istilah yang terdengar asing dengan penjelasan sederhana dalam Bahasa Indonesia.

Persoalan yang masih akan terus menjadi topik menarik di kalangan pemerhati dan praktisi pendidikan di tanah air lagi dan lagi adalah soal kurikulum. Karena dari sanalah sumber pijakan sekolah dan guru dalam mengajar sehari-hari.

Sebab seberapa inovatif dan kreatifnya sekolah dalam mengembangkan potensi anak didiknya jika ia terkungkung dalam penjara kurikulum maka hasilnya akan nihil. Bahkan yang terjadi justru pendangkalan tingkat kecerdasan siswa. Persoalan ini pun telah banyak diulas dalam artikel atau buku-buku dengan tema serupa.

Yang mana kurikulum seharusnya bertujuan menyiapkan anak didik untuk meraih kesejahteraan dan kebahagiaan hidup (well being), justru berbalik arah membuat anak-anak menjalani hidup penuh dengan tekanan. Dengan kata lain pendidikan kita sudah jauh melenceng dari tujuan filosofisnya.

Pengembangan kemampuan akademis–kemampuan berpikir logis-analitis, kemampuan observasi-saintifik, keingintahuan, serta kemampuan vokasional atau life skills–mestilah didasarkan pada perspektif ruhaniah, akhlaki, dan estetis.

Sebuah oase 

Finlandia atau Cina? Dua negara yang menjadi contoh konkret paradoks dalam buku ini.  Bagaimana Cina yang semula termasuk negara yang merajai teknologi, yang berorientasi kemakmuran semata, akhirnya mulai mengoreksi paradigmanya. Menyempurnakan model pendidikannya dengan yang biasa disebut keterampilan abad 21, seperti kreativitas, kemampuan beradaptasi, kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, kewiraswastaan, dan kecerdasan kultural. Yang mana kemampuan-kemampuan tersebut sulit dimiliki komputer atau kecerdasan buatan.

Berita gembiranya, bahwa Menteri Pendidikan yang baru dilantik, Nadiem Makarim sudah mulai menampakkan  keberpihakan  terhadap model pendidikan yang manusiawi sebagaimana banyak disebut-sebut dalam kumpulan tulisan ini. Seperti pentingnya pengembangan seni dan budaya dalam pendidikan sumber daya manusia kita. Mendidik generasi perlu bermuatan welas asih.

Patut disyukuri Haidar Bagir dalam kapasitasnya sebagai pemikir muslim dan masuk dalam jajaran 500 tokoh muslim berpengaruh dunia, sudah lama mendirikan dan mengembangkan model sekolah seperti ini. Beliau menjabat sebagai Ketua Yayasan Lazuardi di samping dikenal sebagai pemilik sebuah penerbitan besar dan ternama di tanah air, Mizan Group. Dan saat ini sekolah yang didirikannya telah tersebar ke belasan cabang yang ada di kota-kota besar di Indonesia.

Pendidikan di tanah air masih akan terus berjuang dalam perjalanan panjang yang penuh tantangan. Entah dalam rentang waktu berapa dekade lagi ke depan.  Yang pasti, jika kita semua para pembaca buku ini, para pemilik pengetahuan mau bersinergi dan berkomitmen mengawal anak-anak pemilik masa depan, maka yakinlah semua yang kita cita-citakan lambat laun akan segera terwujud.

Judul Buku : Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia

Penulis : Haidar Bagir

Penerbit : Mizan

Cetakan ke-1, September 2019

Cetakan ke-2, Oktober 2019

Cetakan ke-3, Februari 2020

Tebal : 217 halaman

 

 

 

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221