Upaya untuk mencari kebenaran yang sebenar-benarnya di balik semua informasi yang diterima dan diyakini secara umum adalah hakikat lahirnya filsafat di panggung ilmu pengetahuan.
Berangkat dari sebuah cerita mitos yang ditulis oleh Plato pada bagian awal bab tujuh buku Republik, saya mencoba memodifikasi kembali cerita itu menyesuaikan keadaan dengan zaman sekarang.
Bayangkan sekelompok tahanan hidup dalam gua bawah tanah. Mereka semua sudah berada di sana sejak kecil. Kaki dan tangan mereka telah dirantai sehingga tidak bisa bergerak sama sekali. Mereka hanya bisa melihat ke arah depan menatap dinding gua di hadapan mereka.
Di belakang mereka terdapat api yang menyala dari kejauhan, di antara nyala api dan para tahanan itu terdapat jalan, dan sebuah tembok rendah dibangun menyusuri jalan itu.
Media-media melintas di sepanjang jalan itu, membawa berita yang menjadi informasi bagi para tahanan. Berita-berita dari media tersebut ditampilkan di belakang dinding gua, bagaikan layar yang dimiliki oleh para pemain wayang golek yang dibentangkan di hadapan para tahanan.
Semua tahanan itu menyimak dan membaca semua bayang-bayang berita yang ada di hadapan mereka. Mereka beranggapan bahwa semua berita yang mereka terima adalah realitas yang sesungguhnya.
Dan di saat mereka berbicara satu sama lain, mereka akan mengutip semua informasi yang mereka peroleh dari dinding gua tersebut. Tidak ada upaya untuk mencari kemungkinan lain dari semua informasi yang sudah mereka terima. Seolah-olah media beserta berita-beritanya adalah satu-satunya sumber mencari kebenaran.
Plato mengatakan, “Bagi mereka kebenaran secara harafiah bukan apa-apa selain bayangan dari citra.” Bayangan dari citra itu sepenuhnya membentuk opini mereka bahkan saat media-media itu menampilkan kebohongan oleh para tahanan dalam gua tetap akan menganggap itu kebenaran.
Sementara orang luar akan memiliki gagasan yang lengkap tentang semua situasi yang terjadi, tetapi bagi para tahanan itu, mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di belakang mereka, dan tidak punya pengalaman dengan dunia luar untuk melihat bagaimana media mengelola setiap berita, melihat pengaruh korporasi media massa, atau bahkan intervensi penguasa dalam pemberitaan.
Andaikan seorang tahanan berhasil membebaskan diri dari rantai dan keluar dari gua tersebut. Ketika dia memutarkan lehernya ke kanan-kiri dan mulai berjalan serta melihat ke arah cahaya, maka dia akan mengalami penderitaan yang sangat hebat. Dan saat cahaya menyilaukan matanya dia tidak akan bisa melihat berbagai keadaan yang terjadi sebagaimana dahulu dia bisa melihat dengan jelas semua bayang-bayang di dinding gua.
Ketika orang lain mengatakan padanya bahwa berita yang dahulu dilihatnya dalam gua hanyalah bayangan, dan sekarang yang ada di depannya adalah keadaan yang sesungguhnya. Dia akan beranggapan bahwa bayang-bayang berita yang dahulu dilihatnya lebih benar dibandingkan apa yang sekarang diperhadapkan padanya.
Perlahan-lahan tahanan yang bebas itu akhirnya berhasil menyesuaikan diri dengan keadaan di luar gua. Dan dia menyadari keadaan yang sesunggunya serta melihat bahwa tidak semua berita yang ditampilkan itu adalah kebenaran yang sebenar-benarnya, karena saat itu matanya telah terbuka dan melihat realitas yang sesungguhnya.
Kemudian dia juga menyadari bahwa terdapat kolaborasi antara elite kekuasaan dan elite bisnis yang mempunyai power sangat besar dan sewaktu-waktu dapat mengendalikan jalannya pemberitaan. Mereka dapat mengatur agar informasi yang ditampilkan di dinding gua tidak merugikan pihak mereka. Dia juga menyadari terdapat kepentingan-kepentingan tertentu yang tersembunyi dalam setiap berita yang dahulu diterima di dalam gua.
Dari data-data statistik, semua yang disebut fakta, bahkan pendapat orang-orang yang katanya ahli, tidak semua sesuai dengan realitas yang ada di hadapannya.
Dan ketika tahanan bebas itu mengingat akan tahanan-tahanan lain yang masih ada dalam gua dan menyaksikan semua berita bayangan di hadapan mereka. Tergeraklah rasa belas kasihan dalam dirinya.
Dia memutuskan untuk kembali ke dalam gua tersebut dan menceritakan pada mereka tentang keadaan yang sebenarnya yang dilihatnya dan membebaskan mereka dari dalam gua itu. Ketika dia turun kembali ke dalam gua, dia menjumpai mereka masih dalam keadaan seperti semula.
Dia mulai menceritakan semua yang dilihatnya, menceritakan realitas yang sesungguhnya. Namun tak ada satu pun dari tahanan-tahanan itu yang percaya akan ceritanya, mereka lebih menyakini semua berita yang mereka lihat di dinding gua. Saat tahanan yang bebas itu terus berusaha untuk menyakinkan mereka para tahanan lain itu pun akhirnya marah kemudian memukuli dan membunuhnya.
Mungkin anda akan berpikir sama seperti Glaucon (tokoh yang berdiskusi dengan Socrates tentang cerita gua Plato), bahwa itu gambaran aneh dan narapidana yang aneh.
Tapi sadar atau tidak, cerita itu seperti cerita kita sendiri, anda dan saya adalah narapidana dalam gua tersebut. Yang senantiasa diperhadapkan pada bayangan berita dari media massa. Kita semualah yang dimaksud Plato mendasarkan kebenaran pada bayangan dari citra.
Lalu, mungkin ada yang bertanya, “Apa yang salah dengan itu? Ada yang salah jika menerima berita dari media massa?”
Berangkat dari pertanyaan itu saya mencoba menghubungkannya dengan pemikiran Noam Chomsky dan Edward Herman.
Pengaruh Media Massa dalam Membangun Opini Publik
Media dapat digunakan sebagai alat untuk mengarahkan opini masyarakat. Media dapat merekayasa berita dan informasi yang kemudian disajikan pada masyarakat untuk kepentingan pihak tertentu. Demikian salah satu pelajaran penting yang Noam Chomsky dan Edward Herman terangkan dalam bukunya tentang Manufacturing Concent.
Chomsky dan Herman mengatakan :
“Bentuk media dominan adalah bisnis yang benar-benar besar; mereka dikontrol oleh orang-orang yang sangat kaya atau oleh para manajer yang patuh terhadap batasan tajam yang diberikan oleh pemilik dan kekuatan-kekuatan yang berorientasi pada keuntungan pasar lainnya; mereka saling bertautan satu dengan yang lain; serta memiliki kepentingan bersama dengan korporasi besar lainnya, bank dan pemerintah. Hal ini merupakan filter pertama yang sangat kuat yang mempengaruhi pilihan-pilihan berita.” (Manufacturing Concent, hal. 14)
Entah disadari atau tidak, pada masa ini dunia dikuasi oleh media massa. Media adalah alat paling efektif untuk membangun semua opini yang beredar di masyarakat. Kendati demikian, sangat penting untuk kita memahami bahwa dibalik media-media massa terdapat kepentingan dari dua elite besar, yaitu elite penguasa dan elite bisnis atau pengusaha.
Dikarenakan sedemikian besar pengaruh media dalam membangun opini publik maka kritisisme dari mayarakat sebagai pihak yang mengkomsumsi berita yang beredar, menganalisa, dan mencari kemungkinan lain atau second opinion adalah suatu hal yang wajib dan mutlak dilakukan dari pada menerima semua berita secara mentah-mentah.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa semua berita dan informasi dari media hari ini adalah kebohongan, namun saya bermaksud untuk membangun pikiran kritis terhadap dominasi media sebagi sumber informasi.
Juga tulisan ini dapat dijadikan refleksi bagi media massa hari ini untuk menjadi sumber informasi, kontrol terhadapat penguasa, dan bebas dari interfensi kalangan tertentu.
Sumber gambar: https:https://allisonfilice.com/Noam-Chomsky
Krismanuel Pasamboan. Mahasiswa di Universitas Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara. Aktif sebagai pegiat Filsafat di Akademos.