Inspektur Cupbray dan Kematian Seorang Siswa

Dini hari yang gelap itu, beberapa mobil matic lalu-lalang, di antaranya bewarna hijau agak kekuningan baru keluar dari parkiran basement hotel ternama, hotel yang sering dikunjungi remaja untuk menikmati syahwat dunia. Tak jauh dari parkirkan basment, seorang siswa tewas tertikam, di ujung sana ia meregang nyawa. Sebelum maut memisahkan, lelaki itu merusak jam tangannya dan menuliskan sesuatu yang aneh pada dinding tempatnya bersandar. Ia masih jelas melihat mobil melaju hingga perlahan-lahan pandangannya menjadi gelap.

***

“Namanya Abdurrassad, biasa dipanggil Tata, ia adalah siswa SMA Kelas 12, terkenal sebagai anak borju di sekolahnya,” dr. Hasvian menghentikan sejenak penjelasannya, ia kemudian menenggak secangkir kopi yang tergeletak di meja, ahli forensik itu kemudian melanjutkan penjelasannya.

“Penyebab kematiannya karena tiga luka tikaman, dua di bagian perut sebelah kanan dan satu bagian sebelah kiri.”

“Kira-kira waktu kematian korban jam berapa?” tanya Inspektur Cupbray, dr. Hasvian kemudian mengambil salah satu barang bukti berupa jam tangan yang angka nya berhenti di 04.17.

“Seperti yang anda lihat Inspektur Cuprbay, menurut hasil analisaku terhadap luka pada korban, kematiannya diperkirakan antara jam 03-04 pagi, dan ini sesuai—atau setidaknya—dengan arloji korban yang berhenti berdetak pada jam 04.17 pagi,” sahut dr. Hasvian.

“Berarti korban meninggalkan pesan kematian,” Inspektur Cupbray mempertegas pernyataan dr. Hasvian, dan lelaki yang mirip Gregorio Honasan ini tersenyum kemudian melanjutkan hasil analisa forensiknya, sedangkan saya hanya melipat lengan sembari berpikir, melihat bukti-bukti yang telah kami ambil dari TKP serta sebuah foto darah korban yang ada di dinding, darah yang seolah membentuk deretan huruf  D-W-R sedangkan huruf terakhir tidak begitu jelas.

***

Kematian Tata mengundang banyak tanya, termasuk beberapa teman-temannya yang sempat saya wawancarai, di antara mereka menyatakan bahwa Tata adalah sosok periang, beberapa lagi menyatakan ia seorang yang berdedikasi tinggi bagi angkatan, apatah lagi dalam waktu dekat akan diadakan pentas seni sekolah dan Tata didapuk sebagai ketua panitia.

“Tata orang baik, Kak. Cuman saya heran saja siapa yang setega itu membunuhnya, apalagi dia sudah banyak mengeluarkan uang untuk persiapan acara pensi sekolah,” sahut seorang gadis kepada Inspektur Cupbray. Saya pun pamit pada rekan kerjaku dan beranjak ke ruang BK menanyai salah seorang guru di sana, Pak Oji namanya.

Apa yang disampaikan Pak Oji dan beberapa guru BK seperti antitesa dari pernyataan siswa-siswi lainnya. “Tata itu anak badung, ada seorang temannya pernah melapor ke ruangan BK, bukan sekali, tapi berkali-kali, laporan yang masuk seputaran lelakunya yang suka menghadrik dan merisak temannya.”

Saya hanya mengangguk dan kemudian beranjak ke ruang guru hendak mewawancarai salah seorang dari tenaga pendidik.  Setali tiga uang, apa yang disampaikan oleh guru BK diamini oleh ibu Laila, guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. “Memang itu anak nakal, seenak jidatnya kayak dia tong yang punya sekolah, ketika saya mengajar ia selalu keluar kelas tanpa minta izin ke gurunya, kadang juga kajili-jili, saya akhirnya bersikap acuh kepadanya. Sebenarnya bukan hanya Tata, ada juga yang serupa seperti Arya Asnur, Fadiyah, Irsandi, Ghaza, Dhea, dan Nur Alam Nia. Andai cara mendisiplinkan siswa seperti zaman dulu, sudah sejak lama saya ingin binasakan mereka seperti Thanos yang menjentikkan jarinya di hadapan para super hero. Tapi walaupun demikian, saya juga prihatin atas nasib si Tata yang meregang nyawa.”

Hingga tiga pekan lamanya, penyelidikan kasus ini belum menemui titik terang, selama proses penyelidikan yang kami dapatkan hanyalah keterangan yang berkebalikan antara guru dan siswa, di pihak guru Tata adalah siswa badung, namun di pihak teman-temannya, ia adalah lelaki yang baik, ramah, militan, dan memiliki solidaritas tinggi. Tapi ada satu fakta menarik, setidaknya menurut Inspektur Cupbray saat kita berembuk di ruang penyidikan.

“Anak ini ternyata doyan dugem, merokok, dan beberapa lagi menyatakan ia suka nyintek dan menenggak minuman beralkohol.” Apa yang disampaikan oleh Inspektur Cupbray bagiku hal biasa, karena kenyataannya siswa SMA jaman sekarang menganggap merokok, dugem, menenggak minuman beralkohol adalah kewajaran, dan kadang dengan bangganya mereka mengunggah-nya ke Instagram. Pernah satu waktu saya secara tidak sengaja di timeline instagramku melihat sosok dua remaja yang sedang asyik di hotel dengan caption “selamat ulang tahun sayangku, malam ini kita berdua menyelami surga”.

“Bagaimana menurutmu, Inspektur Ade Rifki atas fakta ini?” tanyanya kepadaku.

“Untuk ukuran siswa zaman sekarang, itu adalah wajar. Coba deh kamu jalan-jalan ke bar atau diskotik, kau pasti akan menemukan siswa-siswi SMA yang asyik menenggak alkohol, tulisan 21+ di depan pintu seolah hanya pajangan. Bagi mereka, dunia gemerlap adalah bagian dari menunjukkan ‘ke-aku-an’ di kalangan mereka.”

***

Sudah sangat larut malam, Inspektur Cupbray tidak hentinya memerhatikan barang bukti, matanya selalu tertuju pada foto darah korban yang berada di dinding. “Kira-kira apa maksud dari korban yah?”

“Entahlah, menurutku itu semacam petunjuk yang sangat berguna, tapi kita harus tahu apa makna dari huruf D, W, dan R, terus kita harus tahu apa arti dari satu coretan yang tidak jelas di belakang huruf  D, W dan R.” Saya pun memicingkan mataku di balik lensa min 4. Sedangkan  Inspetur Cupbary memiringkan kepalanya, menatap dengan seksama satu deretan huruf yang tidak jelas itu.

***

Siang itu Pak Oji ingin bertemu dengan kami, ia ingin menyampaikan beberapa hal terkait pribadi Tata selama di sekolah. Sewaktu ia menelponku, ia menyatakan ada satu hal yang luput disampaikan. Kami pun mengatur waktu dan tempat di salah satu kedai kopi di Kota Makassar.

“Kemarin saya membuka kembali catatan BK selama tiga tahun, laporan kelakuan Tata selama ini bertitik berat pada kasus perundungan, ada satu siswa yang sering ia rundung, yang sering ia risak atau bully bahasa sekarangnya.”

Kami memerhatikan bundelan laporan yang dihimpun oleh Pak Oji, dari laporan itu ada satu nama yang selalu jadi korban bully Tata, yakni Rafli. Pak Oji kemudian menjelaskan tentang Rafli; “ia adalah siswa yang cukup berada, ke sekolah kadang naik mobil, tapi ia memiliki sifat kemayu, karena sifatnya itu Tata sering meledeknya dengan sebutan banci. Padahal setahuku Rafli memiliki kekasih bernama Dhea.”

Pak Oji sejenak menyeruput cappuccinonya dan melanjutkan pembicaraannya tentang hubungan kasus perundungan Rafli hingga tak terasa senja mulai menyapa. Apa yang diungkapkan Pak Oji cukup memberikan kami petunjuk, kami pun mengantar Pak Oji ke parkiran kedai kopi. Di parkiran tersebut nampak mobil BMW dengan nopol DD0417ZZ mobil yang mewah untuk ukuran guru golongan III-D.

Ketika mobil tersebut meninggalkan parkiran kedai kopi, Inspektur Cupbray kemudian menjentikkan jari. “Ayok kita ke markas, sesegera mungkin. Saya sudah tahu apa maksud dari tulisan yang tertera di dinding itu.”

***

Kami kembali lagi ke sekolah, rupanya telah terlaksana Penilaian Akhir Semester. Pak Oji yang selama ini menjadi penghubung kami antara pihak sekolah mengantar kami ke ruangan Kepala Sekolah, kami bertemu dengan Ibu Aidha Masriani. Pertemuan kami membicarakan tentang kasus pembunuhan Tata, termasuk salah seorang siswa yang kami curigai sebagai tersangka.

‘Begini Ibu Kepala, sewaktu kami ke sekolah ini, kami telah melakukan wawancara terhadap beberapa siswa dan guru mengenai sosok ananda Tata dan perasaan mereka tentang kematian ananda Tata. Ada informasi yang berkebalikan antara Guru dan Siswa. Namun di antara mereka hanya ada seorang siswa yang menunjukkan perasaan dingin atas berpulangnya Tata, yakni adinda Rafli. Kami sempat mewawancarainya, ia menyatakan bahwa selama tiga tahun sering dirisak oleh Tata. Secara pribadi ia menaruh dendam pada Tata, tapi ia juga menyatakan bahwa prihatin atas meninggalnya Tata,” Inspektur Cupbray menerangkan dengan lebar beberapa temuan penyelidikan.

“Lalu ada apa dengan Ananda Rafli?” tanya Ibu Kepala.

“Saya sempat berjalan-jalan di kawasan parkiran sekolah, rupanya siswa Ibu banyak meggunakan mobil, ketika saya bertanya dengan satpam sekolah apakah Rafli ke sekolah mengendarai mobil, satpam kemudian menunjukkan kendaraan mobil matic dengan nopol DW1617RF,” Inspektur Cupbray kemudian memperlihatkan foto tulisan bercak darah di dinding kepada Ibu Kepala.

“D-W-R, dan ini huruf terakhir tidak jelas. Ini apa yah?” tanya  Ibu Kepala

“Itu pesan kematian dari si korban, Tata meninggalkan jejak siapa pelaku pembunuhan. Kemungkinan besar itu adalah kode nomor polisi,” sahut dr. Hasvian.

“Premismu mungkin lemah, bisa jadi ini inisial pembunuh,”sahut Ibu Aidha Masriani.

“Saya yakin, Tata meninggalkan pesan kematian,” sahut dr. Hasvian ia kemudian memperlihatkan rekaman CCTV hotel yang menunjukkan kendaraan Rafli sedang masuk di parkiran basement.

“Saya rasa itu hanyalah kebetulan semata, dan kurasa Bapak-Bapak sekalian ini hanya bermain cocokologi.” Ibu Kepala Sekolah yang satu ini nampaknya masih sangsi atas penyidikan kami. Lantas Inspektur Cupbray kemudian menjelaskan beberapa temuan lain selama proses penyelidikan, seperti adanya goresan di salah satu bagian body mobil Rafli, kerusakan pada salah satu tiang penyangga parkiran basment hotel, rekaman CCTV yang menunjukkan Tata sedang dibopoh oleh seorang wanita, dan terpenting adalah rekaman blackbox yang menunjukkan pemandangan luar biasa.

“Apakah Ibu Kepala masih ingin mengelak atas fakta-fakta ini? Rekaman 20 detik yang menunjukkan Rafli berjalan menuju TKP cukup memberikan indikasi bahwa ialah yang membunuh Tata, apatahlagi pengakuan wanita yang membopoh Tata menyatakan ia hanya diminta Rafli mengajak Tata dugem hingga ia kehillangan kesadaran karena alkohol,” Inspektur Cupbray menjelaskan dengan seksama kepada Ibu Kepala. Pak Oji kemudian menyela percakapan kami.

“Pantas! Rafli sudah tiga pekan tidak pernah menunjukkan batang hidungnya!” Pak Oji tetiba saja berseru memecah ketegangan di antara kami

***

Sudah sejak lama saya menaruh curiga atas dua barang bukti: arloji yang rusak dan bercak darah di dinding. Awalnya kami merasa arloji yang sengaja dirusak menunjukkan waktu kematian korban, tetapi rupanya itu adalah petunjuk kematian yang mengarah pada pelaku kejahatan. Tata memang mati di kisaran pukul 03.00-04.00 sesuai dengan analisis dr. Hasvian, tapi arloji itu tidak menunjukkan waktu kematian, melainkan nopol kendaraan pembunuh termasuk empat huruf yang dituliskan dengan darah. DW-1617-RF. Saya baru tersadar ketika melihat nopol Pak Oji.

Kecurigaanku kepada Rafli semakin kukuh ketika selama tiga pekan ia tidak pernah menunjukkan batang hidungnya, bahkan saat Penilaian Akhir Semester—begitulah keterangan Pak Oji yang diberikan kepadaku sesaat setelah perdebatan dengan Ibu Kepala. Mengetahui hal tersebut, kami segera meminta Satlantas untuk melacak keberadaan kendaraan Rafli. Benar saja, kendaraannya terlacak keluar dari gerbang Tol Reformasi, mengarah ke simpang mandai. Pencarian dilakukan, hingga akhirnya Rafli tertangkap di persembunyiannya nun jauh di sana.

***

“Tata pantas mati, ia sudah tiga tahun mengataiku banci, yang lebih menyakitkan ia menyeret kedua orang tuaku. Saya masih ingat apa yang ia sampaikan malam itu.”

“Dasar banci pelit, saya cuman minta  sepuluh juta untuk mensukseskan acara pensi ini. Memang kau banci pelit! pasti Pace mu saat ngent*t dengan macemu, kont*l nya loyo, makanya anaknya juga jadi loyo gini, nggak jelas kelaminnya. Banci!’.

“Ia kemudian menghadiahiku bogem mentah, saya tidak tahu salah apa yang kulakukan kepada Tata, tapi perkataannya itu menyulut emosiku. Saya tahu, Tata ini suka dugem kadang suka main perempuan, kesenangannya itu kujadikan pintu untuk merenggut nyawanya sekaligus mengobati luka yang sering ia gores selama tiga tahun. Dini hari itu ia kujebak, kuminta temanku yang nyambi jadi kupu-kupu malam untuk mengajak Tata naik dugem, siasat telah dijalankan, ia mabok, teler. Tata berjalan sempoyongan, ia dibopoh sama gadis yang telah kusewa sebelumnya. Dari balik kemudi mobil kulihat gadis itu berjalan membopoh Tata. Lelaki yang mengataiku banci itu kemudian tersungkur, bersandar di dinding parkiran basment. Kesempatan emas itu datang, kuminta gadis itu untuk beranjak meninggalkanku dengan Tata. Posisi untuk membunuhnya cukup baik, hanya sebuah mobil sedan tak berpenghuni terparkir. Kulihat Tata yang matanya merem-melek, melihat wajahnya membuat perkataannya terngiang-nginang di kepalaku. Itu semakin menyulut emosiku, pisau digengaman kutancapkan ke tubuhnya, mulutnya kusumpal. Kuperhatikan sekitar, tidak ada CCTV. Tiga luka tusukan bersarang di tubuhnya. Nafas lelaki itu berderu cepat, ia menatapku dengan tatapan yang entah apa maknanya. Kuberbalik dan meninggalkan Tata yang telah bersimba darah. Dari balik kaca spion mobil kulihat ia merusak arlojinya sendiri, darah semakin deras mengalir. Dari balik kaca spion mobil kulihat tangannya menuliskan sesuatu di dinding. Saya pun kemudian beranjak meninggalkan lelaki laknat yang mulutnya bau comberan itu.”

“Kamu menyesal membunh Tata?” tanya Inspektur Cupbray kepada Rafli.

Rafli tidak menjawab pertanyaan dari Inspektur Cupbray, ia hanya menatap tajam mata lelaki itu……..


Sumber gambar: https://detektifangel.com/cara-kerja-detektif-swasta/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *