Antara Kelakar dan Dorongan Ekonomi

Berkelakar adalah salah satu contoh tindakan jamak kebanyakan orang. Tujuannya untuk menghibur. Sekaligus menjadi tanda kehangatan antara dua orang atau lebih saat melakukannya. Kata yang akarnya adalah kelakar memang sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kelakar yang merupakan sebuah kata kerja, makin kesini mengalami perkembangan. Bukan dalam aspek etimologi, tetapi dalam bentuk penerapannya. Salah satu bentuk pengembangannya yang kita kenal sekarang ini ialah kata prank. Adalah mereka para pemengaruh lewat saluran media sosial jadi corong kata prank tersebar luas. Segala aksi mereka dengan tujuan menghibur tersebar luas. Meskipun landasan utamanya adalah sebuah kebohongan.

Istilah prank sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Samuel Johnson lewat A Dictionary of the English Language (1755). Kamus yang sangat berpengaruh dalam perbendaharaan kata di Inggris ini membikin Oxford English Dictionary menjadikannya dasar tersusun seratus tujuh puluh tiga tahun setelahnya.

Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Johnson lewat kamus besutannya, kata ini mengalami perenggangan makna. Jika di awal menurut “kamus Johnson”, prank bermakna (sebuah) trik yang menggelikan, saat ini tidak itu saja. Kata prank bisa bermakna bentuk aktivitas yang seolah benar ternyata bohong. Intinya, prank memancing sebuah kelucuan. Meskipun memiliki nadi kondisi bohong. Untuk itu, sinonimnya dalam bahasa Indonesia juga banyak. Bisa sama dengan kata “kelakar”, atau “acting bohong”.

Semua batasan di atas semakin terpelihara sejak ulah pemengaruh demi menarik perhatian para pengguna media sosial daring. Ujung-ujungnya angka kunjungan dan motif ekonomi dari dunia digital menjadi latar. Demikianlah salah satu dampak dari revolusi industri 4.0 belakangan ini. Lapangan kerja bisa tercipta bukan saja di dunia nyata, tetapi dunia maya bisa jadi tempat menghasilkan pundi-pundi uang.

Berbicara soal prank atau (ber)kelakar, tahukah anda jika Negara Kesatuan Republik Indonesia pernah jadi korban prank warganya sendiri. Kejadiannya antara tahun 80-90 an. Karena ulah seorang ibu/perempuan, mulai dari tingkat presiden hingga rukun tetangga (RT) jadi korban prank. Latar kejadiannya paska tragedy Bintaro. Tabrakan dua kereta dengan rute berlawanan ini menyebabkan 136 jiwa meregang nyawa. Jumlah korban luka-luka juga tidak jauh berbeda jumlahnya.

Di antara ratapan tangis para keluarga korban tersebut muncul ide dari Rohimah yang nama sebenarnya Saadah untuk kelakar atau prank. Seperti yang dikisahkan secara ciamik oleh Daniel Dhakidae (DD) dalam esai biografi “Rohimah dan Teater Hati Nurani” (Menerjang Badai Kekuasaan, Kompas 2015), semua dilatari oleh motif ekonomi.

Yang menarik dari cerita ini, terungkap dua hal menurut DD. Pertama, dorongan Rohimah melakukan prank, karena ingin keluar dari lingkaran kemiskinan yang melilit. Makanya, meskipun latar pendidikan hanya Sekolah Pendidikan Guru Agama, dia mampu membuat publik terpesona dengan teater “hati nurani” (meminjam istilah DD) monolog. Tidak tanggung-tanggung, selain melaporkan diri sebagai istri dari salah satu korban tragedy Bintaro, dia juga mengakui anaknya telah tiada karena kebakaran pabrik konveksi di Angke, Jakarta Barat.

Bahkan, media-media besar dibuat terkesima dengan aksinya. Sontak namanya masuk dalam penerima santunan (uang duka) pemerintah sebesar satu juta rupiah. Bayangkan saja, angka tersebut pada tahun 1987. Saat ini senilai dengan Seratusan juta rupiah. Sekaligus membuka tabir alasan apa yang mendorong Rohimah melakukan prank trersebut.

Hal kedua yang terungkap dari aksi prank Rohimah adalah borok wajah orde baru ketika itu. Saat negara ketika sibuk dengan jargon “pembangunan” di tempat lain justru lalai pada salah satu bentuk infrastruktur transportasi massal. Termasuk juga akibat aksi prank ini, buruknya administrasi bangsa ini ketika itu jadi terkuak. Inilah yang membikin Rohimah melihat peluang untuk melakukan prank. Jika meminjam bahasa DD, adalah bentuk lain dari sebuah perlawanan.

Dua hal di atas membuka mata banyak pihak ketika itu. Bahwa aksi wanita yang bernama asli Saadah ini dikategorikan sebagai tindak kriminal. Secara pribadi, saya bersepakat dengan bahasa DD pada esai ini. Negara seharusnya berbenah saat mengetahui aksi yang dilakukan oleh Rohimah adalah prank. Karena dengan menjeratnya dalam kerangka hukum, justru tidak menyelesaikan masalah sebenarnya. Di antaranya, jurang pemisah si kaya dan si miskin serta buruknya sistem pencatatan dalam segala aspek.

Demikianlah sebuah prank terbesar yang pernah dilakukan di Indonesia. Terutama untuk generasi milenial, aksi pemengaruh lewat akun media sosial hari ini belum bisa dibilang setara dengan prank  Rohimah pada 33 tahun silam.


Sumber gambar: http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/jangan-lupa-tertawa-dalam-kondisi-sesulit-apapun

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…

  • —mengenang 3 tahun kepergian Sapardi Djoko Damono SEJAK baheula manusia dikepung puisi. Sekira tahun 1.700 Sebelum Masehi di India, puisi sudah tengger di naskah kuno Veda dan Gathas. Puisi adalah ekspresi artistik mengenai pesona diri dan hidup. Ibarat bakul puisi mewadahi “benak” penyair, yang diperah dari peng-alam-an: imajinatif, emosional, dan intelektual—peng-alam-an ini dipahat penyair pada…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221