Memilih Menjadi Sekrup dan Puisi-Puisi Lainnya

Aku, Kau, dan Dinding

kau dan aku tak ada habisnya

walau hawa aspal membakar isi kepala

dan perut tercekik lapar dahaga

tetap teguh berdiri bersuara

di hadapan dinding yang berpura-pura lupa

 

di sana kita teriaki

kuping dinding memerah tak peduli

dan kita terus bergantian berorasi

demi sekadar menanti

mulut dinding melontarkan harapan basi

 

tapi itu dulu sekali

sebelum dinding menelan jati diri…

 

kini aku sendiri meninju dinding

walau kau asyik meninjau dinding

kini aku sendiri mengepal di depan dinding

meski kau tak henti mengepul di balik dinding

kini aku sendiri menanduk muka dinding

walau kau terus menunduk di kaki dinding

 

Gowa, 26 Juli 2020

 

 

Zaman yang Sepi dari Manusia

Terminal sepi

jalanan sepi

rumah ibadah sepi

perpustakaan sepi

 

Balai pelayanan sepi

selasar rumah sepi

meja makan sepi

kedai kopi sepi

 

Begitu lengang

tak ada suara percakapan manusia

tuk saling kenal saling merekatkan

saling mengingatkan

 

Kehangatan

kebersamaan

seperti sedang mengungsi

nun jauh di pulau nan sepi

 

Lalu ke mana orang-orang?

tanyaku kepada dinding

dinding pun teriak

kayak kesurupan:

 

“semua nyaris hilang, tertelan

teknologi unggah unduh

teknologi pencet-pencet

teknologi intip-intip”

 

Gowa, 09 Januari  2020

 

 

Memilih Menjadi Sekrup

“Persetan dengan moralitas umum

yang membelenggu

persetan segala rupa atribut sosial

yang determinis

setiap orang bebas memaku dan memilih arah tuju,” tandasnya

 

Sebelas tahun waktu dijalani

dalam perkhidmatan

lunglai langkah laku

padam gelora perjuangan

di depan godaan hidup

yang menjamin ketercukupan isi perut

 

Alur hidup berputar di jalanan usai

semenjak arah angin mengubah haluan

himpunan kata-kata protes

dan kepal tangan kiri

yang kerap meninju cakrawala bisu

bukan lagi zamannya

 

Sejak mengakhiri satu babakan waktu

yang cukup melelahkan

Ia sudah memilih menjadi sekrup

dengan uliran paling menawan

ia telah menggadaikan isi kepalanya

kemudian menjelma menjadi penyangga

pabrik pengrusak ekologi dan kemanusiaan

 

Makassar, 28 November 2019

 

Ilustrasi: https://in.pinterest.com/pin/25121710409612509/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *