Perempuan Berkebaya
Di beranda rumah
Ada yang sibuk bernyanyi
Melantunkan syair ribuan purnama
cerita-cerita yang melahirkan elegi dan nostalgia
Perempuan berkebaya
Dengan sanggul diatas kepala
Suaranya menggema pada langit-langit mega
Berisalah, memberi tanda pada seorang penyair asing
Meluapkan gelisah lewat nyanyian dongeng masa lalu
setelah pujangga berpulang terlebih dahulu
Lalu bak anak tangga yang telah tertiti
Gamang tersungkur pada liang langit
Baris-baris usia seperti ingatan tiap masa
Terengkuh ribuan rahasia
Sesak melesat di dalam dada
Perempuan berkebaya
Mimpinya tercecer di lorong waktu
Menyalakan lilin membakar tubuh sendiri
Ia duduk melantunkan syair kepahitan
Jemarinya menari tiada henti memutar biji-biji tasbih
Merapalkan doa tiada henti
Selayar, 2019
Jejak Ibu
Di kamarku, ada pintu terbuat dari kesepian
Didalamnya menyimpan jejak kaki ibuku
beberapa hal mengenai masa lalu
Dan menjelma sebaris rindu
Sampai jua sajakku pada Ibu
Menafsir bisu berdoa dengan kata kata
Pada aku yang kanak-kanak pun selalu berusaha
Diatas meja khusyuk belajar membaca
Lalu perihal sabtu malam
dongeng-dongeng mulai terbaca
Menjelajahi semesta seperti sebuah lagu
Dalam mata ibu dunia telah kujumpai
Mesin mesin waktu yang mulai terbaca
Hujan dan beberapa cuaca lainnya
Sungguh Di kamarku ada pintu terbuat dari kesepian
Lembab, menyelinap dibalik elegi sebuah kenangan
Selayar, 2019
Merayakan Sepi
Seperti riuh waktu didadanya
Perempuan itu menahan ingatan
Menghitung sepi dibalik bilik
Mencoba menerka waktu
Pada doa doa yang begitu basah
Sungguh takdir serupa narasi
Mencatat segala debar
Mengamanatkan kata kata yang hangus terbakar
Pada siapa perempuan itu berbicara
Sementara bunga-bunga tak lagi ranum ia lihat
Cahaya imaji menutup beberapa warna
Tanda ia telah lupa nama
Yang tersisa hanya kesepian
Serupa repetisi ia andilkan
Terbayang beberapa sosok
Berkhidmat pada kematian
Selayar, 2019
Gadis Kecil
Gadis kecil pedagang asongan
Melawan degup terus berjalan
Mengupas sepi
Mencari sesuap nasi
Tubuhnya gigil
Mencium nyeri
Menikmati terik mentari
Tak lagi kecil berimaji
Tak lagi impian, dan destinasi.
Gadis kecil pedagang asongan
Sepotong roti saksi bisu
Pun jalanan yang dipenuhi debu
Menari di tiap-tiap waktu
Makassar, 2020
Panggung Drama
Barangkali kata-kata sebagai pengikat panggung drama
Menjulur keluar dari tiap-tiap rangkaian
Meluapkan kepulangan menuju rumah ribuan cerita
Sementara jalanan tak lagi kosong
Anak-anak sibuk bermunajat mengenal sepasang kaki sendiri
Di lorong-lorong waktu
Lembaran kertas menyertai sepi
Kolam-kolam imaji menggigil di sudut taman
Merayapi dinding berbaris doa
Semilir menebar jingga sang mega
Bait-bait meranggas dari dahan sajak masa lalu
Mendesak mengalirkan metafora pada rima waktu
Nampak udara menaburkan rangkaian tanda
Dari muara sunyi perih bahasa
Barangkali kata-kata sebagai pengikat panggung drama
Laksana setitik noktah berpendar di telan purba
Gugur di kala musim menenun cuaca
Jiwa-jiwa lapuk terlukis bak bayang-bayang lampu pijar
Menarik palung jiwa dari sebait puisi lama
Selayar, 2019
Ilustrasi: https://www.ibtimes.co.uk/chechen-muslim-gang-terrorising-immoral-women-gays-berlin-1629080