Hari itu kurir pos dari kalangan Bumi Putera menyampaikan surat dari pimpinan Armada Selatan II—Pemerintahan Pendudukan Militer Angkatan Laut untuk daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku yang berpusat di Makassar. Saya membuka amplop tersebut ukurannya cukup besar sekira ada dua, satu berisi tulisan dalam huruf kanji, pada intinya meminta saya ke Tokyo, satu lagi semacam pass jalan yang harus diserahka pada petugas bandara di Kemayoran. Di akhir surat pertama tersebut saya diminta untuk menghadap Tuan Yamasaki, Walikota Makassar.
Selepas membaca surat tersebut, saya sesegera mungkin menutup toko sepeda—yang telah berdiri dua tahun sebelum pendaratan tentara Jepang di Hindia-Belanda—dan bergegas menuju kantor walikota menghadap Tuan Yamasaki.
Sesampainya di sana, kedatanganku dihadang oleh dua tentara Jepang yang menjaga pintu masuk Kantor Walikota yang lokasinya tidak jauh dari lapangan karebosi, sebelumnya lapangan tersebut bernama Hendrik Pad, namun untuk menarik simpati masyarakat setempat, segala sesuatu yang berbau Belanda harus dienyahkan, dan lapangan itu kemudian kembali dinamakan karebosi.
Dua tentara itu menatapku dengan mata sipitnya, wajahnya dan kulitnya begitu bersih untuk ukuran seorang prajurit. Mereka menanyakan keperluanku, tentunya dalam Bahasa Jepang saya menjawab pertanyaan tersebut dengan memperlihatkan surat yang telah kubaca sebelumnya, sontak saja mereka lalu mundur dua langkah dan memberikan hormat. Perilaku hormat itu tentu saja bisa dimaklumi, bagaimanapun yang ia hadapi adalah seorang kampeitai atau Polisi Rahasia Jepang.
Sudah sejak lama saya menjadi seorang kempeitai dan juga sebagai seorang agen rahasia. Saya termasuk lulusan pertama dari Nakano Gakko atau Sekolah Intelejen Jepang, kala itu kami dipersiapkan untuk menyusup ke Hindia-Belanda guna melihat bagaimana keadaan negeri yang kaya sumber daya alam ini, ada dua tugas utama kami, pertama untuk mengetahui kelemahan Koninklijke Nederlands Indische Leger atau KNIL, sebutan untuk Tentara Angkatan Darat Hindia-Belanda. Kedua mengetahui di mana titik lemah dari pertahanan Hindia-Belanda.
Kami dikirim dari Jepang ke Hindia-Belanda sebagai seorang yang berprofesi : Diplomat, Juru Foto, Pedagang Kelontong, Jurnalis Wisata, hingga jasa Menyewakan Sepeda. Tentunya itu hanyalah tameng saja, kami melakukan operasi telik sandi dan mengirimkan laporan ke atasan kami. Usaha yang kami lakukan tentunya membuahkan hasil. Hanya dalam tempo tiga bulan sejak Januari hingga 9 Maret 1942 Hindia Belanda kami kuasai, ini juga membuka mata masyarakat Bumi Putera bahwa Bangsa Asia mampu mempermalukan Bangsa Eropa yang selama beratus-ratus tahun lalu menganggap Eropa adalah superior dan Asia inferior, mereka takluk di depan bangsa yang pernah mereka hina.
Saya bangkit dari tempat duduk, Tuan Yamasaki berjalan menuruni tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua—ruang kerjanya, di usainya yang terbilang uzur, Tuan Yamasaki masih segar, semangat samurai dan bushido masih mengalir di darahnya. Ia sejenak menaruh hormat kepadaku dan mempersilakanku untuk duduk di ruang tengah.
Saya menyerahkan surat yang sebelumnya telah kuterima, Tuan Yamasaki membacanya dengan seksama, beberapa saat kemudian ia memanggil ajudannya dan membisikan sesuatu, ajuadan tersebut membungkukkan badan dan kemudian berlalu. Tuan Yamasaki tersenyum dan membuka obrolan mengenai keadaan Jepang sebelum rencana pendaratan di Hindia-Belanda.
Apa yang dikemukakan Tuan Yamasaki bagi kami Nippon adalah satu pilihan terakhir, negeri kami kaya akan sumber daya manusia, namun kurang dari segi sumber daya alam, maka oleh sebab itu, Perdana Menteri atas persetujuan Kaisar Jepang memerintahkan untuk menginvasi Korea dan Manchuria serta beberapa kantong wilayah di Tiongkok, tujuannya hanya satu untuk mendapatkan sumber daya alam yang berguna untuk mesin-mesin perang kami.
Yah, kami sadar, apa yang dilakukan membuat Bangsa Eropa terperangah, mereka khawatir jajahannya di Asia Pasifik akan jatuh, terlebih lagi Eropa sedang dilanda kemelut kebangkitan Fasime dan Nazisme, baik di Italia maupun Jerman. Kedua negara tersebut menunjukkan gelagat untuk mengobarkan perang, sebagaimana yang terjadi di tahun 1914-1918. Duta besar kami di Berlin dan Roma mengirimkan nota rahasia bahwa kedua negara tersebut telah memupuk dendam, Jerman akan mencoba menghabisi Prancis yang mempermalukannya melalui Perjanjian Versailes, sedang Italia merasa keikutsertaannya membantu Prancis dan Inggris di Perang Dunia I tidaklah menghasilkan apa-apa justru membuat Italia jatuh dalam jurang krisis ekonomi.
Ajudan Tuan Yamasaki kemudian menghampiri sang walikota tersebut sembari membawa satu kotak kecil, ia sejenak membuka kotak tersebut lalu menatapku dengan tatapan yang entah apa artinya. Ia kemudian menutup kotak tersebut dan melanjutkan obrolan.
Tuan Yamasaki mengisahkan betapa kemelut di Eropa membawa was-was di Asia, terutama Prancis, Inggris, dan Belanda. Apatah lagi ketika Jepang melakukan serangan atas dataran Asia, bagi mereka, cepat atau lambat Jepang akan merebut wilayah jajahannya, maka oleh sebab itu, negara-negara Eropa mengambil kebijakan blokade ekonomi. Segala semakin rumit ketika Amerika Serikat mengumumkan untuk turut serta dalam blokade ekonomi atas Kekaisaran Jepang.
Para pembesar di kabinet Jepang berunding, mencari jalan bagaimana tetap memanaskan mesin perang namun untuk sesaat menghindari perang terbuka, akhirnya diutuslah Ichizo Kobayashi ke Tanah Hindia guna berunding, upaya pertama itu gagal, lalu di tahun yang sama 1940 kembali diutus Kenikichi Yoshizawa eks-Menteri Luar Negeri. Upaya keduapun gagal, akhirnya kami memutuskan untuk menyerang Asia Tenggara melalui Kampanye Asia Pasifik.
Target pertama adalah Pearl Harbour, pangkalan militer Amerika Serikat di Hawai. Laksamana Chuichi Nagumo dan Laksamana Isoroku Yamamato mengerahkan 6 kapal induk dan perangkat laut pendukung lainnya serta 414 pesawat tempur guna menggempur kedudukan Amerika Serikat di lepas laut Pasifik dan Pangkalan Militer Pearl Harbour. Penyerangan itu terjadi 7 Desember 1941, tepat di hari minggu. Hal itu dipilih dengan keyakinan para kadet kapal laut Amerika Serikat tidak berada pada posisi siaga, bahkan beberapa laporan intelijen kami mengemukakan kebiasaan dihari minggu untuk merantai pesawat-pesawat terbang Amerika Serikat dan memarkirkannya di hanggar.
Keberadaan pangkalan militer tersebut sejatinya sebagai kerikil yang harus dienyahkan guna memuluskan jalan Palagan Asia Pasifik. Hal itu terbukti, sepanjang Desember 1941 hingga Maret 1942 Asia Pasifik berada di genggaman Tirani Matahari Terbit.
Tuan Yamasaki memberikan kotak kecil tersebut, saya berdiri dan membungkuk hormat, sang walikota pun tersenyum, Ia berpesan agar saya selamat hingga ke Tokyo. Tuan Yamasaki kemudian menghantarkanku ke luar kantor walikota, di depan rupanya telah menunggu mobil, pun barang-barangku telah dikemas. Sungguh para tentara itu cekatan.
Sekali lagi saya pamit kepada Tuan Yamasaki dan menaiki kendaraan tersebut, lelaki uzur itu tersenyum dan melambaikan tangan melepaskan kepergianku.
Di dalam mobil, saya membuka kotak tersebut, berisi mutu manikam, emas, dan tiga ikat uang. Sejenak kemudian pandanganku beralih pada kaca jendela mobil, yang sedang menghantarkan menuju pelabuhan.
Perjalanan ke Tokyo akan memangsa waktu berhari-hari, dimulai perjalanan laut dari Makassar ke Surabaya. Lalu dari Surabaya menuju Jakarta via darat. Kemudian dari Jakarta menuju Bandara Kemayoran, lalu menuju Singapura via udara dan terus menuju Dalat, lalu ke Hongkong, hingga mencapai Tokyo.
Tetiba suara gemuruh terdengar, kaca jendela kubuka dan melihat di atas langit kota melintas pesawat terbang Dai Nippon yang bermanuver….