Memasuki musim penghujan, orang-orang di kota tempat Gwen tinggal mulai menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Toko roti yang tadinya hanya memproduksi seratus buah setiap harinya, kini memperbanyak lagi produksinya di musim hujan. Namun berbanding terbalik dengan makanan laut yang biasanya beraneka ragam. Tentu tak ada yang berani melaut di tengah-tengah kencangnya ombak. Para penduduk kota mulai beralih mengonsumsi daging merah sebagai gantinya.
Begitu pun dengan jenis sayuran yang kini pilihannya sudah terbatas. Tak ada lagi sayuran jenis hijau yang biasa ditemui di pasar. Banyak yang terendam air hingga gagal panen. Nais —seekor kelinci piaraan Gwen— yang sehari-harinya mengonsumsi sayuran hijau dan wortel, juga mulai membiasakan diri dengan makanan kemasan. Meski harganya relatif jauh lebih mahal jika dibanding sayuran.
Ketika Gwen memberi Nais semangkuk makanan kemasan, mata Nais begitu berbinar-binar. Jarang betul ia menjumpai makanan jenis ini. Sebab ia tahu, Gwen harus merogoh kantung lebih dalam untuk makanan kemasan yang ia beli di Pet Shop seberang. Meski Nais belum pernah ke sana, ia pernah mencuri dengar ketika Gwen berbincang-bincang dengan supir pick up pengangkut sayuran. Bahwa, harga sayuran lebih murah dibanding kemasan. Meski lebih murah, kandungan gizi pada sayuran lebih banyak, tentu saja.
Makanan kemasan itu menipu, rasanya Nais ingin memberi tahu Gwen demikian. Agar Gwen berhenti membeli makanan kaleng atau susu kemasan. Yang diiming-imingi pemandangan alam seakan-akan susu segar pada sapi langsung ditampung pada susu kotak yang ia beli. Nais mengetahui hal itu, dari kerabatnya di kota sebelah. Kebetulan sekali, tempat Nais bermukin dahulu, berdampingan dengan kawanan sapi perah. Kawanan Sapi itu saling berebut cerita bagaimana proses susu yang mereka hasilkan dijual di supermarket dan diminum oleh para penduduk kota.
Hasil susu perah yang dihasilkan oleh mereka, akan ditampung dalam sebuah tangki besar. Dan diberikan rasa perisa untuk memperkuat aroma susu dan bahan pengawet agar tahan lama. Adapun susu berbentuk bubuk, itu adalah hasil saringan (sisa dari susu yang disaring atau limbah susu). Kemudian, didistribusikan ke mini market. Susu asli tanpa pengawet bisa saja dikonsumsi, namun harganya relatif lebih tinggi dan cepat rusak. Biasanya, susu itu dimasukkan ke dalam botol kaca dan didistribusikan ke rumah penduduk kota sesuai pesanan.
“Jika makanan kemasan yang Gwen konsumsi itu menipu, apa terjadi hal yang sama pada makanan kemasan milikku?” Sepanjang hari, Nais memikirkan hal itu. Meski ia sedikit khawatir, namun ia begitu lahap menghabiskan makanan pada mangkuknya.
— —
Tempat Nais bermukim sering kedatangan tamu. Mulai dari yang menetap lama atau sekadar datang menyapa lalu pergi. Biasanya, yang menetap lama ialah mereka yang dari perjalanan teramat jauh. Terbang berjam-jam atau mereka yang kehilangan arah pulang. Mereka yang kehilangan arah pulang, Nais bisa menuntunnya kembali. Tentu karena Nais sudah menetap cukup lama, ia mengenal hampir semua jalan dan penduduk. Terang saja, sebab kota ini ialah kota kecil yang berada di dekat kawasan pesisir. Meski beberapa ruas jalannya masih berupa jalan setapak, namun ada begitu banyak yang melabuhkan kapalnya di dermaga.
Pada cuaca yang sedang mendung, Nais kedatangan seekor kucing dari antah berantah bernama Cat. Cat seekor pejantan peranakan asli. Ia mulai bercerita bahwa betapa ia diperlakukan berbeda dengan kucing ras. Kucing ras sering mendapatkan perlakuan yang istimewa. Semisal mereka diberi makanan kaleng kualitas terbaik maupun susu kemasan dan mereka juga lebih mudah diterima hanya karena mereka berbulu indah. Cat ingat betul ketika ia sekadar berkunjung ke daerah pemukiman, ia langsung diusir. Padahal ia sedang duduk menunggu makanan sisa.
Pernah Cat begitu lapar, terpaksa ia mengambil daging mentah yang sedang dicincang oleh seorang ibu muda. Tentu ia langsung mendapat pukulan telak di tengkuknya. Matanya berkaca-kaca mengingat hal itu. Tentu ia tak akan sampai hati mencuri jika ia tak begitu lapar.
Adapun saat-saat haus, ia akan mencari wadah-wadah. Sebab wadah tersebut biasanya berisi air hujan atau menyisakan tetesan embun.
Ketika tengah hari tiba, ia ingin berteduh dari teriknya sengatan matahari. Tanpa ia sadari, ia tertidur di teras pada rumah yang sedang tak berpenghuni. Ia merasa sangat damai, setidaknya meski perutnya belum terisi, ia tidak diusir.
Meski sering diusir bahkan nyaris disiram air, Cat tak sampai hati untuk memendam rasa benci perbuatan yang dilakukan padanya. Ia hanya memilih pergi dan memilah mana kira-kira rumah yang bersahabat. Betapa mulia hati Cat!
Nais menyimak dengan seksama. Malang betul nasib Cat. Baginya Cat adalah representasi dari kucing-kucing liar yang tidak beruntung. Nais lalu menawari Cat untuk tinggal di sini, meski ia sedikit ragu akan mendapatkan persetujuan.
Saat Nais ingin mengajak Cat menemui Gwen, ia bergeming. Cat meminta waktu untuk berpikir. Ia bertanya jumlah anggota keluarga di rumah ini. Jika lebih dari empat, maka ia akan mempertimbangkan untuk tinggal. Karena rumah ini akan sering memasak dan berarti akan menyisakan beberapa makanan sisa. Setidaknya ia tidak akan merasa lapar meski itu hanya memakan makanan sisa.
+ There are no comments
Add yours