Sahabat Desa, Sahabat Korona

Setahun sudah virus korona menghidu di bumi pertiwi, artinya korona telah berulang tahun. Virus  ini pertama kali muncul di Wuhan China pada Desember 2019, kemudian di beri nama Severe Acute Respiratory Syindrome Coranavirus (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Coranavirus Disease-2019 (COVID-19).

Covid-19 atau lebih afdalnya sebut saja korona, telah menjadi masalah kesehatan dunia. Pendemi ini terus berkembang, hingga adanya laporan kematian dan kasus serupa di luar China. Sedangkan di Indonesia, sejangkau ingatan saya, baru terjadi kasus pertama di bulan Maret 2020, saat itu diumumkan oleh Presiden Jokowi dua wanita WNI terjangkit korona setelah melakukan pertemuan dengan warga negara Jepang di persamuhan dansa.

Semenjak diumumkan oleh Jokowi, rasa takut, cemas, panik. Namun, ada juga yang biasa-biasa saja menanggapinya. Saya termaksud orang yang diterungku oleh rasa takut selama tiga hari , bagaimana tidak, seliweran urita korona berdurasi horor terpampang jelas di layar televisi, gawai, pun surat kabar.

Untuk mencegah lebih meluasnya korban akibat virus korona, pemerintah gerak cepat, mengeluarkan kebijakan status darurat bencana non alami yang tertuang pada protokol kesehatan covid-19, kemudian diatur secara teknis oleh peraturan menteri, gubernur dan bupati.

Dalam penanganan wabah penyakit di dunia, Antothony De Mello pernah mengingatkan, jumlah korban bisa menjadi lima kali lipat, bila ketakutan terjadi di tengah-tengah masyarakat, ilustrasinya, seribu orang menjadi korban karena sakit, namun, empat ribu orang kemungkinan besar akan menjadi korban karena ketakutan.

Berkaca pada hal itu, komunikasi adalah hal paling penting dalam menghadapi ancaman pandemi, kepercayaan publik harus dibangun dan dijaga agar tidak terjadi ketakutan di tengah masyarakat. Definitnya, menyakinkan kepada masyarakat akan kehadiran pemerintah pada kondisi pendemi saat ini. Karena pentingnya komunikasi di level desa, maka, pendamping desa atau biasa disapa sahabat desa, mempuyai peran strategis untuk menyampaikan dan menjelaskan secara komprehensif tentang apa yang akan dilakukan dan telah dilakulan pemerintah, sehingga masyarakat tenang dan tidak merasa takut.

Seorang psikolog barat, David R. Hawkins di dalam bukunya Letting Go, mengatakan, ”Rasa takut bagaikan pendemi dalam masyarakat kita sehingga merupakan emosi yang paling utama berkuasa di dunia. Rasa takut juga merupakan emosi utama di antara ribuan pasien yang dirawat selama beberapa dekade praktik klinis.” Lebih lanjut Hawkins membabarkan, “Ketakutan cenderung meningkat. Sehingga, pasien dengan problem fobia menunjukan peningkatan rasa takut yang menyebar hingga ke banyak bidang kehidupannya, yang membuat aktivitasnya sangat terhambat. Dalam kasus yang sangat parah, pasien  tak bisa bergerak kemana-mana saking takutnya.”

Saat pendemi korona makin melambung dan masyarakat diimbau agar tidak keluar rumah (Sosial distancing), di saat yang sama pula, sahabat desa harus keluar- masuk  desa melakukan aktivitas sosialisasi, fasilitasi dan monitoring sekaitan dengan pendemi yang melanda. Coba kisanak dan nyisanak bayangkan, saat pendemi, ancaman bahaya – nyawa melayang, maka tidak ada pilihan lain, sahabat desa mesti bersahabat dengan korona. Saya pun mendakukan tulisan Jerry Jampolsky,  “Ketakutan disembuhkan oleh cinta, love is letting go of fear, cinta itu melepaskan ketakutan”.

Atas rasa cintalah, sahabat desa bersahabat dengan korona. Kalau bukan karena cinta, mustahil sahabat desa rela meninggalkan anak, istri ,keluarga demi tugas amanah negara. Ada empat pilar tugas sahabat desa dalam mengomunikasikan ke publik dikala pendemi korona menguar. pertama, mengimbau masyarkat tetap tenang dan waspada. Kedua, koordinasi dengan instansi terkait. Ketiga, pemberian akses informasi ke media. Keempat, pengarusutamaan gerakan cuci tangan dengan sabun.

kiwari ini pendemi memasuki tahun keduanya, si pegebluk korona pun makin meradang. Sepekan lalu presiden Jokowi mengumumkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat  atau disingkat PPKM, khusus pulau Jawa dan Bali. Tak mau kalah, gus menteri desa Halim Iskandar, menghimbau sekotah sahabat desa agar melakukan seremonial doa bersama di rumah masing-masing, tujuannya mendoakan para pemimpin bangsa dan segenap warga agar diberi kesehatan, keselamatan dan perlindungan oleh Allah Swt.

Ditahun kedua pula, sahabat desa masih harapakan menjadi garda terdepan melakukan kerja-kerja sosialisasi, fasilitasi dan koordinasi, khususnya kegiatan PPKM skala mikro (adapatasi hidup baru) di desa. Saat diimbaun bekerja di rumah, sahabat desa malah wara-wiri di luar rumah, demi mengemban tugas negara, bukan berarti sahabat desa tidak takut terhadap korona, namun, amanah harus tunaikan.

Saya tabalkan saja apa saja yang dilakukan sabahat desa sekaitannya dengan kegiatan PPKM skala mikro. Pertama, sahabat desa (TAPM, PD/TI dan PLD) segera memfasilitasi pemerintah desa dan BPD untuk melakukan upaya pencegahan virus corona berupa penyuluhan kesehatan, sosialisasi hidup sehat dan berbagai informasi pencegahan virus korona yang sesuai dengan protokol kesehatan. Kedua, sahabat desa dan pemarintah desa berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten (gugus tugas percepatan penanganan covid-19) untuk mendapatkan informasi terkait kondisi, status desanya masing-masing.

Ketiga, sahabat desa mendorong pemerintah desa dapat mengoptimalkan fungsi posyandu, balai desa atau tempat lainya untuk digunakan sebagai pusat kendali informasi dan monitoring pencegahan virus korona. Keempat, sahabat desa melakukan sosialisasi di desa perihal pola hidup bersih dan sehat (rajin cuci tangan dengan sabun di air mengalir), mengunakan masker, mengomsunsi gizi seimbang, menjaga jarak saat berinteraksi di luar rumah atau dalam pelaksanaan kegiatan padat karya tunai desa, menunda atau mengurangi aktivitas yang mengumpulkan banyak orang di desa.

Kelima, sahabat desa ikut terlibat aktif bersama-sama petugas kesehatan melakukan pendataan, membantu memberikan layanan dan sekaligus melaporkan, khusunya jika ada dampak yang ditimbulkan akibat penyebaran virus korona di desa. Keenam, mendorong dana desa agar membiayai program pencegahan penyebaran virus korona, membiayai bantuan langsung tunai (BLT) dan padat karya tunai desa (PKTD) sesuai dengan prioritas pengunaan dana desa.

Tugas sahabat desa makin hari makin berat, apalagi ditahun kedua ini, pendemi makin meluas. Entah sampai kapan pendemi korona ini  berakhir, sementara di ujung urita, tidak terhitung lagi sahabat desa harus  menemui ajalnya akibat bersahabat dengan korona. Sebagai anak kandung kementerian desa, berharap ibu kandung sahabat desa  dapat memberi jaminan masa depan kelak.


Sumber gambar: https://variety.com/vip-special-reports/riding-the-third-wave-covid-19s-impact-on-media-entertainment-1234839968/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *