Tabassamū Tashihhū: Tersenyumlah, Kamu Akan Sehat

Ketika gelap berganti surya yang mulai merekah, di pusat kota seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, dan kota-kota metropolitan lainnya, sudah dipenuhi dengan pusparagam kesibukan. Belum lagi ketika sang Syamsu kian menanjak di kebiruan langit, polusi udara dan teriknya yang membakar menambah pundi-pundi keletihan di pundak manusia yang melata seantero kota. Acapkali kehidupan di kota memang demikian. Memaksa orang untuk susah tersenyum. Karena diburu waktu, dikejar target, dihantui tugas dari bos, laporan tugas kuliah, dan kesibukan lainnya yang terus membayang. Apalagi mahasiswa yang sudah semester tiga belas, tapi belum juga sempro, namun selalu disemprot. Jangankan ber-hahahihi di warung kopi dengan kawan sejawat, menyungging senyum pun sudah berat.

Perihal senyum, seorang teman di jagat maya rutin memposting gambar dirinya dengan wajah ayu, bersih, dan senyum ringan nan menawan bak Monalisa. Tak lupa bumbu frasa “disenyumin aja” menghiasi dinding facebook-nya, layak mendapat like yang banyak. “Good morning, don’t forget for smile today” tulis kawan masa kecil saya di status WhatsApp-nya. Saya pun ikut tersenyum, karena membaca kalimat dia yang sok Inggris itu. Ketika duduk di bangku Madrasah Aliyah, saya pernah diajar oleh seorang guru yang umurnya sudah berkepala lima, namun tetap terlihat muda, bak mahasiswi semester tiga. Beliau sering diserbu oleh murid-muridnya ‒saya tidak termasuk‒ dengan pertanyaan, “Bu guru rahasianya apa sih bisa awet muda gini?” Sang Guru menjawab, “rajin-rajinlah tersenyum nak.” Saya kira rajin pakai skincare Bu.

Ada banyak sebab orang tersenyum. Mungkin karena diterima lamarannya, maksud saya lamaran pekerjaan, disetujui judul skripsinya, dikasih surprise, diterima cintanya oleh sang pujaan hati, orang lain tersenyum kepadanya hingga ia membalas dengan senyuman pula, atau hal bahagia lainnya. Namun kebanyakan orang tersenyum karena mendapat rayuan dari lawan jenisnya, ini sering dialami oleh muda-mudi tempo doeloe hingga masa kini. To be honest, dulu saya pernah digombal oleh seorang perempuan ketika saling berkirim pesan menggunakan gawai jadul, hingga senyum-senyum sendiri bak orang gila. “Tolong nyalain bluetooth dong!” pinta Si Nona. Saya yang polos, spontan membalas, “Buat apa?” Lewat jemari indahnya, Puan itu menjawab, “Soalnya aku mau transfer hati aku ke kamu.” Subhanallah. Geli bingits, namun berhasil membuatku susah tidur di malam itu. Kulangitkan doa, asaku semoga Tuhan menjaga dan melimpahkan kesehatan padamu Nona, aamiin

Senyum adalah aktivitas yang menyenangkan dan membuat orang lain senang. Menyenangkan karena senyuman hadir sebab mewujudnya kebahagian di dalam diri. Untuk melakukannya pun, Anda tak perlu menggelontorkan biaya dan menyiapkan perkakas, cukup menggerakkan otot wajah, senyum yang menawan akan menghias di paras Anda. Dan jika orang melempar senyum kepada Anda, dengan senyuman yang aduhai manisnya, takkah berdesir ketenangan, kesenangan, dan kebahagiaan dalam dirimu? Apalagi yang melontar senyum itu adalah orang yang Anda suka. Rasa-rasanya Anda langsung menjadi manusia yang nirbeban, hanya karena seuntai senyum. Uulalla.

Secara sosial, dengan tersenyum kita bisa lebih dekat dengan orang lain. Dengan saling melempar senyum tumbuh jalinan sosial yang kuat. Jika jalinan sosial kita kuat, maka rasa persaudaraan pun kuat. Bukankah persaudaraan yang kuat akan bermuara pada kejayaan dan kebahagiaan? Sure. Senyum mampu meruntuhkan sekat-sekat individualistik di antara kita. Tidak hanya pada rana sosial, pada rana agama, Islam, misalnya turut mengapresiasi orang yang tersenyum kepada orang lain. Kanjeng Nabi berdawuh Tabassumuka fi wajhi akhika laka shadaqah” maknanya, “senyummu kepada saudaramu adalah sedekah bagimu.” Dan percayalah, ketika kita bersedekah, Allah akan memberi hal baik pada kita dengan yang lebih banyak dan luar biasa. 

Tak dimugkiri, kesibukan di era kiwari memaksa manusia untuk sulit tersenyum. Teman-teman yang bekerja dalam bidang pelayanan, misalnya. Lelah bin letihnya bukan main, namun bibir harus tetap tersenyum menawan. Mereka pun tambah lelah karena harus pura-pura tersenyum. 

Adalah Adjie Silarus seorang penulis sekaligus motivator kece dalam buku ciamiknya Sejenak Hening (2013) memberi resep kepada tuan dan puan sekalian bagaimana bisa menghadirkan senyuman yang indah tanpa beban, walau penat. Lewat tarian aksara dalam bukunya itu, Adjie membeberkan, cara agar selalu bisa tersenyum di kala lelah dengan push up bibir setiap pagi. Walakin, supaya sedikit “seksi”, saya lebih suka menyebutnya senam bibir. Letakkan telunjuk dan jempol pada wajah, gerakkan (push up) bibir ke atas beberapa kali dengan bantuan telunjuk sekitar 10-15 kali. Enaknya dilakukan sambil bercermin. Sila dicoba dan semoga berjaya. 

Dengan tersenyum membantu kita menjalani setiap hari dalam hidup dengan lemah lembut dan penuh pemahaman. Senyum membuat kita lebih sadar dan bersemangat untuk hidup bahagia dan  damai. Senyum mengembalikan rasa damai yang kita pikir sudah mustahil untuk tidak kita miliki. Senyum mampu membuat orang sedih menjadi bahagia. Senyum mampu membuat orang pengecut jadi pemberani. Senyum mampu membuat orang sakit menjadi sehat.

Senyum adalah aktivitas sederhana yang sangat menyehatkan. Sebagaimana yang diwedarkan Prof. Veni Hadju seorang Dosen Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin, bahwa saat tersenyum kita memberi sinyal kepada sel-sel dalam tubuh bahwa kita sedang happy. Belum lagi saat tersenyum otot-otot wajah kita akan berkontraksi, sehingga mereka yang suka tersenyum pasti awet muda dan lebih sehat. Sudah zahir, muda-mudi yang berparas jompo sebelum waktunya adalah mereka yang bakhil mengukir senyum dan lebih banyak marah-marah dibanding ramah-ramahnya

Tak sampai di situ, Veni Hadju mendedahkan satu kisah dalam buku anggitannya Pesan Dakwah Seorang Profesor (2017). Prof. Veni mengutarakan seorang dokter di wilayah Jakarta Selatan bernama Agus Rahmadi. Sang Dokter menggunakan terapi senyum untuk pasien hipertensi, setelah tidak merespon dengan berbagai jenis pengobatan. Mungkin Sang Dokter membatin, banyak jalan menuju Roma Bestie. Akhirnya terapi senyum menjadi jalan alternatif. Saban hari pasien diminta untuk tersenyum minimal dua puluh kali dengan durasi dua puluh detik untuk setiap senyuman. Hasilnya luar biasa, tekanan darah turun. Penurunan tekanan darah ini dihubungkan dengan  menurunnya hormon transmiter yang terkait dengan stres. Untuk karib kerabat yang dilanda stres dan galau karena belum juga di-Acc judul skripsinya, atau sering di-ghosting oleh dosen, do’i, atau entah siapa pun itu. sila dicoba terapi senyum di atas, moga-moga stres dan kegalauan Anda bisa berkurang.

Sudah sahih, stres sering menjadi biang munculnya berbagai macam penyakit. Stres bisa dilawan dengan membuat diri bahagia. Salah satu pancaran kebahagiaan adalah dengan memancarnya senyum di wajah kita. Wajah adalah jendela hati. Maka menampakkan wajah yang penuh senyum menjamin kalbu kita dalam keadaan baik-baik saja. Jika kalbu kita sehat, yang lainnya pun ikut sehat, arkian tutur Nabi dalam sabdanya. Dengan tersenyum, kita tidak hanya diberi ganjaran kebaikan sedekah, namun persaudaraan yang kuat, dan tubuh yang sehat.Jika Anda senyum-senyum membaca tulisan ini, saya doakan hutang Anda lekas lunas. Akhirul kalam, tersenyumlah, berbahagialah!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *