Temu Ibu
Suatu waktu ketika Ibu datang
Doa-doa tergambar dari raut wajahnya
Beliau melangkah dari pusat kota
Meramaikan temu tanpa janji yang menjadi tamu
Ibu memuji sembari memotret
Sementara ruang-ruang foto tak ada dirinya
Ia khusyuk menciumi isak yang bersembunyi dibalik dada
Berkilat-kilat semacam perisai
Kemudian matanya penuh kalimat
Paham bahwa kenang menunggal dalam hening
Ibu pun pamit pulang dalam riuh hari
Meminta hari tak ada yang tertinggal dan tanggal
(2022)
Menapak Usia
Tak lagi merayakan umur yang berganti
Membiarkan seluruhnya berserakan di ruang tidur
Mengendap dibalik kaca jendela
Hingga tertimbun pada semak-semak waktu
Membekas oleh bisikan rahasia
Dan orang-orang menyebutnya fantasi lama
Tergambar jelas pada wajah yang kian menua
Potret-potret lama yang dihangati usia
Melewati jalan yang entah sudah berapa kali ditapaki
Bak lorong-lorong kecil dipelupuk sendiri
Menuju malam yang kian sunyi
Barangkali kau tinggal tidur lalu mendengkur
Menghibur diri yang sebentar lagi meringis sebab terlalu lelah
Membayangkan keesokan harinya membungkuk menahan waras
Dari mimpi yang justru malah memberi kantuk dan lupa
Lalu mengeluh “mengapa kita semakin patah oleh ambisi dan rasa?”
(2022)
Teman Pulang
Seperti sebuah jalinan asmaradana
Akhirnya meminta Oktober menjadi riuh dan bising di kepalaku
Fatamorgana meninggalkan jejak pada malam-malam yang panjang
Apa kau ingat suara-suara ramah yang menyapamu?
Rasanya ia tak pernah gagal pulang lalu menangis
Untuk mendengarkan derainya sendiri menyelinap masuk
Dimana kelopaknya meredup hingga justru musim menghabisinya
Dan akhirnya tinggal lalu menetap sepanjang waktu
Ia diam-diam merangkai syair untuk tubuhmu yang hendak pulang
Namun sama sekali hatimu beku tak menyadari halaman-halaman buku
Sepanjang itu, kita mencari rumah terlampau lama
Yang kita tempuh hanya jam kerja dan alamat yang itu-itu saja
Agar sepi lekas mati dan menggantung di pintu rumah
Hingga setiap hari menjadi karangan yang menyala di atas meja
Rindu menampung segalanya seperti jatuh cinta pada kantuk
Ilusi diam-diam menemuimu melalui doa panjang
Lalu perlahan mendekat menjadi teman menuju rumah
Kepada teman pulang;
Kita dan beberapa hal yang hampir sama
Melihat dirimu seolah cermin yang tak pernah rampung kubaca
(2022)
Dini Hari
Di beranda rumah jam tiga pagi
Masih saja perempuan itu terjaga dari kantuk
Menunggu peristiwa-peristiwa kecil
Matanya berbinar lalu gagal untuk tidur lebih awal
Ia sibuk mencuri malam yang sebentar lagi hilang
Sudah beku kah hatinya dari lampu kamar tidur?
Hingga mencoba meminta maaf pada pagi
Lalu terdesak dibalik jam kerja yang tak lekas mati
Ia seringkali lupa bahwa terusir dan kalah
Bahkan untuk bermain dengan puisi sederhana
(2022)
Ilustrasi: deviantart.com