Rumah Jiwa
Aku tempat kau istirahat
Rawatlah aku dari segala debu-debu yang menempel
Jangan biarkan aku kotor, agar kau betah berteduh
Dari segenap kerisauan duniawi
Pintu rumahku selalu terbuka lebar
Tapi kau jarang sekali masuk untuk sekedar meneguk segelas air atau menyapu kamar tidurmu
Aku rumahmu yang sejuk, sesekali ingatlah
Siramilah rumput-rumput di halamanku
Supaya udara sejuk engkau hirup
Sucikanlah segala jenis najis yang ada di kursi, meja, ranjang, lantai
Jagalah aku, agar kau nyaman dan damai
2017
—
Hari Jumat
Pintu masjid terbuka lebar
Sajadah terhampar panjang
Orang-orang berjubah putih berjajar menghadap kiblat
Lupakan dunia, tutup pintu tokomu, gudangmu, warungmu
Bukalah baja kotor di sekujur tubuhmu
Segarkanlah jiwa ragamu
Ini hidup hanya sebentar
Kita akan pulang ke kampung halaman
Seperti jarum jam dinding yang tercabut baterainya, ia akan berhenti di menit apa pun
“Lalu apa yang telah kau siapkan kawan, untuk hidup selanjutnya yang kekal.”
Hapus tabir hitam yang menutupi nuranimu
Supaya cahaya-Nya masuk menuntun pada jalan sesungguhnya hidup
Tak sekedar fatamorgana
Harta yang buta hanya menyalakan api neraka
2017
—
Menatap Keheningan
Hening adalah kesadaran aqli yang menuntun pada aliaran jernih nurani
Adalah menghitung langkah kaki, matahari yang saban hari menyinari
Membaca setiap helai angin yang menerpa jendela dada
Hening adalah menyingkap selimut dini hari yang begitu dingin ketika segala manusia terlalap
“Kemudian basuh wajah lusuh dengan sejuk air wudhu’ tegak menghadap kiblat, sambil meraba tumpukan sampah yang tak terhinggah jumlahnya.”
Hening adalah menyendiri munuju jalan ridho-Nya
Menyandarkan segenap jiwa raga tanpa sisa
2017
—
Kosong
Malam ini tanpa bulan dan bintang
Mendung bergulung di langit menebar kobar
Tak ada arah, tak ada langkah
Di halaman aku menulis hampa lara
Adzan hanya didengarkan telinga saja
2017
—
Waktu
Ia datang
Dari apa ia dicipta?
Siapa sesungguhnya waktu?
Kemana ia pulang?
Di mana ia rumahnya?
Atau ia terbuat dari udara tanpa disentuh, atau perkumpulan embun pagi, atau kobaran api, atau percik air laut yang asin
Hingga tak seorang pun yang mampu menahan lajunya, dan kita pun bisa terpenggal
Ke utara, ke selatan, ke barat, ke timur
Aku mencari warna waktu, merahkah? Putihkan? Hitamkah? Atau memang ia tak punya warna apa-apa, selain menembus tak mengenal usia
Atau waktu itu hanya kekosngan
Atau aku yang telah berhianat kepadanya
Hingga aku tak pernah tahu letak waktu yang sebenarnya
Jika nafas lepas, akankah kita masih temukan waktu?
2017
sumber gambar: www.crystalwind.ca
Abd. Sofi, lahir di Sumenep, Madura 17 juli 1991. Dan sekarang sedang megembara untuk menemukan takdirnya. Kumpulan puisi-puisinya Di Ujung Senja (2015). Aktif di Rumah Sajak