Semua tulisan dari Muh Ashar Arsad

Mahasiswa Sosiologi UNM

Bersetubuh dengan Gadget

Di sebuah tempat pangkas rambut madura, tatkala matahari menampakkan sinarnya melalui jendela-jendelan ruangan itu. Saya duduk bersama 2 orang yang seumuran sembari menunggu giliran untuk memangkas rambut yang sudah mulai acak-acakan. Tak lama kemudian datang petugas membawa sebuah tas besar dan mengeluarkan tumpukan kertas, ternyata itu pengantar koran langganan tukang cukur.

Namun selama koran itu diletakkan di atas meja tak satu orangpun menyentuhnya untuk sekadar melihat rubrik yang sedang hangat diperbincangkan. Setelah itu saya kemudian sadar bahwa memang generasi Z, sebutan untuk orang orang yang lahir pada 90-an akhir itu sudah tidak lagi tersentuh media cetak seperti koran.

Siapa itu generasi Z ?

Karl Mannheim seorang sosiolog asal Hungaria yang berkarir akademis di Jerman dan Inggris ini pernah menulis esai yang berjudul The Problems of Generations pada 1923, yang secara general menjabarkan tentang generasi Z ialah mereka yang lahir pada kurun waktu rentan 1996 hingga 2010. Internet hadir di Indonesia mulai di komersialkan pada akhir tahun 90-an sehingga bisa saya simpulkan bahwa generasi Z lahir seiring dengan hadirnya internet di Indonesia ini tentu merupakan sebuah hal yang luar biasa. Karena sejak kecil generasi Z sudah dapat mencicipi produk dari perkembangan teknologi dan informasi.

Berdasarkan Jumlah populasinya juga lumayan besar, menurut data yang di himpun badan pusat statistik (BPS) pada sensus yang dilakukan tahun 2010, menyimpulkan bahwa populasi generasi Z mencapai angka 28,8% dari total penduduk Indonesia. Saya sendiri hidup di tengah keluarga dengan generasi yang berbeda-beda dengan sebutan yang berbeda pula.

Perkembangan Teknologi

Namun akhir-akhir ini perkembangan teknologi yang semakin pesat. Ini terbukti jika kita mengamati pergerakan masyarakat yang lebih memilih media online sebagai sumber dalam mendapatkan informasi dan berita yang membuat media cetak seperti koran semakin termarjinalkan. Diawali dari keberadaan televisi yang dianggap menjadi awal runtuhnya eksistensi media cetak hingga sekarang puncaknya pada saat ‘telepon pintar’ (smartphone) keluar dan menggungcang jagat teknologi informasi dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan.

Hampir tidak ada lagi celah untuk mengalihkan perhatian kepada media cetak seperti koran, sebab dengan gadget yang ada di saku, kita bisa mengakses informasi dan berita dari berbagai belahan dunia. Berbagai macam aplikasi telah diciptakan agar kita semakin betah berlama-lama bersetubuh dengan sebuah gadget. Tidak berlebihan rasanya saya berkata seperti itu karena melihat fenomena yang ada di dalam masyarakat, gadget seakan sudah menjadi kebutuhan primer setiap individu. Ini terbukti dari setiap kegiatan yang dilakukan selalu melibatkan gadget, mulai dari bangun tidur dan memulai aktifitas dengan menggali informasi dari telepon pintar ini. Bahkan setiap tempat yang saya kunjungi kini sudah memberikan layanan wifi gratis untuk memanjakan para pengunjungnya tak terkecuali pangkas rambut yang saya datangi.

Seorang dalam generasi Z bisa saja menghabiskan waktu dengan memainkan jari-jarinya diatas layar kecil itu baik itu menonton film, mendengar lagu atau bahkan bermain game itu semua bisa dilakukan sepanjang waktu. Bahkan generasi Z dengan rata-rata umur dibawah 30 tahun telah menghabiskan waktu lebih dari 8 jam untuk sekedar menggunakan gadget. Keberhasilan gadget menggeser eksistensi seluruh produk media cetak semakin jelas terlihat dari lonjakan penggunaan gadget yang semakin tidak terbendung hingga akhirnya semua produsen berkompetisi untuk memenangkan perhatian para pengguna gadget dengan inovasi di setiap produk baru yang di luncurkan.

Kecenderungan generasi Z menghabiskan waktu sepanjang hari untuk bersetubuh dengan gadget seakan menjadi tamparan bagi media cetak karena ini semakin mengancam keberadaannya. tentu ini membuat media cetak harus melakukan inovasi. Apa daya, kebiasaan membaca Koran tak lagi di teruskan karena media online dianggap lebih hemat dan mudah, subtitusi informasi juga dengan mudah dapat di peroleh dari berbagai sumber dan aplikasi.

Namun ini bukan akhir cerita dari media cetak itu, seperti yang saya dapat dari kunjungan media di berbagai media informasi dan berita yang ada di kota Makassar. Di sana saya mendapatkan informasi jika, perlahan media cetak mulai berinovasi, bergerak secara dinamis dan melebur dengan teknologi. Salah satu faktor bertahannya media cetak hingga sekarang karena media cetak mampu menjaga konsistensi netralitasnya dalam menyajikan informasi dan berita.

Berbagai inovasi pun hadir untuk mewarnai setiap lembar yang ada dalam media cetak (koran) baik dari segi tampilan maupun informasi yang semakin variatif tanpa menghilangkan ciri khas dari media cetak itu sendiri. Yang pasti perkembangan teknologi dan informasi akan terus berjalan bahkan semakin pesat untuk itu inovasi lagi-lagi menjadi hal yang harus dilakukan agar media cetak bisa tetap eksis ditengah gempuran produk teknologi informasi dan komunikasi.

 

Ilustrasi: https://www.fiercewireless.com/wireless/industry-voices-lowenstein-peak-smartphone-vs-other-phone-peaks