Dara Mangkasarak
Detak jantungmu tunrung pakanjarak
Darahmu titisan tubarani
Kau lahir di atas bentang lipaksabbe
Tumbuhlah seelok tumanurung
Kau dara Mangksarak
Lekuk uratmu sekelok muara Tallo
Lentik jemarimu pakarena menyulam bajubodo
Hela nafasmu alunan puikpuik kurrusumangak
Kuberi nama padamu Jamila Daeng Tamema
Srikandi tangguh pewaris balira butta Gowa
Tegarlah menghalau badai seteguh Bulu Saraung
Menjinjing sirik na pacce dibalutan adat bergaung
Kusimpan pesan di ubun -ubunmu
Eja lontarak panrita tanah lahirmu
Wahai anakku
Semata wayangku
“Iyyapa na tau, punna lambusuk ri pau
Iyyapa na tau, punna labbirik ri gauk ”
Paentengi kontu tojenga
Mannagalak sarak na sahadak”
—
Lelaki Merah
Aku bukan perindu itu
Tapi lelaki merah tanpa jubah bintang- bintang lencana
Lari antara lembah – lembah tiada lelah
Bawa pergi sunyi sepah
Tiada henti meski kaki langit mengurung bumi
Sendu gema serunai
Gemercik gelombang air bukit
Aku ada di sana bersama kemuning mentari
Berlumur pedih perih
Bermain kenangan kisah- kisah tercaci
Pelangi senja
Sesekali hujan rindu tinggalkan gerimis hati
Telah kuukir sumpah di cadas- cadas purba
Tak akan kembali menuju tanahku karena tiada lagi rindu tersisa
Aku pengembara ditelan angin barat
Tiada mungkin dirindukan sisa- sisa musim cinta dari timuran
—
Dalam Lukisan Biru
Semalam sebelum pamit
Aku lupa menulis cinta di keningmu
Membaca rindu tersimpan di jantungmu
Sembap air matamu jadilah hujan bagi tubuhmu yang rapuh
Jangan sendu May
Karena kalbuku telah kutitip pada malam
Pun jua pada bintang- bintang bermain cahaya
Pada irama alam mengurai bunyi semesta
Setiap senyap menyapamu, melukiskan namaku dalam heningmu
Meski waktu adalah sekat pemisah
Dan angin adalah makhluk membawa pergi aroma kasih
Tapi akulah Adam menyimpan cinta dalam ayat- ayat pengembara
Maka jangan ragu
Karena sukmaku laksana biduk berlayar di laut buana
Kelana sang pecinta membawa amanah setia
Bukan angin menyimpan dusta musim pada gelombang samudera
Simpanlah galaumu
Karena esok aku kembali May
Mengurai pedih tersimpan antara sukma
Menyeruak gelora memadam hampa
Mengusir sepi bermukim semasa
Menyimpan kisah dalam lukisan biru tentang haru cinta
—
Pesan Rindu dari Saugi
Kutuliskan kisah di hamparan tanah Labbakkang
Dalam aksara lontarak dan nyanyian – nyanyian sinrilik yang tak lekang
Tentang percik gelombang laut Maccinibaji
Membawa pesan rindu dari Saugi
Kau di sana, mendulang mimpi ingin pulang
Bersanggul gelisah di bawah bintang- bintang
Aku yakin, tak lama lagi tuhan membawamu datang
Aku di sini ,antara hembusan angin dermaga purba
Menegak cinta laksana Marabintang kepada Manakku
Menepi bersama camar di bawah tarian mega dari Lembang
Menghitung hari bergulir berlalu
Bahwa laut membawa pergi cintaku belum jua kembali padaku
Di mana kau wahai kasihku
Monsun telah berlalu
Musim kian berganti
Penuhi janjimu tertulis di beton tangguh pelabuhan ini
“Nanti , kita menua bersama melintasi lautan cinta
Meski hanya sandek tanpa layar mengarungi samudera
Kita kembarakan cinta tiada serupa di jagad raya
Saling menjaga harkat sekisah Datumuseng dan Maipadeapati”
Kini kau kembali
Harus kau tahu bahwa telah sembilan purnama sembilan matahari temani aku habiskan sunyi di sini
Bersama hasratku dalam imaji sehendak tindak Sawerigading menjumpai Wi Cudai
Lahir di Maros, 17 September 1985. Aktif menulis puisi, cerpen dan esai. Aktif dalam kegiatan seni- budaya baik skala lokal maupun nasional. Lelaki yang akrab di safa Alam, bergabung dalam beberapa sanggar seni dan bengkel teater serta sanggar lukis di Maros, Sulawesi Selatan. kecintaanya terhadap seni sastra tidak membuat bakatnya dalam seni lukis terlupakan. Giat cipta lukisan -lukisan eksperimental yang abstrak dan natural. WA : 085230739973 / semestaalan@gmail.com