Semua tulisan dari Suhardi Eon Fattah

Lahir di Bantaeng, 10 Juli 1997. Peserta suluk ekonomi, Rumah Suluk Arta Tantra dan peserta kelas Menulis Rumah Baca Panrita Nurung.

Cinta Tanpa Pertemuan

Cinta tak cukup menyatukan dua manusia. Tatkala jalan berbeda, tak mungkin mereka saling bersama. Namun, cahaya keimanan akan mempertemukan kembali dari berabad jarak yang memisahkan.

Perlu diketahui bahwa, pandangan sekilas pada orang yang dianggap cantik, hampir dipastikan tidak akan merangsang tumbuhnya perasaan cinta. Sebab, cinta tumbuh karena pandangan yang berulang-ulang. Kemudian semakin membara, karena dipicu oleh faktor usia muda, hawa nafsu, dan perasaan ingin memiliki yang begitu kuat. Tetapi, sering terjadi pandangan berakhir dengan penderitaan. Karena hanya mampu memiliki nomor ponselnya, tidak dengan cintanya. Sabar yah. Dia sang pemilik cinta masih memiliki banyak orang, Dia akan menjodohkanmu dengan pilihannya.

Lantas bagaimana dengan cinta tanpa pertemuan? Apakah cinta dapat tumbuh tanpa pandangan berulang-ulang? Sementara ada rindu pada kekasih-Nya. Sedang rindu juga adalah efek cinta.

Cinta itu tumbuh tanpa pertemuan, ramah sikapnya tertanam dalam jiwa. Suri tauladan memberi tuntunan. Setiap kali, mengucapkan kalimat lailahaillalah mesti ada muhammadarrasulullah.

Entah cinta ini aneh atau tidak, jika berdasarkan dengan pandangan yang berulang-ulang. Mencintai Rasulullah, lahir dari ibu bernama Aminah dan ayah bernama Abdullah. Menurut riwayat, Nabi Muhammad lahir di Makkah pada hari senin, 12 Rabiul Awal pada tahun pertama sejak peristiwa tentara bergajah atau tahun 571 kalender Romawi. Hal ini sesuai dengan riwayat Muslim.

Bulan lalu, adalah bulan Rabiul Awal peringatan maulid nabi. Di mana aku sering kali menghadiri hajatan perayaan maulid nabi, sebagai peserta pembaca kitab Barazanji. Barazanji atau doa-doa, puji-pujian yang dilafalkan dengan suatu nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan, naik haji, dan peringatan maulid nabi. Tentunya, bukan hanya peserta pembaca kitab Barazanji saja yang hadir. Namun, juga mengajak kaum muslim dari berbagai kalangan baik kaya, miskin, tua muda untuk berkumpul memperingati maulid nabi dengan hidangan makanan tradisional dan modern, salah satunya songkolo. Sebagai bentuk sedekah kepada saudara-saudaranya, serta tanda cinta pada nabi akhir zaman, pembawa jalan kebaikan bagi umatnya.

Menghadiri setiap hajatan perayaan maulid nabi bukan berarti aku akan menemuinya. Tetapi ini adalah salah satu bentuk atau semakna pandangan yang berulang-ulang, tiap tahunnya, sebagai tanda cinta. Cinta yang terjaga dalam salawat atas namamu, ya Rasulullah.

“Allahumma sholli’ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad.”

Ya Rasulullah. Sabdamu adalah puisi cinta. Cinta yang tulus pada umatmu. Sifat menyombongkan diri, luluh karena syair-syair cintamu. Jalan yang gelap, kau terangi dengan cahaya cintamu. Engkau cintanya sang cinta, yang mencintai umatmu dengan cinta muliamu. Semoga dengan keimanan kita saling cinta, dan kelak dipertemukan oleh sang cinta.

Tuhan. Kutitip salam cinta pada kekasih-Mu, melalui doa yang mengalir di setiap sujudku. Kekasih-Mu pembawa jalan cinta, menuju cinta-Mu. Rasulullah menyuruh kita untuk saling cinta. Mencintai apa yang di cintai Rasulullah adalah alamat cinta, untuk sebuah pertemuan. Sebagaimana mengutip puisi di halaman Indozone, karya Taufik Ismail:

Rasulullah Menyuruh Kita

Rasul menyuruh kita mencintai yatim piatu

Rasul sendiri waktu kecil tanpa ayah, tiada ibunda

Mencintai anak yatim piatu adalah mencintai Rasul kita

Rasul menyuruh kita mencintai orang miskin

Rasul sendiri tanpa harta, dia lelaki yang sungguh miskin

Mencintai orang miskin adalah mencintai Rasul kita

Rasul menyuruh kita mencintai orang lapar

Rasul sendiri ketat ikat pinggangnya, tak pernah longgar

Mencintai orang lapar adalah mencintai Rasul kita

Rasul menyuruh kita mencintai orang-orang tergilas

Rasul sendiri teladan ketegaran ketika ditindas

Mencintai orang tertindas adalah mencintai Rasul kita

Rasul menyuruh kita mencintai hewan, pohon dan lingkungan

Rasul sendiri lemah lembut pada kucing kesayangan

Mencintai satwa dan alam lingkungan adalah mencintai Rasul kita

Rasul menyuruh kita santun dalam beda pendapat

Rasul sendiri tidak marah bila beliau didebat

Santun dalam beda pendapat adalah mencintai Rasul kita

Kita cintai orang-orang lapar dan berkekurangan

Kita cintai orang-orang tertindas, dimanapun mereka

Kita cintai anak yatim dan piatu

Pada Rasulullah kita bersangatan cinta

Gemetar kami dalam zikir

Gagap kami menyanyikan shalawat

Tiada cukup butir tasbih

Tiada memada kosa kata

Dalam membalas cintanya

Secara sederhana.

Perayaan maulid nabi atau biasa disebut maudu di kampungku, yang dilaksanakan tiap bulan kelahiran manusia mulia. Sebagai tanda kesyukuran dan cara sederhana membalas cinta Rasulullah. Meski kita tahu, cinta Rasulullah tak sebanding dengan cinta kita kepadanya. Misalnya, ketika kehilangan barang favorit atau apalah, kadang kita masih sering lupa cara mengikhlaskannya. Lantas bagaimana dengan anak yatim piatu?

Bagaimana dengan Rasulullah? Sebagaimana yang dimaksud puisi di atas.

Apakah kita sanggup menghadapinya dengan cinta, seperti cinta Rasulullah pada umatnya? Cukup dengan pertanyaan-pertanyaan, membuat kita jatuh cinta tanpa pertemuan. Pada sang pejuang keselamatan umatnya kejalan yang benar. Umat yang baik adalah membalas cintanya, meski hanya dengan hal sederhana. Maudu juga salah satu tanda cinta yang tulus, menyedekahkan sedikit hartanya  untuk sebuah perayaan kelahiran sang pembawa cahaya kebaikan.

Meski kita tahu, mencintainya bisa kita ibaratkan seperti banjir. Sebab, pecinta dan pembencinya masih berselisih paham. Maka jadikan agama (ajarannya) sebagai jembatan untuk melaluinya. Dengan jiwa tenang dan sabar, untuk memperkuat pondasi. Agar, temu abadi di alamat cinta-Nya.

Surat Qadri untuk Lailatul

Angin cinta berembus lagi dan hanyut dalam kegelapan. Bagiku kau cahaya ibarat hujan lebat, keluar dari awan tergelap. Hadirmu, menjadi persinggahan bagi pejalan sunyi.

Surat ini kutulis untukmu, menjadi tanda bahwa aku menemukan cinta dalam ikhlas. Izinkan aku memelihara dan merawatnya. Sebab, terang matahari dan cahaya rembulan purnama tak mampu menghilangkan rasa ini. Rasa yang selalu menuntun mencari diriku pada dirimu.

Rasa ini bagiku, seperti cinta laut pada nelayan, ia tak pernah berharap imbalan. Karena aku tahu semakin tinggi harapanku semakin aku tenggelam dalam hawa nafsu menguasai cinta. Cinta ini seperti kerbau kepada petani, ia setia mengabdi meskipun dicambuk seribu kali. Cinta itu jalan, sebagaimana Tuhan selalu membentangkan seribu jalan kepada mereka yang kehilangan harapan. Dan kali ini aku memilih jalan cinta.

Cinta adalah ikhlas. Diam-diam mencintai. Diam-diam mendoakan. Diam-diam mengikhlaskan. Yakinlah sang cinta tahu segala niat baik, tapi bukan berarti niat itu tak akan diuji oleh sang cinta. Mungkin saja mencintaimu adalah dosa. Cinta mengendalikan karena keinginan. Sementara kau adalah keinginan yang dinantikan lelaki semesta.

Engkau laksana malam yang dinanti-nantikan di sepuluh malam terakhir Ramadan. Satu malam yang terdapat kemuliannya lebih baik dari seribu bulan. Seolah hanya karena kemulian, cinta dikuasai oleh hawa nafsu yang telah menggerakkan hanya untuk satu malam. Memfokuskan diri beribadah karena kemulian. Berniat, bertakbir, membaca surah Fatihah karena Pahalanya terhitung seribu bulan, mungkin. Rukuk sambil memuji pada sang cinta. Mensujudkan hawa nafsu hanya karena keinginan. Berzikir dan berdoa meminta keselamatan dan rahmat pada sang cinta.

Ketahuilah surat ini kutulis di sepertiga malam itu. Jika aku memfokuskan mencintaimu. Berniat memilikimu. Memujimu. Sengaja bersujud lama, karena namamu bagian dari pelengkap doaku. Berdoa pada sang cinta untuk mendapatkan cintamu. Jika, semuanya karena hawa nafsu menguasai cinta. Itulah yang kumaksud, mencintaimu adalah dosa.

Aku lebih memilih mencintaimu dalam diam. Memerhatikanmu dalam diam. Meminjam namamu dalam perpanjangan sujudku, sebab engkau masih semogaku. Aku yakin bahwa setiap cinta adalah cinta-Nya. Oleh sebab itu, aku takut membuat-Nya cemburu. Mencintai-Nya adalah caraku meminta restu mencintaimu.

Banyak orang mengatakan, “Mencintai wanita itu sangat menyiksa. Tapi, sebenarnya yang sangat menyiksa itu mencintai orang yang tidak mencintaimu.” Namun, jika aku berdasarkan apa yang dikatakan banyak orang, maka niscaya aku tidak akan tahu kebenarannya. Mengapa? Pantaskan cinta disiksa sementara cinta bukanlah suatu yang dialami oleh dua insan yang mencintai. Cinta bukanlah sepasang suami-istri. Cinta bukanlah menanam lalu menuai. Cinta adalah tunggal.

Melalui tulisan ini, kubahasakan rasa ini. Rasa yang tidak pernah orang lain tahu apalagi kamu. Ini pengetahuanku, kukendalikan dengan caraku, kurasakan dengan ikhlas. Sebab cinta adalah keikhlasan. Aku yakin, jika kau ditakdirkan untukku, maka kau akan datang di waktu yang tepat. Namun, jika kau ditakdirkan bukan untukku, maka kau akan kuikhlaskan.

Aku berkata-kata seperti bayangan dari kenyataan, itulah yang kunyatakan dalam tulisan ini. Keadaan itulah membuatku sadar bahwa di hadapan cinta aku bukanlah apa-apa. Dengan cinta aku terpenjara pada dilema. Aku menginginkanmu dengan pengetahuan cintaku. Aku tidak ingin dikuasai nafsu cinta. Cinta mengajarku untuk ‘ikhlas’ bukan ‘memiliki’. Engkau adalah milik sang cinta, dihidupkan dengan nafas cinta. Mencintaimu, sama halnya aku mencintai diriku. Sebab, engkau pantas bahagia dengan pengetahuan cintamu.

Tuhan. Kau ciptakan ruh dan Kau masukkan cinta di dalamnya. Kau bentuk jiwa makhluk-Mu dengan ruh dan cinta. Kau tanamkan fitrah ke dada hamba-Mu untuk saling mencinta. Kau syariatkan agama-Mu sebagai agama yang penuh cinta. Kau terangi jiwa hamba-Mu agar hawa nafsu tak menguasai cinta. Bagaimana mungkin aku memaksakan mencintai dan dicintai olehnya? Sementara aku berpaling  dari cinta-Mu.

Sungguh, aku menginginkanmu karena senyummu seperti pelangi terbalik yang indah. Aku menginginkanmu, karena kamu laksana malam yang lebih baik dari seribu bulan itu. Aku memandangimu dengan pandangan dunia, sedang akhirat-Nya adalah kekal dan setiap hamba-Nya akan kembali ke sana. Begitu pula setiap cinta akan kembali ke cinta-Nya.

Sekiranya kau paham apa maksud tulisan ini. Aku tidak telalu suka cara lelaki, sering menyatakan cinta dengan bunga, coklat, atau bahkan dengan kondom. Aku memilih cara yang lebih mulia, menyatakan cinta padamu. Sebagaimana Tuhan menyampaikan pesannya melalui firmannya.

Karena pada akhirnya, isi doaku hanyalah meminta yang terbaik, bukan lagi ingin memilikimu. Jika kau yang terbaik untukku, segeralah balas surat ini dengan cinta sucimu.


Sumber gambar: news.detik.com/berita/d-4567078/malam-lailatul-qadar-ini-tanda-tanda-doa-dan-amalannya

Petani dan Subsidi Edukasi

“Solusi yang baik adalah sesegera mungkin bertindak, untuk hal-hal baik.”

Selimut keredupan malam telah tersingkap oleh fajar gemilang dari arah timur. Burung-burung berkicau seperti sedang kelaparan. Kokok ayam tetangga terdengar nyaring membelah keheningan pagi. Begitu pun dengan para petani, mempersiapkan diri sedari pagi sampai siang hari. Memberikan sumbangsih yang besar bagi negeri, kadang tak dimengerti perjuangannya oleh pemerintah.

Tak dapat dimungkiri, petani adalah jembatan kehidupan, saya dan Anda semua. Petani bukanlah profesi yang mensyaratkan latar pendidikan spesifik, laiknya dokter atau menteri pertanian, misalnya. Namun, jembatan tersebut sering kali dilalui truk-truk kontainer bermuatan janji-janji palsu dan berbagai kalimat inovasi yang hanya sekadar wacana. Sehingga keretakan pun terjadi dan menjadi keraguan, menghiasi kehidupan petani untuk melaluinya. Memang benar, segala persoalan bukanlah hal baru, sebab dari zaman penjajahan, masa kemerdekaan, orde baru, hingga kini. Petani masih dibayang-bayangi kecemasan, bahkan dihantui dengan perasaan insecure.

Perlahan-lahan petani menjerit, haknya direnggut oleh oknum tidak bertanggung jawab. Seolah-olah di desa ataupun di kota, kita kekurangan penguasa yang memikirkan nasib orang banyak. Meskipun begitu, kita punya penguasa dari tingkat atas hingga tingkat bawah. Yah, memang kita tidak kekurangan penguasa yang baik, akan tetapi kita kelebihan penguasa yang tidak peduli jeritan sosial.

Sangatlah tidak elok, bila penguasa mementingkan dirinya sendiri, itu sama halnya menodai dirinya. Sebab, kekuasaannya adalah amanah rakyat sebagai pelayan publik. Sementara itu, sedikit-banyaknya penguasa, memanfaatkan jabatannya sebagai peluang untuk memperkaya diri dan menganggap apa yang menjadi hak orang lain adalah haknya juga. Perbuatan yang sangat tidak pantas dicontoh, apalagi di-like.

Kiwari ini, kebingungan, ketakutan, dan kecemasan dipertontonkan petani, kepada siapa harus mengadu? Yah, ketakutannya melebihi film horor yang sering tayang di bioskop. Kenapa bisa takut? Takut tanamannya tidak tumbuh dengan normal, bisa saja berdampak kita semua mati kelaparan, kira-kira begitu. Pertumbuhannya tidak normal, karena tidak terawat atau kekurangan pupuk? Lebih tepatnya ketersediaan pupuk tidak sesuai dengan kebutuhan lahan dan bervariasinya harga pupuk subsidi, yang tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

Sebut saja mafia pupuk, telah memvariasikan harga agar terlihat seperti pelangi. Sehingga harga dan yang berhak mendapatkan pupuk subsidi, sebagaimana dalam Permentan Nomor 49 Tahun 2020, tidak lagi sesuai dengan aturan yang ada. Lantaran variasinya sudah seperti pasar malam, yang diterangi lampu berwarna-warni. Alias jatah yang  teragendakan dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) pupuk bersubsidi, kadang dijual ke orang lain pada malam hari. Entahlah, menjual kepada yang tidak berhak, dengan harga lebih menguntungkan atau karena bija.

Siapakah yang terlibat dalam regulasi mendistribusikan pupuk subsidi? Tentu bukanlah saya. Tapi mereka yang sudah mengatakan, “siap laksanakan” seperti tentara selalu siap menerima perintah dari atasannya. Dan siapakah mafia pupuk yang dimaksud? Lagi-lagi bukan saya. Tentu mereka lagi, namun merekayasa perkataannya, “siap laksanakan” di hadapan atasannya. Begitu kira-kira, logika sederhananya.

Lalu, mengapa di beberapa kalangan mengatakan pupuk tidak langka, sementara di kalangan petani langka? yah, mereka yang mengatakan pupuk tidak langka, itu benar. Jika pertama, penyalurannya sesuai dengan mekanisme yang ada. Kedua, 30 Juli 2020 Mentan RI, Syahrul Yasin Limpo menyerahkan bantuan kepada petani di Bantaeng, sejumlah 13 miliar. Dan ketiga, adalah salah satu program unggulannya, bapak kosong satu Kabupaten Bantaeng saat ini. Sedangkan, kelangkaan pupuk subsidi di kalangan petani dipengaruhi dan diasut oleh tidak adanya edukasi kepada mereka terkait ketiga poin tersebut. Sehingga mafia pupuk pun, leluasa memainkan harga dan melakukan peralihan jatah ke orang lain yang tidak berdasarkan RDKK.

Kebutuhan petani paling mendasar menurut saya adalah “subsidi edukasi”. Mengapa? Hemat saya, jika lembaga pertanian mulai dari tingkat teratas hingga tingkat terbawah, mensosialisasikan mekanisme penyaluran pupuk subsidi. Karena tidak semua petani berhak mendapat pupuk subsidi, selain petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan atau peternakan dengan luasan paling luas 2 hektare setiap musim tanam.

Jadi, istilah “subsidi edukasi” yang saya maksud adalah meningkatkan kemampuan petani memperoleh informasi dengan baik dan benar, serta meningkatkan nalar petani. Tentu adanya “subsidi edukasi” untuk petani, para mafia pupuk berpikir dua kali dalam mengambil tindakan yang akan merugikan petani.

Sebab, terkait fakta yang benar dan argumentasi yang logis, sangatlah diperlukan petani. Guna mengurangi thinking of error, yang acap pemerintah tak sadari. Sehingga tidak ada lagi istilah structure of organized lying, yang istilah ini telah saya uraikan dalam tulisan esai dan diterbitkan Kalalitersi.com berjudul “Petani dan Eksekusi Mati si Burik.” Selain istilah itu, jika tanpa edukasi akan menjadi salah satu faktor, terjadinya aksi-aksi sebagai bentuk ketidakadilan. Kan, bikin macet lagi jalan raya!

 Mengingat pekan lalu, 04 Maret 2021 depan Kantor Bupati Bantaeng. Aksi unjuk rasa jilid II yang dilakukan oleh Aliansi Anak Petani Bantaeng dengan grand issue, “Gema Pupuk dari Pelosok Desa, Bupati Kemana?” Saya sebagai koordinator lapangan pada saat itu, berharap pupuk tidak lagi langka dan mahal musim tanam kedua tahun 2021 dan seterusnya. Serta bantuan kementan 13 miliar tepat sasaran dan tepat guna.

Semestinya, kelangkaan pupuk bukan lagi hal yang mesti diperbincangkan dari hari ke hari, tahun ke tahun, kan horor. Saya yakin, persoalan tersebut sudah dibanjiri dengan berbagai solusi, baik dari pihak yang paling wajib memikirkan nasib petani, hingga yang dipikirkan turut memberikan solusi. Jadi, jika dibanjiri atau bahkan diguncang dengan berbagai solusi yang baik, sangat diperlukan tindakan sesegera mungkin. Sebelum semuanya tenggelam.


Sumber gambar: siksakampus.com/nguphil/terus-melawan-jangan-berharap-pada-sarjana-pertanian/

Petani dan Eksekusi Mati si Burik

 

“Para petani

Sedari pagi sampai siang hari

Masih terus memberi

Bagi negeri

Bagi pemerintah

Yang tak tau diri

Tapi ternyata

Musuh petani bukanlah hama

Yang selalu merusak dan bikin rugi

Tapi

Para pelaku korupsi

Yang selalu petik

Hak-haknya.”

Petani adalah rakyat kecil di hadapan kekuasaan. Mereka selalu berusaha menyesuaikan diri menghadapi kekuasaan. Meskipun dimanfaatkannya kekuasaan, oleh pejabat yang tidak bertanggung jawab, telah merenggut hak-haknya. Tanpa memikirkan nasib mereka yang kecil, selalu dijadikan korban maling-maling besar. Jika ada di antara mereka yang kecil, mencuri hak-hak orang lain. Barangkali, itu cara mereka bertahan menghadapi kekuasaan, yang sudah tidak sesuai lagi dengan dasar negara.

Di desa ataupun di kota, ketika ada orang ketahuan atau kedapatan mencuri, misalnya ayam, biasanya, langsung diberi efek jera oleh masyarakat. Syukur-syukur kalau cuma benjol dan biasanya masuk penjara. Tapi, kalau terbunuh! Dan itu sering terjadi, bahkan penyelesaiannya hampir sama semua. Namun, masih saja ada yang melakukan demikian. Apakah mereka terpaksa? Mencuri karena haknya direnggut, oleh maling yang biasa teriak maling.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Menteri Sosial, Jualiari Peter Batubara, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi, terkait bantuan sosial Covid-19. Korupsi bantuan sosial sangat merugikan banyak orang, dan contoh tidak baik, bagi generasi penerus. Sebagai pelayan publik, menyalahgunakan jabatan berupa korupsi adalah dosa tidak termaafkaan.

Ketua KPK Firli Bahuri, sekali waktu menyatakan, “Keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi, maka yang korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan lain dalam menegakkan hukum, yaitu tuntutannya pidana mati,” dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR RI, Rabu, 29 April 2020.

Jika demikian, tidak ada lagi istilah structure of organized lying. Dalam bukunya Jalaluddin Rakhmat berjudul, Rekayasa Sosial, menguraikan, “Orang Polandia mempunyai dua bahasa, yaitu bahasa di depan umum dan di kalangan terbatas. Bahasa yang dipergunakan sama, tetapi strukturnya, kata-katanya, dan kosakatanya bisa berbeda. Kata yang sama yang digunakan di depan umum mungkin berarti lain, jika digunakan di kalangan terbatas. perbedaan seperti ini begitu merata sehingga muncullah istilah structure of organized lying.”

KPK mesti tegas dalam mengambil keputusan. Jangan sampai menggunakan dua bahasa, karena kita bukan orang Polandia. Misalnya, dalam bahasa sehari-hari, yang biasa kita kenal korupsi adalah “kejahatan”, tetapi di kalangan pejabat, itu disebut “kesalahan prosedur.” Jadi, jika terbukti korupsi dalam suasana bencana. Tentu, pidana mati diberlakukan sesuai dengan ucapan, Firli Bahuri selaku Ketua KPK.

Tak hanya orang Polandia, orang Indonesia pun kadang menggunakan dua bahasa untuk kepentingan diri sendiri. Seperti, sering terjadi di kelompok-kelompok tani. Biasanya, yang menggunakan dua bahasa adalah ketua-ketua kelompok. Pada saat bantuan keluar untuk para petani, yang disalurkan melalui kelompok tani, misalnya, ketua-ketua itu katakan, “Terimahkasih atas bantuanya, untuk kelompok tani kami (bahasa di kalangan orang terbatas). Namun, di depan anggota kelompok tani (bahasa di depan umum). Ketua-ketua itu katakan, “Bantuan ini untuk pribadi karena telah memilih (sebut saja bapak dewan) tahun lalu.” Sehingga, penyalahgunaan fungsi terjadi.

Laiknya puisi di awal tulisan saya, ternyata musuh petani bukanlah hama, tapi mereka yang punya kekuasaan, termasuk ketua-ketua kelompok tani tak tau diri, merenggut hak-hak anggotanya.

Apakah itu termasuk korupsi, dan apa hukumannya? Mengingat masalah ini, saya pernah berceloteh kasus ini bisa dianalogikan seperti ayam peliharaan yang nyelonong masuk mengobrak-abrik makanan di dalam rumah. “Kenyamanan penghuni rumah jauh lebih penting. Maka ayam yang masuk di rumah, mencari makan dan membuang kotorannya di dalam. Tidak ada pilihan lain, selain hukuman mati.” Meskipun ayam peliharaan, tapi apa boleh buat “Dasar kayak koruptor aja, makananmu sudah disediakan. Kenapa masih saja mengincar makanan lain, yang bukan hakmu.” Ia akhirnya mesti mati demi hajat seisi rumah di atas meja makan. “Ehh, ternyata si burik ayam kesayangan saya yang tersangka.”

Hukum harus ditegakkan, sebab tidak ada pilihan, selain hukaman mati. Walaupun sayang, sangatlah tidak pantas untuk ditangisi. Si burik akan menjadi ayam goreng, atau ayam bakar yang akan saya nikmati, di perjamuan makan malam bersama keluarga. Penuh harap, pengganti si burik atau generasi penerusnya, agar tidak berperilaku seperti para koruptor yang tidak memilki rasa kenyang.

Tersangkanya si burik hanyalah kisah seekor ayam, yang kelakuannya bagaikan koruptor. Dieksekusi mati, demi kenyamanan orang banyak (penghuni rumah). Begitu pun dengan KPK, mesti tegas dalam menegakkan hukum, kepada pejabat-pejabat yang mencuri hak-hak rakyat. Merugikan keuangan negara atau perkonomian negara, demi memperkaya diri sendiri.

Apakah wajar, korupsi itu dikatakan hanya kesalahan prosedur? Sedangkan setahu saya, korupsi adalah kejahatan. Sementara itu mengutip laman Wikipedia, korupsi atau rasuah (bahasa latin: corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik, yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Walakhir, terkadang kopi buatan sendiri jauh lebih terasa nikmat, dibanding kopi di kafe. Seperti kebahagiaan yang diraih tanpa harus melanggar hak orang lain, dan hidup sesuai hukum Ilahi. Sungguh ironi, jika orang terdidik  masih melanggar hak-hak publik. Sama halnya seperti kelakuan si burik, ayam peliharaan yang menyelonong masuk mencuri makanan tanpa izin. Sudah punya rezeki sendiri malah mencuri harta orang lain. Duh!

Sumber gambar: https://www.cnbcindonesia.com/