Dalam beberapa pekan terakhir, saya menikmati bagaimana akun sosial media bernama Dunia Manji bergerak pada dua platform, yakni Twitter dan Youtube. Saya setidaknya mengikuti dua isu kesehatan, masker dan obat herbal.
Akun Dunia Manji bercerita mengenai masker. Penutup daerah sekitar hidung dan mulut. Sejak pandemik Covid-19, benda ini banyak menyita perhatian kita. Dia adalah barang yang dijumpai di ruang para orang yang berprofesi di medis. Tidak jarang pula masker dijumpa di dalam sebuah laboratorium.
Covid-19 menyebar di Indonesia. Dia menjelma menjadi teror dan ketakutan. Covid-19 berwujud aerosol ini beterbangan di udara. Menyebar dari satu manusia menginfeksi manusia yang lain. Solusi dari masalah penyebaran adalah memakai masker.
Bukan hal yang baru masker dipergunakan di masyarakat. Para pengguna sepeda motor sering menggunakan untuk menghindari debu di jalanan, deretan polutan polusi udara, dan mencegah agar tidak terkena alergi. Masker bukan sesuatu yang baru yang hadir di masyarakat. Dia bukan hanya digunakan untuk melindungi dari paparan aerosol Covid-19.
Celakanya, Dunia Manji melihat hal yang berbeda. Masker adalah sebuah ancaman. Ditengarai tertutupnya hidung dapat membuat kematian. Foto seorang pesepeda diunggah. Sebuah gugatan dan pertanyaan lahir dari akun Dunia Manji.
“Pro-kontra penyebab meninggalnya seorang yang sedang bersepeda. Karena masker atau jantung. Apapun penyebabnya, tetap JANGAN MENGGUNAKAN MASKER saat kamu olahraga. Cari artikel yang membahas bahaya memakain masker terlalu lama atau untuk olahraga.”
Belum selesai dengan masker, dunia manji menggeser kehebohan tentang obat herbal. Sebuah racikan tanam-tanaman yang berkhasiat mengobati Covid-19. Banyak orang mengeryitkan dahi. Pasalnya, klaim ini tidak didukung kuat oleh otoritas saintis medis. Belum lagi, muncul cuplikan wawancara Dunia Manji dan seorang narasumber pengklaim obat magis ini. Saya akan mengutip bagian paling menarik dari wawancara yang terjadi di Dunia Manji mulai pada menit 09:44.
“panas sinar matahari memang bisa membunuh virus secara keseluruhan tapi kan jarak antara bumi dengan matahari itu kan cukup jauh sekali dan tidak mungkin virus yang begitu kuat dosisnya bisa terbunuh dengan sirkulasi udara yang ada di Indonesia. Walaupun kita memang mengenal Indonesia dengan agraris, ada panas, ada hujan dan sebagainya. Tapi itu tidak bisa membunuh genetik dari Covid-19.”
Kelahirannya tidak diharapkan oleh sebagian orang. Banyak yang tidak menyadari, Dunia Manji adalah kita. Dia adalah keseluruhan kita, yang hari ini menggugat otoritas sains. Otoritas kekuasaan yang mencengkram manusia yang kini hidup melawan teror ketakutan makhluk mutan.
Kemegahan sains kini tunggang langgang di hadapan sebuah virus. Begitu banyak yang menanyakan kembali produk sains hari ini yang menunjang hidup manusia. Padahal, produk-produk itu sudah hidup berdampingan dengan aktivitas manusia sebelum virus Covid-19 hadir.
Masker, misalnya. Kita sering kali melihat sebagian orang menggunakannya. Di sebagian pabrik, masker untuk melindungi saluran nafas dari cemaran polutan pabrik. Di sebagian fasilitas kesehatan, masker adalah pelindung diri agar kuman penyakit tidak berpindah ke orang sehat. Di jalan raya, pesepeda motor menggunakan masker untuk melindungi dari paparan debu. Wujudnya mungkin bukan masker, tampak seringkali berupa selembar kain yang menutup daerah hidung.
Di tahun 2020, saat Covid-19 lahir, masker menjadi perangkat baru di tubuh manusia. Dia menjadi sejajar dengan pakaian. Atas otoritas kekuasaan sains, seluruh manusia diwajibkan menggunakan masker. Selain untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang menyebar dalam bentuk aerosol, tidak banyak informasi yang diberikan kehadapan publik. Toh kemudian lahir jawaban-jawaban untuk memperjelas tentang masker. Itupun setelah banyak gugatan yang menggugat.
Belum lagi, bagaimana tanaman herbal menghebohkan yang bisa mengobati Covid-19. Bukan memandang remeh khasiat racikan herbal. Melainkan di tengah ketidakpastian akan pandemik ini harus hadir sebuah label aman. Bukan tidak mungkin, tanaman herbal ini akan menjadi ancaman baru. Sebab, struktur dan fungsi manusia adalah sesuatu hal yang sangat rumit untuk dijabarkan dengan sederhana dan apalagi interaksi dengan tanaman herbal saat masuk ke tubuh manusia.
Bagi saya, Dunia Manji adalah pengisi ruang kosong yang hari ini tidak diisi dengan seksama oleh yang seharusnya mengisi ruang itu. Dunia jurnalis tidak memberikan informasi yang setidaknya menenangkan ketidakpastian akan pandemi. Kehadiran jurnalis memberikan rasa aman kepada kita semua untuk mencecap informasi yang sudah diverifikasi. Dunia sains yang harusnya saintis berperan untuk memproduksi narasi sains yang ringan dan bisa dicerna dengan bahasa yang sangat sederhana tanpa menyederhanakan permasalahan pandemi. Kita butuh sebuah kebenaran di antara tebaran kebenaran-kebenaran.
Narasi dari Dunia Manji akan terus beresonansi dan bergaung. Bukan hanya Dunia Manji sanggup menarik para terpengaruh, tetapi juga Dunia Manji adalah cuplikan dari kita yang sedang mencari kepastian di tengah kegamangan. Manusia yang sedang menghadapi perubahan alam yang begitu mengguncang.
Iya, Dunia Manji adalah kita yang sedang mencari kepastian. Dia hadir dari kita yang sejujurnya ingin bertutur apa yang sedang kita hadapi. Bahkan kita ingin juga menggugat benarkah kondisi yang sedang kita sekarang. Dan mungkin ada rentetan gugatan di kepala kita. Sayangnya, kita tidak seberani Dunia Manji dalam menggugat. Juga kita tidak memiliki cukup modal, akses, untuk menjangkau instrumen untuk menghadirkan jawaban atas gugutan itu.
Saya pikir, Dunia Manji akan terus bergerak. Dia tidak akan dengan mudah dibungkam oleh pihak-pihak yang mengklaim diri memiliki otoritas. Orang-orang yang bergelut di pekerjaan sains medis.
Satu video mungkin berhasil disingkirkan, tetapi akan hadir gugatan-gugatan baru. Boleh saja, masker dan tanaman obat herbal ini telah berlalu dan masih menciptakan ketidakpastian, tetapi akan ada gugatan akan kesehatan kita. Misalnya, vaksin Covid-19 yang sedang dalam proses atau handsanitaizer.
Tindakan pembungkaman justru adalah tindakan pengecut dan frustasi. Publik kita sedang mencari keseimbangan. Dari rasa nyaman menuju ketidaknyamanan. Posisi orang yang seharusnya hadir di ruang kosong itu mengisi ruang publik. Dan tentu, perannya bukan sebagai penentu benar atau salah. Yang benar akan memenangkan yang lain.
Kita memerlukan peran Dunia Manji. Kemampuan terbesar dalam mempengaruhi, menyebarkan, hingga mampu menggerakkan publik sampai terang-terangan bergesekkan dengan otoritas kekuasaan sains dan juga para pekerja medis. Sekali lagi, kita membutuhkan dia, bukan karena Dunia Manji mampu menghadirkan kemenangan. Bukan karena dia jauh lebih baik dari yang dikalahkan. Dunia Manji bukan hanya kita hari ini yang tengah mencari kepastian. Dunia Manji adalah representasi dari ketidakbecusan rezim. Rezim berkuasa yang hadir untuk membahayakan publik. Rezim berkuasa yang hari ini gagap, gugup, dan gagal mengatur ulang kembali algoritma yang hancur berantakan. Selama Dunia Manji masih hadir di kita, selama itu pula rezim berkuasa mengkonfirmasi diri masih tidak becus dan akan selalu menghadirkan bahaya buat kita hari ini.
Sumber gambar: https://medan.tribunnews.com/
Lahir di Makassar, pada 16 Februari 1991. Terlibat dalam Komunitas Literasi Makassar, ia mengaku banyak mendapatkan kejutan-kejutan dan manusia cerdas. Setelah selesai sekolah medis selama 7 tahun, sekarang sudah jadi dokter. Mondar-mandir di koridor rumah sakit kayak kain pel. Telah menulis buku berjudul: “Sekolah Medis dan Bikini Bottom” (2019). Dapat dihubungi melalui Email: wwdableyu@gmail.com.