Kebisuan Kita dan Puisi-puisi Lainnya

Kebisuan Kita

Kebisuan kita dieja

oleh kata-kata yang habis ditikam diam

Direkam oleh senyap

Diabadikan kenangan

 

Kebisuan kita dibaca

oleh surat-surat tak sampai

Cerita-cerita yang urung

dan pertanyaan-pertanyaan

yang selalu gagal melewati

garis lintang lidah

 

Kebisuan kita ditulis

dalam lembar-lembar hari

Hariku dan harimu yang terpisah

Didaras pada tengah malam buta

oleh rindu dan sepi yang menggigit

Dan kita saling tidak tahu-menahu

 

Wahai..

Kebisuan kita.

[Makassar, 21 September 2016]

 

Kahayya

Di sini bukan soal jauh

Bukan soal jarak

Tidak juga soal keterasingan

Ini tentang orang-orang yang ingin dilupakan

 

Ke sini bukan sebab sunyi

Bukan sebab dingin

Tidak juga tentang kabut yang menabiri gunung

Ini tentang rindu

 

Memangnya siapa yang bisa menang

melawan rindu?

Kalau kau tak dapat mendekat

Maka lari sejauh-jauhnya

adalah pilihan tepat

Atau boleh jadi yang paling bijak

 

Meski hatimu berdarah-darah

Kakimu luka

Tanganmu melepuh

Matamu basah

[Kahayya-Bulukumba, 04 Juli 2015]

 

Jangan

Jangan beritakan padaku

tentang pertemuan

Aku takut kecewa

Aku takut berharap banyak

pada temu yang akan tuntaskan rindu

Bila ternyata temu hanyalah semu

 

Jangan janjikan padaku

tentang pertemuan

Muara segala sunyi

yang pekat oleh rindu

Karena temu adalah tipuan

 

Jangan beritakan padaku

tentang kedatanganmu

Aku terbiasa menanti ditemani sepi

Tanpa tahu apa-apa

[Kahayya-Bulukumba, 14 Juli 2015]

 

Segelas Kopi, Segelas Ketulusan

Subuh. Gigil. Beku.

Perempuan merebusnya dalam hangat

yang leleh

 

Subuh. Gelap. Kabut.

Perempuan menuang pekat malam

pada segelas udara

Diaduknya hingga asap tipis mengepul

Itu aroma ketulusan

 

Pagi. Masih dingin

Dihidangkannya segelas kehangatan

yang pekat

Minumlah!

Mintalah lagi kalau kau ingin

Itu segelas cinta dan ketulusan

Selamanya tak akan habis

[Kahayya-Bulukumba, 16 Juli 2015]

  • Sekeping Ilusi untuk Afrizal Malna wahai, wahai, wahai: tuhan! mengekal bagi kami abdi-abdi bijak melamun sambil berenang dengan sajian paling murni sambil menari menjadi mimpi membatasi kematian dengan kecantikan panutan bagi kami, sekejab azali   wahai, wahai, wahai! bahkan lautan kering dibakar nafsu jelaga kami dari abdi abdi. tuhan, tontonlah kami bahkan kami lebih liar…

  • —Cerita buat Sulhan Yusuf Amma’ akan selalu cemas setiap kali ia mendengar mahasiswa di Ujung Pandang menggelar demonstrasi. Adalah Dion, sopir angkutan langganan Amma’, yang tiap hari bolak balik Bantaeng-Ujung Pandang membawa penumpang, yang tiada pernah lupa memberitahu Amma’ setiap kali mahasiswa turun ke jalan. Sulhan pernah meminta Dion untuk tak perlu mengabari Amma’ soal…

  • Bumbu Dapur Suatu hari kau mengajak ku kepasar Kata mu ingin beli ikan segar Mungkin juga bahan dapur lainnya Yah sekarang kita di pasar Ibu-ibu menjajalkan dagangannya Mengintai satu per satu Berharap ada yang lebih baik Sekarang musim hujan Walau lumpur bercampur dengan sampah Langkahmu tetap mantap dan indah Kau memandangku, matamu mengatakan “Ikan tuna…

  • Seperti biasa, di akhir pekan saya nimbrung di sebuah persamuhan yang menyajikan makanan bernutrisi bagi jiwa. Tentunya lengan baju kemalasan mestilah disisihkan. Hasrat berlibur haruslah digulung lalu disimpan rapi dalam lemari. Dan rasa kantuk yang menggoda harus dibenam dalam bantal. Semua itu nampak sederhana dan siapa pun bisa melakukannya. Entah sejak kapan hal ini terasa…

  • Mengimajinasikan Makassar sebagai kota dunia tidak akan cukup jika tanpa melibatkan warisan sejarah yang dimilikinya: literasi. Kota Dunia harus juga diekspresikan sebagai kota yang ramah literasi. Dengan cara membudayakan baca tulis sebagai etika kewargaan, pembangunan perpustakaan di pusat keramaian, atau kalau perlu ada juga pete-pete smart literasi, merupakah sedikit langkah untuk merealisasikan peristiwa itu. Tapi,…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221