Lapar dan Perihal yang Bangkit Karenanya
Perempuan itu lapar
Akhirnya…
Perut keroncongannya betul-betul nyaris kosong
Sedari pagi, dia hanya sempat membiarkan lambungnya diisi remahan wafer dan potongan makanan ringan yang amat-sangat ringan
Juga sekaleng kopi susu instan dan air mineral pemberian temannya
Tak ada protein atau karbohidrat
Hanya kalori, dan sumber bibit penyakit dalam bahan kimia pada apa yang dicecapkan pagi tadi
Dan sekarang sudah menujukkan pukul dua puluh dua lewat tiga puluh menit
Terakhir kali mulutnya diserbu nasi dan bala tentaranya itu kemarin, pada makan malamnya
Dia menikmati makan malamnya yang kelewatan telat bersama sekumpulan lelaki dan perempuan tanggung
Dia masih teringat tentang telur dadar buatan temannya
Mendadak air liur serasa membanjiri mulutnya
Padahal nasi yang ditanaknya belum masak, malam akan segera berganti
Perempuan lapar itu sebenarnya seseorang yang sangat menyuka dan menyinta segala jenis makanan
Asal jangan cumi-cumi, kepiting, atau jenis ikan tertentu
Dia seketika alergi acap kali mencoba memadu kasih dengan mereka
Cintanya tak direstui semesta
Kalau sudah begitu, air kelapa atau CTM-lah dewa penolongnya
Teman setia yang tak benar-benar dinantinya
Dan saat lapar seperti ini, dia mengingat sekumpulan lelaki dan perempuan tanggungnya
Mereka tentu pasti sangat lapar pikirnya, serupa dengannya
Sangat lapar, berarti mereka tentu saja sangat keroncongan
Lapar dan lemas
Rupanya kerja otak dan gerakan sedikit otot yang mereka lakukan semenjak tiga hari lalu mampu menghipnosis mereka
Mereka mengindahkan lapar
Mereka berkutat dengan kertas, kabel, browser, miniatur, otak kanan, printer, lem, solder, dan komputer
Mereka dikutuk deadline
Mereka mengejar-memburu-berlari menuju waktu
Kerja sama dan kerja keras mereka mesti dituntaskan tepat pukul delapan belas hari itu
Keroncongan telah menjalar melebihi rasa lapar semata
Ada hasrat dan hak yang mesti dipenuhi perempuan itu pada perutnya, lambungnya, kerongkongannya, mulutnya
Dalam kesendiriannya, melapar dan menanti nasinya masak
Perempuan lapar itu merindu mamanya
Bukankah mama adalah koki terhebat di dunia?
Bukankah masakan mama selalu enak dan mengenyangkan?
Dulu, saat lapar mengumandangkan genderang perang
Tentu saja ada mamanya yang siap melindunginya
Alat, pasukan tempur, dan taktik yang digunakan cenderung tradisional nan konvensional
Nasi goreng bersama sekutunya si orak-arik telur
Musuh bebuyutannya, lapar langsung kalah telak
Menyerah
Lalu mati perlahan-lahan
Lapar kali ini begitu menyakitkan
Sebab mampu mengorek kenangan
Membuka luka atas kepergian mamanya
Stok endrofinnya melesat menuju titik terendah
Sudah barang tentu air matanya menitik
Kemudian menderas
Pipi dan dagunya membasah
Bahunya naik turun
Ohh, betapa nestapanya lapar dalam kesendirian
Tanah Klakson
Puisi ini kutulis di sebuah tanah yang orang-orangnya gemar membunyikan klakson
Tak peduli roda dua, tiga, atau empat
Selama klason masih bisa mengeluarkan suara
Jalanan akan dipenuhi pekikan suara klason
Pada jalan setapak, pertigaan, bahkan perempatan jalan poros pun klason gemar dibunyikan
Awalnya ku pikir klason dibunyikan karena jalanan yang memadat atau karena adanya kebutuhan mendesak dari si pembuat suara
Nyatanya, bahkan ketika jalanan lenggang sekalipun, suara klakson tetap saja menggema
Di tanah itu, kala jalanan mencapai titik sesaknya
Saat orang-orang tumpah ruah meninggalkan tempatnya bekerja
Ketika hasrat menuju rumah sudah ngotot ingin dipenuhi
Itulah momentum di mana tanah itu menunjukkan dirinya
Bunyi klakson saling mengadu
Juga disusul dengan cacian yang meluncur keras, beberapa
Kamu akan dihujani suara dari segala penjuru, tanpa sempat menolaknya
Seandainya ini Pertanyaan yang Diajukan Munkar dan Nakir
Apakah yang mendasari agamamu?
Apakah bermuasal dari sunnah nabawiyyah?
Ataukah merujuk pada sunnah sahabat?
Agama bagaimana yang kamu yakini?
Apakah agama yang diturunkan bapak dan ibumu?
Ataukah hasil dari pencarianmu?
Lantas, tuhan yang bagaimanakah yang kamu percaya menciptakanmu?
Apakah tuhan sejarah?
Ataukah tuhan alam semesta?