Bumbu Dapur dan Puisi-puisi Lainnya

Bumbu Dapur

Suatu hari kau mengajak ku kepasar

Kata mu ingin beli ikan segar

Mungkin juga bahan dapur lainnya

Yah sekarang kita di pasar

Ibu-ibu menjajalkan dagangannya

Mengintai satu per satu

Berharap ada yang lebih baik

Sekarang musim hujan

Walau lumpur bercampur dengan sampah

Langkahmu tetap mantap dan indah

Kau memandangku, matamu mengatakan

“Ikan tuna menu hari ini sayang”

Senyumku adalah iya

Ikan tuna dibungkus dengan pelepah pisang

Oh yah masih ada

Bumbu dapur, mari kita penuhi itu sayang.

[Makassar, 15 januari 2017]

 

Aku dan Aku-Aku yang lain

Aku tidak perlu menghadap ke langit untuk memahami-Mu

Aku tidak perlu melihat di mana senja akan menghilang untuk menemukan-Mu

Atau menengok di mana fajar akan nampak

Aku hanya perlu menutup mata

Mendengarkan irama nafasku

Memahami bagaimana udara-udara itu masuk dan keluar menjadi racun

Mendengarkan darahku terpompa

Aku hanya perlu menutup mataku

Mengalir dalam jaringan-jaringan kecil

Siapa aku?

Dari mana aku?

 

Ku putar kembali gerak-gerak yang tercipta

Ada yang menyebutnya sebuah ledakan besar

Ada yang menyebutnya sebuah sel dari laut

Tapi ada yang bilang itu cahaya

Yang membuat kaum Musa tertidur 1000 tahun

Yang membuat Jibril hancur bila menyekap tirai

Lalu bagaimana aku menemukanmu?

Lalu adakah orang yang memutar bola matanya untuk melihat matanya sendiri tanpa bercermin?

 

Aku hanya perlu menutup mata

Sebab aku adalah Eangkau

Tapi Engakau bukanlah aku

 

Dan di manakah aku dan aku-aku yang lain akan kembali?

Selain pada Aku yang Esa

Dan aku hanya menemukan-Mu dari pikiranku

Aku hanya menebak apakah itu Dirimu?

Aku hanya ingin bersujud

Lalu pada apakah aku bersujud?

Pada Engkau yang kucipta dalam akal-akalan?

Sengguh aku hanya meminum segelas air dari samudera yang luas

 

Puisiku adalah Aku, Tapi bukan Aku

Puisiku adalah kata sederhana

Tapi bukan untuk mereka yang sederhana

Puisiku adalah kata-kata yang kupungut dari jalanan

Tapi bukan untuk mereka yang hidup di jalanan

Puisiku adalah nyanyian malam tunawisma

Tapi bukan untuk mereka tinggali

Puisiku adalah sampah yang berserakan

Tapi bukan menjadi tempat sampah

Puisiku adalah dosa dosa penguasa

Tapi bukan untuk menghukum mereka

Puisiku adalah kesakitan

Tapi bukan obat

Puisiku adalah ibadah

Tapi tidak bernilai pahala

Puisiku adalah pemberontakan

Tapi bukan untuk di kenang

Puisiku adalah aku

Tapi bukan untuk aku

Puisiku untuk….. Aku tak tahu

Untuk apa

Puisiku adalah kematianku

Tapi bukan kuburanku

 

Makassar, 9 Februari 2017

 

Ilustrasi: https://in.pinterest.com/pin/381820874636360361/

  • Sewaktu putri pertama kami berusia tiga tahun, ia mengalami serangan kegagapan dalam berbicara. Ia aslinya ceriwis, banyak tanya, bahkan banyak mempertanyakan segala sesuatu yang ia lihat aneh atau tidak sesuai dengan pemahaman yang ada di kepalanya. Misalnya kenapa tante A begini, sedangkan tante B begitu. Kenapa teman-temannya memanggil orangtuanya dengan bapak dan ibu, sementara ia…

  •   Iduladha memiliki makna kembali berkurban, ditandai dengan penyembelihan sejumlah hewan ternak sebagai simbol pengorbanan seseorang. Kurban dan korban berbeda menurut KBBI. Kurban diartikan persembahan kepada Allah seperti biri-biri, unta, dan sebagainya yang biasa dilakukan saat lebaran haji. Sedang arti korban adalah pemberian untuk menyatakan kebaikan, kesetiaan, dan sebagainya. Makna lainnya, orang/binatang yang menderita/mati akibat…

  • Tradisi nyekar merupakan laku purba pada sebagian besar masyarakat kita. Tradisi ini makin kuat pengaruhnya manakala dotrin agama ikut menguatkan.  Di sebagian masyarakat, utamanya di kampung-kampung menjadikan nyekar sebagai wahana memelihara kualitas spritualitas, tentu dengan ragam ritual di dalamnya. Tradisi  berabad-abad lamanya ini, sudah menjadi denyut kehidupan masyarakat kita, hingga dipercaya membawa keberkahan hidup. Dari…

  • Ada apa dengan perempuan menulis? Apakah ada sesuatu yang istimewa? Dalam pemahaman saya, potensi laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan menulis itu sama saja. Meskipun budaya dan lingkungan setempat tetap berpengaruh pada seberapa pesat berkembangnya potensi tersebut. Bersyukurnya saya termasuk kelompok penganut paham “senang bergerak dengan semangat yang ada di dalam diri, tidak mau dipengaruhi…

  • Kemarin Pancasila dirayakan kelahirannya. Begitulah kebiasaan sebuah bangsa yang gemar dengan seremonial. Segalanya mesti dirayakan, meskipun seringkali tampak kering makna. Sebetulnya tidak salah, namun persoalannya setelah perayaan itu segalanya kembali ke setelan pabrik “lupa pancasila”. Faktanya kita mesti terus terang mengakui bahwa Pancasila seringkali kalah dihadapan kekuasaan, kapital, korupsi, intoleransi, kekerasan, perusakan alam, dan beragam…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221